"Sayang..""Iya Mami.."
Prilly berlari menghampiri Ibunya yang sedang membersihkan pot bunga miliknya di taman belakang.
"Kenapa Mi?" Tanya Prilly begitu tiba disamping Ibunya.
"Kamu lagi apa Nak?"
"Lagi main."
"Main atau ngintilin Ali?" Mata Zia sontak memicing menatap putri kesayangannya.
Prilly tertawa pelan kedua tangannya langsung memeluk erat tubuh Ibunya. "Prilly kan lagi berjuang supaya Mami dapat menantu sekeren Abang Ali." Katanya centil yang membuat Zia mendengus pelan.
"Iya tapi kadang Mami juga nggak suka liat kamu selalu ngganggu Ali kamu nggak liat gimana ekspresi Ali ketika kamu mengikutinya kemana-mana?" Prilly menganggukkan kepalanya. "Lihat. Abang kayak risih gitu kan Mi? Tapi Prilly udah terlanjur suka sama Abang gimana dong?"
"Dih kamu tuh ya."
Kembali suara tawa Prilly terdengar berderai. Pelukannya pada sang Ibu juga semakin mengerat.
"Mami sehat terus ya biar Mami bisa liat hasil perjuangan Prilly." Katanya serius.
Zia menghela nafasnya sebelum mengangguk pelan. "Mami akan selalu liat kamu Nak meskipun nanti Mami udah nggak ada di dunia ini kamu nggak akan lepas dari pantauan Mami."
"Ih Mami! Ngomongnya serem ih!" Protes Prilly melepaskan pelukannya ia tatap Ibunya dengan pandangan tidak suka. "Mami harus di sini terus sama Prilly. Nggak mau tau pokoknya Prilly nggak akan izinin Mami sama Papi kemana-mana kalau nggak bawa Prilly." Putusnya yang membuat tawa Zia terdengar.
"Jadi Mami sama Papi nggak boleh kerja? Miskin dong nanti kamu!" Ejek Zia yang kembali membuat putrinya menjerit tak terima.
Prilly yang begitu manja pada Ibunya ini benar-benar membuat perasaan Zia tidak enak. Ia takut jika sewaktu-waktu Tuhan memanggil dirinya bagaimana dengan Prilly? Zia tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya sang putri tapi ia selalu berdoa supaya Tuhan memanjangkan umurnya dan Niko supaya mereka bisa merawat putrinya sampai tumbuh dewasa.
Namun sayangnya takdir berkata lain tidak hanya Zia yang pergi melainkan Niko juga ikut serta meninggalkan putri semata wayang mereka.
Ali tak melepaskan pandangannya dari Prilly yang sejak tiba di area pemakaman hanya terdiam menatap kosong ke arah peti mati orang tuanya. Prilly tidak menangis bahkan ketika dua peti itu diturunkan satu persatu ke liang lahat yang digali berdampingan.
Niko dan Zia begitu mencintai satu sama lain bahkan ketika dimakamkan mereka tetap bersisian.
Prilly tidak bisa menggambarkan kondisi hatinya saat ini. Hatinya seperti ikut mati bersama orang tuanya. Ketika liang lahat orang tuanya mulai ditimbun tanah disaat itulah Prilly merasakan kesakitan yang luar biasa.
Dadanya terasa sangat sakit bahkan untuk bernafas saja ia kesulitan. Refleks Prilly meremas tangan Naura yang sejak dari rumah tak melepaskan pelukannya dari Prilly.
"Kenapa Pril?" Tanya Naura saat melihat wajah Prilly mulai berubah pucat. "Lo sakit? Prilly!!" Karena teriakan Naura yang begitu kencang semua yang ada di sana ikut menoleh Ali sendiri begitu cepat melesat kesamping Prilly.
"Prilly kenapa?" Tanyanya pada Naura. "Nggak tahu gue tiba-tiba ngeremas tangan gue terus nafasnya mulai tersendat-sendat." Jelas Naura begitu panik.
Reagan dan Adrian juga sudah ada di samping Prilly Rahma dan Fajar jelas tidak ketinggalan.
"Prilly kesulitan bernafas!" Kata Reagan bersiap menggendong Prilly yang mulai kehilangan kesadarannya.
Prilly sudah pasrah jika memang Tuhan menginginkan nyawanya saat ini ia rela. Prilly tidak ingin tinggal sendirian di duni ini. Ia ingin pergi bersama Mami dan Papinya.
"Biar gue aja!" Ali menahan lengan Reagan yang ingin menggendong Prilly.
Reagan ingin menjauh ia tidak akan membuat keributan disini. Namun tangan Prilly tiba-tiba menahan lengannya.
"Bawa gue sama lo Re. Gue mau sama lo." Ucap Prilly lemah namun terdengar jelas di telinga orang-orang yang mengelilinginya.
Kedua tangan Ali merosot jatuh. Untuk pertama kalinya ia merasakan bagaimana sakitnya ketika Prilly menolak dirinya. Inikah yang selama ini Prilly rasakan setiap kali ia menolak kehadiran gadis itu dan penolakan itu tidak terjadi satu atau dua kali sudah puluhan mungkin ratusan kali.
Dan Ali baru sadar sudah sebanyak apa ia memberikan luka untuk gadis mungil yang kini sudah berada dalam gendongan pria lain.
Ali hanya bisa menatap punggung lebar Reagan yang membawa Prilly meninggalkan are pemakaman. Kedua lengan kecil yang biasanya memaksa memeluk dirinya kini bertengger manis di leher pria lain.
Ya Tuhan kenapa rasanya sakit sekali?
"Kamu lihatkan Nak." Ali menoleh menatap Ibunya. "Disaat kamu menyia-nyiakan Prilly justru ada laki-laki lain yang mati-matian memperjuangkan Prilly. Dan sekarang nikmati penyesalan mu." Kata Rahma sebelum berbalik dan menghampiri teman-temannya yang datang ke pemakaman Zia dan Niko.
Fajar menoleh menatap putranya sekilas sebelum berbalik meninggalkan putranya sendirian.
Menyesal? Kenapa penyesalan itu rasanya sakit sekali?
***
Ada yang inbox katanya jangan Update banyak2 kak nanti ceritanya keburu end 😆😆
Duh gimana ya sayang, aku nggak bisa nyimpan ceritaku lama2 di draft bawaannya tangan aku gatal terus pengen Update, 🤭🤭
Tapi aku tetap apresiasi pendapat pembaca setiaku. Jadi gimana nih tahan Updatenya seminggu 2 x aja mau? Atau ada saran lain nih sayang2ku..
Ah ya, siapa yang nggak sabar nunggu promo akhir tahun? Nah buat yang belum koleksi pdf-pdf aku kesempatan banget nih kan?
Enaknya buat promo apa yaa? Ada saran nggak kira2? Oh ya mau tanya kira2 kalau cuplikan cerita aku kasih bocoran di tiktok ada yang setuju nggak?
Mau follow tiktok aku nggak sayang kalau banyak yang mau follow aku mikir2 lagi deh buat downlod tiktok. Jangan2 cuma aku aja yang kudet gk pakek aplikasi tiktok ya? Iya nggak sih.😝😝
KAMU SEDANG MEMBACA
My husband❤️
RomanceBagaimana rasanya mengejar cinta seorang pria yang sedari kecil kamu jadikan pangeran impianmu yang merupakan tetangga sebelah rumah yang jaraknya hanya hitungan langkah? Sakit? Tentu saja. Kecewa? Sudah biasa. Terluka? Sering. Terlebih ketika p...