Terimakasih sudah bersabar menunggu, Ruby harap chapter ini akan mengobari rasa rindu kalian. Selamat membaca.
Seminggu setelah pejamuan besar diadakan, Iren dan juga Sean datang mengunjungi istana. Salah satu prosedur penting sebelum seorang bangsawan menikah adalah mereka mendapatkan restu dari Kaisar, itu mengapa Iren dan Sean datang secara langsung untuk mendapatkan izin dari Kaisar.
Pertemuan mereka dengan kaisar tidak berlangsung lama, hal ini disebabkan Kaisar harus mendatangi rapat dengan para mentri.
"Marchioness," panggilan itu tertuju kepada Iren, itu karena Iren telah menjadi kepala keluarga De Vony dan sudah semestinya semua orang memanggilnya dengan gelar Marchioness dan bukan lagi Lady.
"Ya, Yang Mulia."
"Aku sangat mengetahui, apa yang terjadi antara mu dengan putraku. Meski berita pernikahan kalian akan sangat melukai putra mahkota tapi aku yakin anak itu akan baik-baik saja dan ku harap kalian akan bahagia seterusnya. Jangan sungkan untuk meminta bantuankku Marchioness, pintu istana ini terbuka untukmu, datanglah jika kamu memerlukan bantuan."
Iren membungkukkan sedikit badannya, "terimakasih atas kemurahan hati Yang Mulia, saya juga akan selalu mendoakan yang terbaik untuk putra anda."
Untuk beberapa saat Iren dan Kaisar bertatapan dengan senyuman yang terukir di wajah mereka.
"Yang Mulia, para mentri telah menunggu anda," ucap ajudan Kaisar yang baru saja memasuki ruangan pertemuan mereka.
"Baiklah, aku akan pergi dan tolong ingat pesan ku Marchioness."
"Akan saya ingat Yang Mulia," jawab Iren.
Kaisar menatap sejenak kepada Sean yang berdiri dibelakang Iren, "tolong jaga dia dengan baik Sean, ingatlah bagaimana marquess menjaga putrinya ini. Kau juga harus melakukan hal yang sama Sean, meski harus berkorban nyawa. Apa kau mengerti?"
"Tentu Yang Mulia, saya akan menjaganya dengan baik anda tak perlu khawatir," balas Sean, ia menjawabnya dengan penuh keyakinan. Hal itu membuat Kaisar tersenyum puas dan mulai berjalan meninggalkan keduanya.
Tinggallah mereka berdua dalam ruangan itu, Iren membalikan badannya menghadap Sean.
"Kamu hanya perlu menjagaku dengan baik Sean, tapi tidak dengan mengorbankan nyawamu. aku harap kamu mengingat itu."
"Kenapa? kenapa aku tidak boleh mengorbankan nyawaku untukmu?" Bagi Iren ini pertanyaan yang sangat bodoh sekali.
"Nyawa itu sangat berharga Sean jadi, kamu ti-"
"Kamu juga berharga untukku Iren, sangat berharga untukku bahkan melebihi nyawaku sendiri"
tanpa sadar Iren melayangkan pukulan pada bahu Sean. "Aku benci saat kamu mengatakan itu Sean, jangan katakan itu dan berjanji padaku untuk lebih menghargai nyawamu."
"Aku tidak mau, bagiku itu merupakan hal yang sepatutnya dilakukan oleh pasangan, jadi tidak ada yang salah. Aku melakukannya karena aku mau melindungimu Ren, cobalah mengerti."
"Aku tidak mau mengerti Sean, kamulah yang harusnya mengerti aku." Iren menatap Sean dengan tatapan yang sangat Sean kenal, jika sudah seperti ini, Sean sangat yakin jika Iren tak ingin dibantah dan dia bersungguh-sungguh.
"Aku ..aku hanya tidak mau melihat seseorang kehilangan nyawanya karena ku Sean. Mungkin bagimu, berkorban nyawa adalah hal yang sudah sepatutnya dilakukan oleh pasangan atau orang yang mencinta kita. tapi bagiku Sean, bagiku ku itu sangat menyakitkan."
Sean menarik tubuh Iren yang mulai bergetar kedalam pelukannya, "maafkan aku Ren, maaf aku tidak memahami maksudmu."
Bagi Iren yang pernah merasakan kehilangan seseorang yang berharga untuknya, apalagi orang itu mati untuk melindunginya. itu pasti menjadi trauma tersendiri bagi Iren dan mungkin Iren tak ingin itu terulang lagi.
"Aku berjanji akan menjaga dirimu dengan baik Ren, dan aku juga akan menjaga diriku sehingga aku tidak meninggalkanmu. Semua akan baik-baik saja"
***
Kabar pernikahan Iren dan juga Sean telah menyebar ke penjuru kekaisaran, tentu saja Logan adalah orang pertama yang menerima undangan pernikahan keduanya.
"Sepertinya memang tidak ada harapan bagiku."
Dari kaca besar diruangan kerjanya yang berada di lantai dua, ia menatap matahari yang mulai terbenam. Begitu cantik dan indah.
"Kupikir tidak berada di dalam satu lingkungan akan lebih memudahkan aku untuk bisa melupakanmu, tapi kenapa ini terasa lebih sakit."
Selama ini Logan pikir ia sudah benar-benar merelakan Iren, ia memaksa pikirannya untuk melupakan sosok perempuan itu. Ia menyibukkan dirinya dengan banyak kegiatan, berharap dengan begitu dia akan mudah untuk melupakan perempuan yang begitu ia cintai. Namun, air mata yang selalu ia tahan, sore itu pecah begitu saja tanpa bisa ia tahan lagi. Dadanya terasa begitu sesak dan berkali-kali tangannya memukul dadanya sendiri, berharap rasa sesak itu hilang.
Dalam keheningan sore itu, di dalam ruangan kerjanya. Logan menumpahkan seluruh rasa sedih dan sakitnya. Membiarkan semesta menyaksikan, betapa menyedihkan dirinya.
***
Sunyi dan gelap, itulah gambaran kamar Geez. Satu-satunya penerangan hanya cahaya bulan yang menerobos masuk.
Dituangnya botol anggur kedua yang hampir kandas isinya kedalam gelas yang telah kosong, Geez sadar jika sebanyak apapun ia minum itu tak akan merubah apapun yang telah ditetapkan.
Pintu kamar yang sedari tertutup rapat tiba-tiba terbuka, tanpa mengalihkan pandanganya setelah ia meminum habis anggur di dalam gelas, Geez mulai berkata, "Bukankah aku menyuruh untuk tidak menggangguku saat ini."
Tak ada jawaban apapun tapi Geez masih bisa mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Kewaspadaanya sedang lemah, bisa saja jika yang datang adalah musuh maka bisa dipastikan Geez akan mati malam itu juga tapi syukur itu bukan musuh ataupun pembunuh bayaran. Itu adalah Kaisar, ayah dari Geez.
"Ayah?" ucap Geez saat melihat sosok ayahnya berdiri didepannya. Tanpa mengucapkan apapun, Kaisar duduk tepat di samping Geez.
Ia menatap botol anggur yang berada di atas meja lalu menghela nafas berat, Geez tak mengucapkan apapun, ia malah kembali menuangkan sisa anggur yang ada. Sejenak saat Geez ingin meminumnya, ayahnya menahan tangannya. Mengambil gelas itu dari tangan anaknya dan meletakkannya kembali ke atas meja.
"Ayah."
Tanpa berkata apapun, Kaisar menarik putranya kedalam pelukannya, menepuk-nepuk punggung putranya lalu berbisik, "tak apa jika laki-laki menangis nak, kita juga manusia. Tak apa-apa jika kita merasa sedih, kamu tidak perlu menahannya."
Geez yang awalnya diam setelah mendengar ucapan ayahnya, tanpa bisa ia tahan lagi ia menangis dalam pelukan ayahnya malam itu. Seakan-akan memahami apa yang putranya rasakan saat itu, Kaisar mengeratkan pelukannya pada putranya.
"Kau begitu mencintainya ternyata," ucap Kaisar tanpa ada jawaban apapun dari putranya.
Saat tangisan putranya mulai terdengar reda, kaisar mulai berkata," Nak, maaf. Meski ayahmu ini merupakan Kaisar, tapi ayah tak bisa melakukan apapun untuk mengobati rasa sakitmu. Bahkan jika ayah ingin egois dengan memerintahkan pernikahan mu dengan perempuan itu, bisa sangat dipastikan, jika kehidupan pernikahan kalian tidak akan bahagia Nak." Kaisar menjeda sejenak ucapannya.
"Jika seseorang itu tidak menginginkan kita, maka kita tidak boleh memaksanya nak. Lepaskan dia sepenuhnya, karna tidak ada gunanya mati-matian berjuang untuk seseorang yang tak ingin bersama kita. Maka dari itu Geez, ayah berharap setelah malam ini kamu bisa melepaskan Iren dengan sepenuhnya. Kamu dan Iren sama-sama berhak bahagia dan jika Iren telah menemukan kebahagiannya, kamupun perlu menemukan kebahagiaanmu sendiri."
Dalam dekapan sang ayah, Geez mengangguk. Ia paham dan mengerti apa yang ayahnya sampaikan. Dalam lubuh hati terdalamnya, ia mendoakan kebahagian untuk sosok perempuan yang begitu ia cintai, ia juga berdoa semoga Dewa memberikan kebahagian untuknya setelah ini.
To be Continue
Siapa yang pernah ngerasain sakitnya mencintai orang yang gak cinta balik ke kita?
Coba dong ceritain kisah percintaan kalian yang bisa bikin kalian mikir "gila ya, gue udah setulus ini masi bisa di sia-sia kan" atau "Gue kurang apa lagi sih, sampai dia bisa selingkuhin gue?"
Yokk ceritaaa, ruby mau tau nihh
KAMU SEDANG MEMBACA
Ending Of The Villainess
FantasyIrenica Lucia De Vony tokoh utama Villain, setelah melalui berbagai penderitaan, semesta masih belum mengizinkan Irenica untuk bahagia. Cinta, kebahagiaan, dan hidupnya, terus diuji. Melawan untuk menang atau diam untuk mati. Bagaimana ending dari I...