"Bunda setuju!" Rahma yang paling keras menyuarakan pendapatnya. Senyumannya begitu lebar menatap putra dan calon menantunya."Kalau perlu besok langsung kalian Bunda nikahin!" Katanya lagi yang sontak membuat wajah Prilly bersemu merah.
Fajar menoleh menatap istrinya yang begitu bersemangat sebelah tangannya terangkat mengusap lembut kepala wanita yang sudah menemani dirinya puluhan tahun ini.
"Bunda memang udah nunggu-nunggu momen ini kan?" Rahma menoleh menatap suaminya dengan mata berbinar. "Benar Ayah. Sudah lama sekali Bunda ingin mendengar kabar pernikahan dari mulut putra kita sendiri."
Ali tersenyum kecil menatap Ibunya lalu menoleh ke samping dimana calon istrinya sedang menundukkan kepalanya dalam-dalam. Prilly malu.
"Kenapa eum?" Tanya Ali dengan suara setengah berbisik. Prilly menoleh menatap Ali dengan wajah meronanya. "Malu." cicitnya pelan.
Tawa Ali terdengar sehingga menarik perhatian kedua orang tuanya. "Abang jangan diganggu mulu calon bininya!" Tegur Rahma yang mengira Ali kembali menjahili Prilly.
Ali memutar bola matanya dengan malas. "Bunda suudzon mulu sama anaknya." Keluh Ali dengan gaya yang sengaja ia buat berlebihan.
Prilly terkekeh pelan melihat tingkah menggemaskan Ali. Suasana di kediaman keluarga Gunawan semakin hangat terlebih ketika Rahma mulai membahas perihal perintilan yang harus mereka urus sebelum melangsungkan akad nikah Ali dan Prilly.
Rahma dan Fajar setuju, Ali dan Prilly menikah secara diam-diam setelah lulus nanti mereka akan mengadakan pesta besar-besaran. Lagipula tinggal hitungan bulan Ali dan Prilly menyelesaikan sekolah tingkat akhir mereka.
"Kalau Prilly nikah yang jadi walinya Mas Fauzi kan Bun?"
Hening.
Seketika suasana ceria di meja makan keluarga Gunawan mendadak senyap setelah Prilly mengajukan pertanyaan yang membuat tenggorokan mereka tercekat.
Fajar menatap istrinya yang sudah siap menumpahkan air matanya. Rahma segera memalingkan wajahnya sebelum Prilly melihat air matanya.
Ali yang masih belum melepaskan genggaman tangannya pada tangan Prilly refleks pegangannya mengerat yang sontak membuat Prilly menoleh.
"Kenapa Abang? Ada yang salah dengan pertanyaan aku?" Tanya Prilly bingung. Gadis itu belum menangkap perubahan apapun selain Rahma yang menolak menatap dirinya.
"Bunda, ada yang salah dengan pertanyaan Prilly?" Prilly merasa tidak enak ia takut pertanyaannya menyakiti hati Rahma.
Rahma mengusap kedua sudut matanya dengan cepat sebelum menoleh menatap Prilly dengan tatapan penuh cintanya seperti biasa.
"Tidak ada yang salah Sayang." Jawabnya sendu.
Prilly menoleh kini atensinya berpusat pada Fajar yang tiba-tiba melamun bahkan genggaman tangannya pada sendok terlihat mengerat.
"Ayah.."
Fajar mendongak menatap Prilly yang sedang menatap dirinya. "Maafkan Ayah Nak tapi Ayah benar-benar harus memberitahu kamu perihal Mas Fauzi." Fajar menatap Ali yang juga sedang menatap Ayahnya melalui tatapannya Ali meyakinkan sang Ayah bahwa Prilly harus mengetahui perihal Fauzi, Kakak kandungnya yang sudah berpulang ke sisi Tuhan.
"Ada apa Ayah? Apa Mas Fauzi sudah ditemukan? Kenapa Mas Fauzi nggak hubungin aku? Mas Fauzi keterlaluan deh." Keluh Prilly dengan bibir mengerucut maju.
Ali mengusap lembut kepala Prilly berharap jika wanita kesayangannya ini diberi kekuatan juga ketabahan oleh Tuhan. Ia yakin Prilly akan sangat terkejut terlebih kondisi Prilly yang memang belum fit sekali.
"Mas Fauzi sudah meninggal Nak. Di luar negeri dia tidak bersekolah melainkan berobat dan menurut orang kepercayaan Ayah Mas Fauzi berpulang tepat satu hari setelah Mami dan Papi kamu meninggal." Fajar menceritakan apa yang ia ketahui dengan suara yang begitu lembut berharap Prilly tahu apapun yang terjadi gadis itu tidak akan sendirian.
Prilly shock sekali, telinganya seperti berdengung setelah mendengar rentetan kalimat yang keluar dari mulut calon Ayah mertuanya.
"Nggak mungkin! Ini pasti mimpi. Bangun Prilly! Bangun! Ini mimpi, mimpi paling buruk yang pernah lo alami!" Prilly memukul kedua pipinya dengan cukup kuat hingga tercetak rona merah di sana bekas telapak tangannya.
Ali segera menghentikan perbuatan Prilly lalu membawa Prilly ke dalam dekapan hangatnya dan dalam pelukan Ali, Prilly mulai menumpahkan segala kesakitannya.
Prilly meraung keras meremas kuat baju yang Ali kenakan dengan mulut terus meracau tentang kejadian buruk yang terus menimpa dirinya.
Sampai akhirnya tangisan Prilly berhenti seiring dengan tubuhnya yang melemah. Prilly kehilangan kesadarannya.
***
Pukul 10 malam akhirnya Prilly sadar dari pingsannya. Ali nyaris gila berjam-jam menunggu Prilly membuka matanya.
Beberapa kali Prilly terlihat mengerjapkan matanya dan hal pertama yang ia lihat adalah wajah khawatirnya Ali juga Rahma dan Fajar.
Air mata mulai menumpuk di sudut matanya dalam sekali berkedip Prilly yakin air matanya akan tumpah ruah.
"Sayang.." Suara Ali yang begitu lembut semakin membuat hati Prilly sedih dan berdenyut sakit.
"Katakan apapun yang membuat kamu sakit lampiaskan sama Abang." Ali mengusap lembut pipi tunangannya.
"Ke--napa Mas Fauzi tega Bang?" Suara Prilly terdengar parau. "Kenapa Mas Fauzi nggak pernah cerita apapun perihal penyakit yang ia derita?" Prilly merasakan dadanya sesak luar biasa.
Ali segera membawa Prilly ke dalam dekapan hangatnya sekali lagi Prilly menumpahkan air matanya dalam dekapan Ali.
"Abang tahu ini berat untuk kamu lalui tapi satu hal yang harus kamu ingat. Di dunia ini kamu tidak sendirian, Abang nggak akan biarin kamu sendirian. Abang yang akan selalu menemani kamu." Ujar Ali begitu tulus yang membuat perasaan Prilly sedikit membaik.
Ia tidak tahu lagi bagaimana mengekpresikan perasaannya saat ini. Hancur bahkan Prilly merasakan hatinya sudah tidak berbentuk. Musibah bertubi-tubi yang menimpa dirinya nyaris membuat Prilly menyerah akan kehidupannya.
Fajar dan Rahma saling berpelukan, keduanya terlihat sangat haru melihat bagaimana putranya menenangkan Prilly. Mereka yakin jika hubungan Ali dan Prilly tidak akan ada yang bisa memisahkan kecuali Tuhan.
Prilly merenggangkan pelukannya lalu beralih menatap Ali yang sedang tersenyum lembut padanya. Perlahan Ali menyeka air mata yang memenuhi wajah calon istrinya.
"Jangan pendam apapun sendirian mengerti?" Prilly mengangguk pelan. "Apapun yang kamu rasakan tolong bagi dengan Abang. Sebentar lagi kita akan menikah jadi semua tentang kamu terutama kebahagiaan dan kenyamanan kamu akan menjadi tanggung jawab Abang. Jadi tolong kerjasamanya ya Sayang?" Kata Ali sambil mengedipkan sebelah matanya menggoda Prilly dan ternyata berhasil.
Prilly tersenyum kecil, hatinya benar-benar menghangat setelah mendengar rentetan kalimat manis yang keluar dari mulut Ali meskipun rasa sakit dan sesak masih begitu kuat mengukung dadanya.
"Mas jika Mas Fauzi memang sudah kembali ke sisi Tuhan, damai disana ya Mas sampaikan salam cintaku untuk Mami dan Papi. Tunggu aku disana."
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
My husband❤️
RomansaBagaimana rasanya mengejar cinta seorang pria yang sedari kecil kamu jadikan pangeran impianmu yang merupakan tetangga sebelah rumah yang jaraknya hanya hitungan langkah? Sakit? Tentu saja. Kecewa? Sudah biasa. Terluka? Sering. Terlebih ketika p...