"Menikah?""Iya kenapa? Lo keberatan?"
Ali menoleh menatap Prilly dengan tatapan yang begitu intens. Prilly bisa merasakan debaran jantungnya yang nyaris mendobrak dadanya ia begitu lemah dibawah tatapan mata Ali hanya saja ia berusaha sekuat tenaga untuk terlihat biasa saja.
Tak tahan lama-lama berada dibawah tatapan Ali, Prilly memilih mengalihkan pandangannya menatap gelapnya malam. Hawa dingin menusuk tulang hingga membuat Prilly mengusap lengannya beberapa kali dan semua itu tak luput dari pandangan Ali.
Prilly melirik sekilas kearah Ali yang tiba-tiba beranjak meninggalkan balkon kamarnya tanpa mengatakan apapun. Senyum miris refleks terbit ketika Prilly lagi-lagi dipatahkan oleh kenyataan bahwa dirinya memang tak seberarti itu untuk laki-laki pujaan hatinya ini.
Menolak untuk menitikkan air mata Prilly memilih melahap habis eskrim ditangannya. Udara dingin serta sensasi dingin dari eskrim di dalam mulutnya membuat tubuh Prilly menggigil namun ia tetap menghabiskan satu cup eskrim yang Ali berikan itu.
Prilly begitu fokus pada eskrim ditangannya sehingga ia tak sadar ketika Ali kembali dengan membawa satu selimut tebal lalu ia tutupi tubuh Prilly dengan selimut itu.
Prilly tersentak kaget kepalanya refleks menoleh ketika merasakan tubuhnya menghangat karena selimut yang disampirkan oleh Ali ditubuhnya.
"Hangatkan?" Ali tersenyum lembut membuat Prilly terkesima.
Suasana semakin canggung setidaknya untuk Prilly ketika Ali tiba-tiba berdiri dibelakang tubuhnya lalu membelit pinggang kecilnya dengan kedua lengan kekar pria itu.
Tubuh mungilnya terasa begitu kaku dibawah dekapan Ali sedangkan Ali terlihat begitu santai bahkan kini dagu pria itu dengan santainya bertengger pada bahu kirinya.
"Lebih hangat kan?" Dengan anggukan kepala kaku Prilly menjawab. "Iya." Suaranya terdengar sedikit bergetar karena rasa gugup yang mendera dirinya.
"Boleh Abang tahu alasan kamu menginginkan pernikahan kita dipercepat?" Tanya Ali begitu hati-hati pasalnya Prilly yang sekarang sangat berbeda dengan yang dulu. Prilly yang sekarang perasaannya begitu sensitif.
Menghela nafasnya Prilly berusaha menyamankan dirinya dalam dekapan Ali bahkan kini tubuh mungilnya sepenuhnya bersandar pada dada bidang Ali.
"Jika gue--"
"Please jangan pakek gue lagi." Protes Ali yang membuat sudut bibir Prilly terangkat membentuk senyuman geli akhir-akhir ini posisi mereka benar-benar berbalik jika dulu dirinyalah yang kerap kali memohon pada Ali sekarang justru Ali yang terus memohon padanya.
"Eum aku takut jika aku mengatakan alasannya kamu akan berubah pikiran dan membatalkan rencana kita." ucap Prilly dengan wajah terlihat nelangsa. Ia tidak bisa menipu hatinya, ia masih begitu mencintai laki-laki ini.
"Katakan dan Abang bersumpah apapun alasan kamu sama sekali tidak akan mempengaruhi hubungan kita." Ali berbisik lirih di telinga kiri Prilly hembusan nafas hangat pria itu membuat tubuh Prilly meremang.
"Bella." Ali sontak menjauhkan kepalanya setelah nama perempuan yang pernah dekat dengannya keluar dari mulut Prilly.
"Kenapa Bella? Ada apa dengan perempuan itu?" Ali bertanya dengan ekspresi bingungnya.
"Bella hamil."
"Hah??!!" Ali benar-benar terkejut dan Prilly tidak menyukai ekspresi pria itu, seolah-olah ia sedang berbohong saja.
Prilly meronta ingin dilepaskan namun Ali justru semakin mengeratkan pelukannya. "Maaf, Abang hanya kaget saja tidak lebih." Ali tahu Prilly pasti berpikir bahwa dirinya marah dan tidak percaya dengan apa yang gadis ini katakan.
"Abang tahu kamu tidak mungkin berbohong jadi bisakah kamu ceritakan apa yang sebenarnya terjadi Sayang?"
Wajah Prilly sontak merona setelah Ali memanggilnya dengan panggilan yang selama ini begitu ia idamkan.
Ah, Sayang.
Prilly menyukai suara dalam Ali ketika memanggilnya seperti itu.
***
"Bella hamil dan janin yang ia kandung milik Pak Bram kepala sekolah kita. Maaf, kalau kamu terkejut dan mungkin kecewa tapi aku berani bersumpah jika apa yang aku katakan adalah kejujuran."
Ali menutup matanya ketika bayangan pembicaraan dirinya dengan Prilly di balkon kamar gadis itu tadi kembali menyeruak di kepalanya.
Ali menghembuskan nafasnya ia tidak menyangka jika wanita yang sempat ia gadang-gadang menjadi pendampingnya ternyata tak lebih dari seorang wanita murahan.
"Dan Pak Bram meminta Bella untuk ngejebak kamu ketika kemah nanti karena Pak Bram tidak bersedia bertanggung jawab atas kehamilan Bella."
Ali tersenyum pedih, ia tak menyangka jika wanita yang selama ini ia benci justru memasang dirinya sebagai pelindung dirinya. Prilly rela menikahi dirinya supaya Bella tak menjebak dirinya.
Ali sudah lama merasa jijik pada Bella tepatnya setelah Reagan mengatakan bahwa Bella tak lebih dari seorang simpanan. Mungkin kemarin ia masih berpikir jika perkataan Reagan hanyalah omong kosong tapi kali ini ia tidak bisa mengelak, ia mengenal Prilly gadis itu tidak akan berani berbicara jika ia tak benar-benar mengetahui kebenarannya.
"Li.."
Ali menoleh ketika mendengar suara kursi yang ditarik oleh Ayahnya. Kini Ali duduk bersebelahan dengan sang Ayah.
"Ayah belum tidur?" Tanya Ali yang dibalas gelengan kepala oleh Fajar.
Ali terlihat mengerutkan keningnya ketika merasakan kegusaran Ayahnya. "Ada apa Yah?" Tanya Ali yang membuat Fajar menghela nafasnya. "Ayah mendapat kabar dari anak buah Ayah."
"Perihal?"
"Fauzi."
"Ada apa dengan Mas Fauzi Yah?" Tanya Ali takut-takut pasalnya ia mulai merasakan perasaannya berubah jadi tidak enak. Apa terjadi sesuatu yang buruk pada Kakak kandung Prilly itu?
"Fauzi meninggal."
"Apa? Ayah jangan bercanda!" Ali tidak bisa menahan suaranya. Fajar menghela nafas sebelum menundukkan kepalanya. "Ternyata selama ini Fauzi mengidap penyakit mematikan dan selama di luar negeri pula ia tidak melanjutkan pendidikannya melainkan menjalani pengobatan." Air mata Fajar jatuh satu persatu. Ia memikirkan perasaan Prilly yang kembali harus merasakan sakit kehilangan.
Fauzi terlalu pintar menyembunyikan kondisinya sehingga mereka termasuk almarhum kedua orang tuanya sama sekali tidak mencurigai kondisi pria muda itu.
"Lalu bagaimana dengan jasadnya Mas Fauzi Ayah?"
"Fauzi sudah dikebumikan di sana kondisinya tidak memungkinkan untuk dibawa pulang ke negara kita." Ujar Fajar yang membuat Ali ikut menundukkan kepalanya.
Pikirannya hanya tertuju pada Prilly yang tidak bisa ia bayangkan bagaimana hancurnya hati wanita itu. Apa yang harus Ali lakukan?
*****
Promo 12.12 cuss wa 081321817808
KAMU SEDANG MEMBACA
My husband❤️
RomanceBagaimana rasanya mengejar cinta seorang pria yang sedari kecil kamu jadikan pangeran impianmu yang merupakan tetangga sebelah rumah yang jaraknya hanya hitungan langkah? Sakit? Tentu saja. Kecewa? Sudah biasa. Terluka? Sering. Terlebih ketika p...