Pagi harinya di kediaman keluarga Prilly terlihat Zia dan Niko yang sedang bersiap-siap di dalam kamar mereka tepatnya Niko yang bersiap untuk berangkat ke kantornya.
"Hari ini Papi ada meeting penting jadi siangnya Papi nggak pulang ya Sayang." Jelas Niko yang dijawab anggukan kepala oleh Zia.
Sejak tadi malam Zia sudah tidak terlihat bersemangat tepatnya setelah Niko menjelaskan bahwa ia dan sahabatnya Fajar ingin menjodohkan putra dan putri mereka.
Zia tidak setuju bukan karena apa ia tidak ingin putrinya terus menerus mengejar Ali apalagi sampai menikah, ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasib putrinya yang menikahi pria yang sudah jelas-jelas menolak kehadirannya.
Prilly-nya pasti akan semakin menderita.
"Mi?"
"Ah iya Pi." Zia tersentak kaget ketika tangan besar Niko menangkup pipinya. "Kamu ngelamunin apa?" Tanya Niko lembut.
Menghela nafasnya Zia memberanikan diri menatap suaminya lalu bertanya. "Papi yakin menikahkan Prilly dengan Ali?"
Niko menganggukkan kepalanya. "Hanya Ali satu-satunya laki-laki yang Papi percayai untuk menjaga putri kita." Ucapnya yang membuat Zia kembali menundukkan kepalanya. "Mami takut putri kita akan semakin menderita Pi." Keluh Zia sarat akan ketakutan.
Niko menghela nafasnya, ia peluk erat tubuh istrinya. "Papi tahu ketakutan Mami tapi sayang kita hanya perlu bersabar untuk melihat kebahagiaan putra dan putri kita. Lihat dan kita tunggu saja kebahagiaan itu menghampiri putri kita eum." Zia mendongak menatap suaminya. "Mami takut Prilly justru tidak akan bahagia dengan perjodohan ini Pi." Zia masih mencemaskan putrinya, sebagai seorang Ibu jelas hal yang paling ia takutkan adalah penderitaan putrinya.
Niko tersenyum lembut menatap istrinya dengan penuh cinta. "Percaya pada cinta Prilly Sayang, Mas yakin putri kita bisa membuat Ali bertekuk lutut bahkan mungkin nanti kita akan melihat Ali-lah yang akan pontang panting mengejar cinta putri kita." Niko tidak tahu jika perkataannya barusan suatu saat nanti mungkin saja akan terjadi. Niko hanya sedang berusaha menenangkan istrinya bukan bermaksud menyumpahi Ali pemuda yang akan menjadi menantunya.
Tapi jika hal itu benar-benar terjadi semua diluar kendali Niko. Jujur dilubuk hatinya yang paling dalam Niko juga ingin memiliki kesempatan untuk melihat bagaimana susahnya Ali mendapatkan hati putrinya kembali.
Tunggu dan lihat saja bagaimana takdir akan bekerja.
"Sekarang kita turun yuk. Siapa tahu Prilly sudah pulang." Ajak Niko yang dijawab dengusan oleh Zia. "Putri kamu itu mana mungkin pulang kembali tanpa sarapan bersama dengan keluarga Ali." Zia benar-benar tidak menyangka jika putri bungsunya akan sebucin itu pada Ali.
Tawa Niko terdengar berderai memenuhi kamar mereka. Niko dan Zia segera turun untuk sarapan dan memulai aktivitas mereka hari ini.
Di kediaman Gunawan terlihat seorang gadis yang baru keluar dari kamarnya berjalan riang menuju meja makan.
"Pagi Bunda! Pagi Ayah!" Sapanya dengan suaranya yang cempreng namun begitu ceria.
Rahma dan Fajar yang sudah bersiap untuk sarapan itu sontak tertawa gemas melihat putri kesayangan mereka itu.
"Pagi juga sayangnya Bunda, gimana tidur kamu nyenyak semalam?" Tanya Rahma sambil mempersilahkan Prilly untuk duduk dan sarapan bersama mereka.
Dengan gayanya yang ceria Prilly menarik kursi lalu menghempaskan bokongnya disana. "Nyenyak banget Bun, selalu nyenyak jika bobo disini." Ucapnya tanpa malu.
Tawa Fajar dan Rahma kembali terdengar sebelum deheman putra mereka terdengar dari arah tangga. Ali sudah siap dengan seragam sekolahnya.
"Pagi." Sapanya terlihat sekali tak berminat dan sangat terpaksa, moodnya seketika memburuk saat melihat gadis bermata bulat yang sejak tadi malam membuat moodnya kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
My husband❤️
RomansaBagaimana rasanya mengejar cinta seorang pria yang sedari kecil kamu jadikan pangeran impianmu yang merupakan tetangga sebelah rumah yang jaraknya hanya hitungan langkah? Sakit? Tentu saja. Kecewa? Sudah biasa. Terluka? Sering. Terlebih ketika p...