Chapter 2 : Menyesal?

6.9K 900 45
                                    

Mohon koreksiannya jika ada kesalahan tata bahasa atau typo.

Thanks for support and love, enjoy the story.

Cerita ini telah di revisi
.

.

Dalam perjalanan Logan untuk pulang, ia berpapasan dengan Sean. Kawan lamanya.

Ada sedikit penyesalan di benak Logan, mengapa dulu ia mengenalkan Sean pada Iren. Sudah terlalu terlambat untuk menyesali perbuatannya. Nasi telah menjadi bubur. Jadi anggap saja jika ini memanglah takdir.

"Lama tidak bertemu Sean, bagaimana kabarmu?" Itu merupakan pertanyaan basa-basi dari Logan.

"Baik, seperti yang kau lihat." Logan mengangguk, entah mengapa ia harus menganggukkan kepalanya.

"Berapa lama kau disini?" Pertanyaan Sean sedikit menyinggung perasaan Logan, padahal jika dalam keadaan normal pertanyaan itu normal. Bahkan Iren tadi juga menanyakan hal serupa.

"Tak akan lama, aku akan segera menyesuaikan urusanku dan kembali ke Sweden."

Sean seakan peka akan nada bicara Logan, "Logan, aku tidak berniat menyinggung perasaanmu. Aku bertanya karna mungkin jika kau tidak sibuk kita bisa menghabiskan waktu sebentar untuk berbincang."

Justru hal itu adalah yang paling di hindari oleh Logan, menghabiskan waktu bersama Sean bukan lah hal baik menurut Logan.

Logan tersenyum tipis, "Sean, sejak kapan aku tersinggung dengan ucapanmu? Tenanglah aku tidak merasa tersinggung," bohong Logan

"Akan ku kabari jika aku tidak sibuk," ucap Logan.

"Baguslah, akan ku tunggu kabar darimu." Logan mengangguk, ia tak akan pernah mengirim surat apapun pada Sean, tak akan pernah.

"Kalau begitu, aku pergi dulu." Sean melepas kepergian Logan dengan seulas senyum begitupun dengan Logan, ia juga ikut tersenyum, senyuman palsu yang langsung berubah datar saat ia melangkah menjauh dari Sean.

***
Susana di kediaman Duke Aldrich, terlihat damai. Para pelayan bekerja sesuai bidangnya, para ksatria keluarga juga tengah berlatih di barak.

Siang itu matahari cerah sekali, cocok untuk bersantai di gazebo taman, bunga-bunga juga sedang bermekaran sangan cantik sekali.

Cup.

Satu kecupan singkat mendarat dengan mulus di pipi sebelah kiri milik Lea, perempuan itu lantas menoleh kesamping dan mendapati suaminya yang tengah tersenyum manis padanya.

"Kamu sudah pulang?" tanya Lea basa-basi.

Bryan duduk di kursi kosong sebelah istrinya, ia mengangguk atas pertanyaan istrinya. Pekerjaanya sudah selesai sehingga ia bisa kembali ke rumah dengan cepat.

"Halo anak ayah, apa kamu tidak membuat ibumu kesusahan hari ini?" Bryan berbicara sambil mengelus perut datar milik Lea.

"Tentu saja tidak, dia anak yang pintar." Lea juga ikut menatap perutnya yang di elus oleh Bryan.

Setelah sekian lama pernikahan Bryan dan juga Lea, akhirnya mereka sosok yang mereka tunggu-tunggu hadir juga di antara mereka. Berita kehamilan Lea juga baru diketahui saat kandungan perempuan itu menginjak 1 bulan 2 minggu dan tepat hari ini kandungan Lea memasuki usia 2 bulan.

Bryan menatap Lea dengan bahagia, tangan kirinya mengelur pipi istrinya dengan lembut. "Kamu sudah makan siang?"

Bryan melepaskan tanganya dari pipi Lea, "Belum, aku tidak sempat karna langsung memilih pulang."

Lea mengangguk, kemudian ia menatap pelayan pribadinya-Yulia. "Tolong siapkan makan siang untuk suamiku," Lea menoleh sejenak ke arah Bryan dan kembali bertanya, "mau makan dil sini atau di dalam?"

"Di sini saja."

Lea kembali menoleh ke arah Yulia, "bawa makananya ke sini saja."

Yulia segera beranjak pergi untuk melakukan apa yang Lea perintahkan. "Sayang, apa kamu tahu Iren sedang sakit?"

"Tidak, apa Iren memberitahumu jika dia sedang sakit?" Tanya Lea.

"Baru saja aku menerima surat dari Sean, Iren memintanya untuk menyampaikan padamu. Bahwa kondisi kesehatan Iren tidak baik jadi, dia tidak bisa datang bersamamu ke pesta teh Lady Rowen sore ini," jelas Bryan.

Lea dan juga Iren, mereka cukup dekat satu sama lain setelah Lea resmi menjadi istri dari Bryan. Beberapa kali mereka bertemu pada pesta, lambat laut mereka menjadi dekat begitu saja.

"Jika aku bisa memilih, aku ingin menjenguk Iren dari pada menghadiri pesta teh itu," ucap Lea. Wajahnya yang sedang cemberut itu terlihat menggemaskan di mata Bryan. "Kenapa begitu, kamu bisa saja menghadiri pesta itu sore ini dan besok pagi kamu bisa menjenguk Iren."

Lea menggeleng, "aku tidak suka pesta teh itu, disana akan ada Lady Raymond. Jika aku sendiri pergi ke sana tanpa Iren, Lady Raymond hanya akan menjelek-jelakan Iren dan aku tidak suka mendengarnya."

"Begitukah? Apa Lady Raymond selalu seperti itu, maksudku selalu menjelekkan Iren?"

Lea menggeleng, "tidak secara gamblang tapi semua orang tahu jika Lady Raymond menyinggung Iren, ada dan tidak ada Iren ia selalu menjelekkan orang-orang yang tidak ia sukai."

Bryan hanya diam, menatap istrinya yang sedang bercerita. "Jika aku jadi Iren, aku sudah pasti akan menyiram teh panas ke muka Lady Raymond. Tapi, kamu harus tau sayang! Betapa kerennya Iren membalas Lady Raymond, pembawaan yang tenang saat bicara tapi setiap kata yang keluar dari mulutnya begitu menusuk. Meski begitu Iren selalu menang dengan caranya, sepertinya berdebat adalah suatu keahlian yang di miliki Iren."

Selama Lea bercerita, Bryan selalu menatap wajah istrinya, berusaha menjadi pendengar yang baik untuk istrinya. Bryan mengangguk, setuju dengan ucapan istrinya yang mengatakan jika berdebat adalah suatu keahlian yang mantan tunangannya itu miliki.

"Ya, Iren memang selalu seperti itu, tenang tapi mematikan, kita tidak bisa menebak apa yang ia tengah pikirkan, apapun yang ia lakukan selalu di luar dugaan."

Yulia datang dengan nampan makanan di tangannya, segera menyajikan makanan itu di hadapan tuannya.

"Lakukan apa yang kamu mau, jika kamu tidak mau datang, ya tidak perlu datang. Tidak perlu memaksakan diri," Bryan memperbaiki posisi duduknya untuk segera menyantap makanan.

"Yulia, tolong kirim beberapa dessert ke rumah Lady Rowen, sekalian beritahu jika aku tidak datang karna menjenguk Lady Lucia."

"Baik Nyonya."

sepeninggalnya Yulia, Lea dan Bryan menghabiskan waktu dengan bercengkrama sambil menyantap makan siang mereka dengan bahagia dan tenang.

TBC


Ending Of The VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang