Luna

128 13 0
                                    

Hanbame bame pin nunbusin bitcheoreom
Dalbiche banhae pin haiyan kkotcheoreom
Hansungan sarajin harutbam kkumcheoreom
Byeol ttaragada sip rido mot gara
Hanbame bame pin nunbusin bitcheoreom
Dalbiche banhae pin haiyan kkotcheoreom
Hansungan sarajin harutbam kkumcheoreom
Dal arae neoneun cham areumdapguna
.
.
.
.

Seperti mekar cahaya yang mempesona di tengah malam
Seperti bunga putih mekar antara cahaya bulan
Seperti mimpi yang menghilang semalam
Kau bahkan tidak bisa pergi bermil-mil jauhnya ketika kau mengikuti bintang-bintang
Seperti mekar cahaya yang mempesona di tengah malam
Seperti bunga putih mekar antara cahaya bulan
Seperti mimpi yang menghilang semalam
Kau begitu cantik di bawah bulan
.
.

Winter berjalan dari gedung kampusnya hingga cafe tempat ia akan bertemu dengan Cya. Cafe Luna memang sangat dekat dengan kampusnya, hanya menempuh jarak tiga menit jika ditempuh dengan berjalan kaki. Letak cafe tersebut tepat di pinggir jalan raya, sangat mudah ditemukan. Terkadang ia merasa beruntung karena letak kampusnya sangat strategis.

Winter membuka pintu kaca cafe, lonceng berbunyi. Cafe itu meletakkan lonceng di atas pintu agar karyawan mengetahui ketika ada pengunjung yang datang.

"Selamat datang," sapa seorang pemuda yang baru saja mengantar pesanan seorang pengunjung. Pemuda itu melihat Winter masuk dan menyapa dengan senyum ramah.

Winter hanya balas tersenyum kemudian ia duduk di salah satu meja dengan dua kursi. Ia memilih meja itu karena ia hanya akan bertemu dengan Cya. Jadi cukup dengan meja persegi dengan dua kursi berhadapan.

Jujur saja Winter sedikit gugup akan bertemu teman kecilnya itu. Kira-kira sudah berapa tahun mereka tidak bertemu? Sembilan tahun? Sepuluh tahun? Ah, sudah lama sekali. Dan sudah lama pula ia merindukan pemuda itu berharap suatu saat bisa bertemu dan bermain bersama lagi. Dan hari ini mereka bertemu kembali dan mengobrol.

"Apa yang mau gue obrolin ya?" gumam Winter.

"Selamat siang, Kak. Silakan dilihat menu dari kami." Seorang pemuda yang sama dengan yang menyapanya tadi menghampirinya dan memberikan daftar menu.

Winter melihat-lihat daftar minuman. Ia belum tertarik untuk memesan makanan karena ia masih merasa kenyang. Akhirnya setelah memilih, ia memesan secangkir butter coffee.

"Saya pesen bulletproof Coffee satu," ujar Winter.

Di menu memang tertulis bulletproof coffee, namun ia tahu bahwa itu adalah butter coffee. Kebetulan ia kurang berminat untuk meminum kopi yang terlalu manis.

"Baik, satu bulletproof coffee. Ada tambahan lagi?"

Winter hanya menggeleng. Kemudian pemuda dengan celemek berwarna biru itu mengambil daftar menu dan berjalan meninggalkan Winter. Sebelum pergi, pemuda itu mengatakan dengan sopan agar Winter bersedia menunggu pesanannya diantar.

Beberapa saat kemudian, pemuda yang sama kembali ke meja Winter sembari membawa secangkir kopi. "Maaf telah membuat Kakak menunggu lama, secangkir bulletproof coffee siap dinikmati."

"Makasih," ucap Winter dengan senyuman.

Winter melihat jam tangannya. Ini sudah pukul tiga lebih tujuh menit. Mengapa Cya belum datang juga? Apakah dia tidak datang?

LUCID DREAM 2: UNIVERSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang