43. Still in Love

251 53 2
                                    

43. Still in Love




"Kenapa? Lo marah sama gue? Lo benci sama gue? Kasih gue kesempatan satu kali aja."

Cowok itu menggeleng. Meski itu akan menyakiti hati gadis di depannya. Bukankah kejujuran yang pahit lebih baik daripada kebohongan yang manis?

Ia menyodorkan tissue—meminta gadis di depannya untuk menghapus jejak airmatanya.

"Jujur aja, San. Perasaan gue emang udah berubah. Udah nggak kayak dulu lagi."

Ia menarik tangan gadis itu. Menggenggamnya dengan lembut. Mungkin dulu ketika bersentuhan secara fisik meski hanya sebatas sentuhan biasa, ia akan merasa desiran aneh di dadanya. Yang kadang membuatnya tak nyaman dan gugup.

Namun berbeda dengan sekarang. Desiran aneh itu sudah hilang sama seperti perasaannya.

Tidak ada lagi jantung yang berdetak kencang. Tidak ada rasa gugup ataupun wajah yang tersipu malu.

"Maafin gue, ya."

Sandra menarik tangannya cepat. Kenapa kesempatan dan perasaannya tidak hadir di waktu yang tepat?

"Sedikit pun nggak ada yang tersisa buat gue?" tanya gadis itu lirih.

Rudy menggeleng. Sesungguhnya ia merasa brengsek saat ini karena telah membuat seorang gadis menangis. Jika papinya tahu tentang ini, ia yakin seminggu penuh ayahnya akan terus memberikannya wejangan.

"San, maaf banget, ya. Jangan nangis lagi, dong." Rudy menghapus jejak airmata gadis itu dengan hati-hati.

Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ

Rudy meneguk air mineralnya. Cowok itu mengusap wajahnya yang penuh keringat. Sementara Alex di sampingnya tampak bisa saja setelah nge-gym.

"Nolak cewek yang suka sama kita itu kejam gak sih, Lex?"

"Nggak. Yang kejam itu lo manfaatin cewek yang suka sama lo."

Rudy bergeming—ia memikirkan ucapan sahabatnya itu.

"Tumben nanya begituan, emang ada yang suka sama lo?"

Rudy memukul bahunya. Sejak kapan sifat jelek Naya menular pada Alex?

"Sandra kemarin bilang suka sama gue. Ngajak pacaran gitu."

Air yang masih ada di dalam mulutnya segera disemburkan cowok itu. Alex menatapnya kaget sampai tak bisa mengucapkan sepatah kata.

"Terus?"

"Gue tolak. Gue kan sekarang sukanya sama Naya." Rudy tersenyum mengingat wajah kesal gadis itu beberapa hari lalu.

Naya memang bukan cewek lemah lembut seperti Sandra, bukan cewek yang menyukai benda-benda lucu, bukan cewek yang suka diposesifin.

Tapi, Naya istimewa. Ia punya sesuatu yang tidak dimiliki oleh cewek-cewek lain.
Mulutnya yang kelewat jujur itu selalu berkata apa adanya. Kalau iya, ya iya. Kalau tidak ya tidak. Kadang Rudy dibuatmelayang karenanya, tapi ia lebih sering dijatuhkan.

Naya cantik?

Di mata Rudy gadis itu jadi yang paling cantik meski kadang rambutnya berantakan atau outfit-nya hanya celana Levis dan kaos hitam yang sudah mulai kucel karena keseringan dipakai.

Naya yang kadang marah-marah padanya terlihat menyeramkan di mata orang lain. Tapi di mata Rudy, ketika gadis itu marah, sisi menggemaskannya bertambah. Sampai-sampai Rudy sulit untuk menahan tangannya untuk tidak mencubit pipi gadis itu.

His Favorite GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang