Polaris

81 12 3
                                    

Jeo meolli bamhaneul sogeseo
Yunanhi bichnaneun byeori boyeosseo
Maeil bame jeo byeoreul barabomyeo
Uriui mannameul geu siganeul
Chueokhada jamdeureo
Neon eodie isseulkka
Jigeum neodo nacheoreom
Gateun saenggagilkka
Gaseum soge ganjikhae wassdeon
Seororeul hyanghan iyagi
Neoege geu mari dahgi wihae
Cham orae geolliguna
Urin seororeul talma
Gateun chueogeul ango sara
Geuge neoraseo haengbokhae
Geu manheun inyeon soge
Sumanheun saram junge
.
.
.
.

Jauh di langit malam
Aku melihat bintang yang bersinar luar biasa
Melihat bintang setiap malam
Itu memenuhi waktu kita
Tertidur
Di mana kamu?
Sekarang kamu juga menyukaiku
Apakah itu ide yang sama?
Aku menyimpannya di hatiku
Saling berbicara
Untuk menghubungimu
Butuh waktu lama
Kita mirip satu sama lain
Aku hidup dengan kenangan yang sama
Aku senang itu kamu
Dalam banyak ikatan
Di antara banyak manusia
.
.

Di malam tanpa awan ini Winter duduk di balkon rumahnya. Dengan berteman gitar akustik dan ponselnya, ia bernyanyi sambil melihat kerlip bintang yang bertaburan di langit bersama bulan yang tersenyum.

Di layar ponsel itu ada Jeno yang tersenyum mendengar nyanyian Winter. Begitu merdu suaranya dan sangat sopan didengar.

Winter selesai menyanyikan lagu. "Itu judulnya Polaris," ucapnya pada Jeno di dalam panggilan video.

Jeno tampak tersenyum. "Judulnya bagus. Kamu tahu tentang Polaris?"

"Polaris itu bintang paling terang di rasi bintang Ursa Minor. Polaris juga biasa disebut Bintang Kutub atau Bintang Utara karena letaknya dekat dengan langit kutub utara. Jaraknya 433 tahun cahaya dari bumi."

"Kamu tahu banyak tentang bintang?" tanya Jeno. Entah mengapa Winter merasa suara pemuda itu lembut sekali.

"Aku belajar dikit-dikit. Akhir-akhir ini aku penasaran banget tentang astronomi," jelas Winter.

Jeno masih tersenyum. "Selain Polaris ada berapa banyak bintang yang paling terang?"

"Setahuku ada 25 bintang paling terang di langit belum termasuk Polaris." Winter berusaha mengingat.

"25? Banyak ya," respon Jeno.

"Itu cuma bintang paling terang yang bisa dilihat dari bumi. Mungkin di luar sana ada triliunan bintang yang jauh lebih terang."

"Tapi menurutku triliunan bintang itu masih kalah terang sama kamu," ucap Jeno merendahkan suara.

"Kamu itu bintang yang paling terang di mataku, lebih terang dari semua bintang di alam semesta ini," lanjut pemuda itu dengan senyum manisnya.

Winter melebarkan matanya. Jantungnya mulai berdetak di luar kendali. Ia terpaku. Otaknya seketika tidak bisa bekerja dengan baik dan ia tidak tahu harus berbuat apa.

"Kok bengong? Coba nyanyi lagi, aku masih pengen denger suara kamu," ujar Jeno.

Winter dengan gelagapan segera meraih gitarnya kembali yang sempat diletakkannya. Kemudian ia berusaha memaksa otaknya untuk memikirkan lagu untuk dinyanyikannya.

"Aku mau nyanyi lagu judulnya Dear," ucap Winter setelah ia berhasil memilih lagu.

"Dear siapa?" tanya Jeno.

"Dear Jeno," jawab Winter tersipu malu.



🌸🌸🌸🌸

Halo semua^^
Semoga kalian baca bab ini malam hari sambil dengerin lagu Polaris dari Dreamcatcher ya^^

LUCID DREAM 2: UNIVERSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang