22. Get into Mischief

304 63 1
                                    

★Your voment are so precious to me★
★Happy Reading Besties★



22. Get into Mischief




"Om Satria akan tinggal sama kita," ucap Damaris memberitahu Naya walau gadis itu tampak tidak tertarik sedikit pun.

Damaris melanjutkan ucapannya. "Dia akan ngawasin kamu selama kamu pergi ke luar."

Naya memelot tak suka. Ia langsung melayangkan protes kepada ayahnya.

"Naya nggak suka diawasin, Yah. Naya ini bukan anak raja yang ke mana-mana harus dikawal," tukas Naya. Lagipula, ia juga bisa melindungi dirinya dengan kemampuan bela diri yang  sudah diasah sejak kecil dan selama bertahun-tahun.

Damaris terlihat tidak setuju. "Kamu itu kalau udah di luar, sering kali lupa waktu. Ingat, Naya, kamu ini anak gadis bukan anak laki-laki."

"Kalau kata ayah harus kayak gini, ya harus kayak gini. Kamu jangan melawan," sambung Damaris.

Aura di ruangan itu semakin terasa dingin seperti sorot mata Damaris. Adinda dan Satria saling pandang sesaat. Kedua bersaudara itu terlihat khawatir kepada ayah dan anak itu.

Naya mendorong kursinya ke belakang, gadis itu kemudian segera bangkit berdiri. Sebelum pergi, Naya mengatakan sesuatu pada Damaris.

"Naya nggak suka dipaksa dan ayah tau itu."

Kedua kaki Naya kemudian membawanya keluar dari rumah itu. Ia buru-buru menyetop ojek pengkolan yang kebetulan sedang lewat.

Atas perintah kakak iparnya, Satria segera menyusul Naya. Ia sudah dipercaya untuk melindungi gadis itu, maka dengan kekuataannya Satria akan melakukan yang terbaik. Ia terus melajukan motornya mengikuti Naya.

Ojek yang ditumpangi Naya berhenti di sebuah bangunan yang pengerjaannya ditunda. Naya naik ke bagian rooftop bangunan itu dan duduk di tepiannya. Di sana, Naya memandangi keadaan di bawahnya sambil sesekali mengusap pipinya.

Derap langkah kaki yang terdengar membuat Naya menoleh sekilas. "Ngapain lo ke sini?"

Satria tidak menjawab. Ia berdiri tidak jauh dari posisi gadis itu.

"Kenapa sih ayah nyuruh orang lain buat jagain gue?" gumam Naya.

"Sebegitu nggak sayangnya dia ke gue sampai nyuruh orang lain gantiin dia?"

"Naya maunya ayah yang jagain Naya, yang perhatiin Naya, bukan orang lain."

Pertanyaan-pertanyaan itu terus bermunculan di benak Naya. Selama ini yang ia inginkan adalah ayahnya menunjukkan rasa sayangnya kepada dirinya. Sejak dulu Naya selalu menginginkannya bahkan sampai sekarang meski ia merasa tak ada lagi harapan.

Matahari sudah terbenam, dan langit mulai berubah menjadi gelap. Namun, Naya masih setia duduk di sana tanpa berpindah sedikit pun selama berjam-jam. Begitu pula dengan Satria, pria itu juga masih ada di sana.

Satria berjalan mendekati Naya lalu berdiri di samping gadis itu. kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya. "Udah gelap, pulang."

Netra gadis itu melirik sekilas ke kiri. Ia mendengkus sedikit kesal sebab Satria ternyata masih belum pergi. "Kalau mau pulang, pulang aja sendiri," balasnya dengan nada ketus.

Satria menghela napas pelan. Benar kata kakaknya kalau Naya memang sulit diatur. Ia harus mampu bersabar menghadapi anak yang sudah lah sopan santunnya kurang malah suka membangkang.

"Kamu itu, ya, kenapa susah banget nurut? Masih syukur ada yang peduli sama kamu," ujar Satria lalu berjongkok di sebelah Naya.

Tanpa disadari pria itu, Naya langsung segera melayangkan pukulan keras ke wajahnya. Satria meraba pipinya yang terasa begitu sakit. Pria itu menatap Naya dengan pandangan sulit percaya bahwa gadis itu lah yang benar-benar telah melakukannya.

His Favorite GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang