Silent Night

96 13 19
                                    

Siang ini Jeno dan Jaemin memutuskan untuk duduk mengobrol di Luna Cafe. Kebetulan Jaemin memang suka menghabiskan waktu di sana karena menu-menunya sangat lezat dan terjangkau untuk kantong pelajar.

Mereka berdua berjalan menuju cafe itu yang terletak tidak jauh dari fakultas Jaemin. Karena sekarang sudah menginjak waktu makan siang, mereka berjalan cepat menuju cafe agar tidak kehabisan tempat. Biasanya Luna Cafe memang ramai, apalagi ketika siang dan malam hari.

Mereka telah sampai di cafe dan membuka pintu. Jaemin masuk terlebih dahulu disusul oleh Jeno. Kakinya sudah masuk dua langkah dan kemudian ia berhenti. Manik matanya melihat di sudut ruangan ke arah dua orang yang tengah duduk berbincang.

Matanya membesar. Ia melihat Winter. Gadis itu tampak asik berbincang dengan seorang pemuda yang tidak lain adalah Cya. Mereka tampak sangat akrab. Senyum merekah di bibir keduanya.

"Jen! Lo ngapain berdiri di situ?" Jaemin mengalihkan pandangan Jeno.

Mendengar suara Jaemin yang cukup keras, Winter menengok ke arah sumber suara. Ia melihat Jaemin. Kemudian matanya tertuju pada Jeno yang juga menatapnya.

Tanpa mengucap apa-apa, Jeno berbalik dan keluar dari cafe. Jaemin kebingungan mengapa sahabatnya itu terburu-buru keluar. Ia segera berdiri dan menyusul Jeno.

Winter pun beranjak dari tempat duduknya. Ia tidak mempedulikan Cya yang memanggilnya. Yang di pikirannya adalah Jeno. Akhirnya Cya pun menyusul Winter yang keluar.

Beberapa saat kemudian, keluar seorang gadis dari toilet sembari merapikan pakaiannya. Itu Karina. "Sorry, gue lam-"

"Lah, mereka ke mana?" gumamnya melihat tempat duduk yang Winter dan Cya tempati telah kosong.

Di luar Jeno sudah tidak terlihat. Winter berhenti. Ia melihat ke segala arah dan tidak menemukan Jeno. Padahal ia yakin sekali bahwa tadi yang dilihatnya adalah Jeno.

"Lo kenapa tiba-tiba lari?" tanya Cya.

"Jeno. Tadi gue lihat Jeno," jawab Winter.

"Jeno?"

Sesegera mungkin Winter menghubungi kekasihnya itu melaui telepon. Namun panggilannya tidak dijawab oleh pemuda itu. Sekali lagi ia mencoba menghubungi dan percuma. Jeno tidak mengangkatnya.

"Gimana nih? Jeno gak ngangkat telepon gue." Winter menjadi cemas.

"Mendingan lo tenangin diri lo dulu. Kita ke dalem lagi aja. Nanti lo bisa telepon dia lagi," ujar Cya menenangkan Winter.

Winter mengangguk dan menuruti apa kata temannya itu dan berjalan kembali ke cafe.

"Kalian dari mana?" tanya Karina yang tengah duduk sambil melipat tangannya di dada.

"Guys, kayaknya hari ini gue gak bisa ikut latihan dulu," ucap Winter.

"Kenapa? Muka lo kok murung gitu? Perasaan tadi biasa aja deh?" Karina mulai merasa bingung dengan sahabatnya itu.

"Tadi gue liat Jeno dateng, tapi dia langsung pergi pas lihat gue. Kayaknya dia salah pahan deh," jelas Winter.

"Kalo gitu tunggu apa lagi? Ayo samperin." Karina berdiri dan menarik tangan Winter untuk pergi.

Winter tidak kunjung berdiri meski tangannya ditarik oleh Karina. "Samperin ke mana?"

"Jadi lo gak tahu dia pergi ke mana?" Karina melonggarkan genggamannya.

Winter menggeleng. Karina kembali duduk. Mereka terdiam, tidak tahu harus berbuat apa. Cya menyarankan Winter untuk menghubungi Jeno. Winter melakukannya, tetapi tidak ada jawaban.

"Yaudah kalo gitu kita cari di kampusnya. Atau kita samperin ke runahnya," ucap Karina menyarankan.

"Kalo gitu kalian cabut aja gak papa. Nanti gue bilang ke Kak Yonghoon kalo kalian gak bisa ikut latihan," ujar Cya.

"Eh tapi seminggu lagi kan uda hari-H," tukas Winter.

"Gak papa."

"Yaudah kalo gitu kita pergi dulu. Thanks ya. See you, Cya." Karina menarik tangan Winter.

....

Winter dan Karina telah sampai di kampus Jeno. Lebih tepatnya di fakultas tempat pemuda itu menimba ilmu. Dari lantai satu hingga lantai tiga mereka berkeliling, tetapi tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Jeno.

Kemudian mereka pergi ke food court, ada 4 food court di kampus besar itu. Namun Jeno tidak juga terlihat. Winter hampir menyerah, tetapi Karina tetap terus mencari.

Hampir setengah jam mereka berkeliling kampus, tetap tidak menemukan Jeno. Akhirnya mereka memutuskan pergi ke rumah pemuda itu.

Karina tidak peduli jika bensinnya habis. Ia tidak mau sahabatnya itu putus dengan cara konyol. Semua salah paham harus diselesaikan.

"Lo yakin Jeno pulang?" tanya Winter.

"Gatau juga. Mendingan kita tanya aja. Itu kayaknya asisten di rumahnya deh. Ayo kita tanya."

Karina dan Winter menemui asisten rumah tangga yang tengah membersihkan halaman rumah. Kata wanita paruh baya itu, Jeno tidak ada di rumah. Winter kecewa dengan jawaban itu, tetapi ia memang tidak melihat motor Jeno di garasi.

Nihil, akhirnya mereka pamit dan kembali menaiki motor. "Dia pergi ke mana sih? Lo tahu tempat biasa dia nongkrong gak?" tanya Karina.

"Biasanya sih dia suka nongkrong di angkringan. Tapi kalo siang gini pasti masih tutup."

"Terus kita mau cari di mana lagi ini?" tanya Karina.

"Anterin gue pulang aja, Rin."

"Lah kok pulang?"

"Gak papa. Gue pengen sendiri dulu."

"Yaudah kalo gitu. Gue ngerti kok. Gue anterin lo pulang sekarang."

....

Selama siang hingga sore Winter tertidur karena lelah setelah mencari Jeno. Malam ini ia mengecek ponselnya dan tidak ada pesan apa-apa dari Jenno.

Ia mencoba menghubungi kekasihnya itu beberapa kali, tetapi Jeno tidak menjawabnya. Ia juga mengirim beberapa pesan kepada pemuda itu.

Kemudian ia menunggu Jeno membalas pesannya. Ia duduk di balkon rumah sambil menatap bintang-bintang. Ia juga berdoa semoga Jeno cepat membalas pesannya.

Satu jam berlalu. Ia melihat ponselnya lagi. Tidak ada balasan, dibaca pun tidak.

"Kamu ke mana sih?" gumam Winter.



🌸🌸🌸🌸

Halo semua^^
Maaf kalo bikin kalian nunggu lama lagi😭
Semoga bab ini tidak mengecewakan kalian ya><
Kalo kalian suka jangan lupa vote, komen sebanyak-banyaknya, dan share ke temen-temen kalian ya^^
Terima kasih🙏

LUCID DREAM 2: UNIVERSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang