II: Patience.

2.8K 267 58
                                    

Chris dan Minho tengah berjalan menelusuri lorong. Mereka baru saja keluar dari perpustakaan, tujuannya kini adalah mencari tempat yang cocok untuk bersantai. Berhubung baru saja menyelesaikan tugas yang sangat menguras otak, mereka berencana untuk istirahat sebentar.

Kedekatan mereka membuat Minho sadar bahwa ia dan Chris sudah berteman cukup lama. Mungkin saat mereka satu SMA dulu. Awalnya memang tidak saling kenal, lalu mereka kembali dipertemukan di kampus ini. Mau tidak mau, karena mereka berasal dari sekolah yang sama akhirnya ia memutuskan untuk berteman dengan Chris.

Setelah beberapa tahun kuliah bersama, ia tidak mengira jika Chris akan menjadi salah satu anak populer di kampus. Ia akui bahwa Chris memang pintar. Pria itu juga baik, ramah, namun sifatnya yang tidak pedulian juga mengikuti setiap langkahnya.

Bisa dibilang temannya adalah orang yang cuek, tapi bersikap ramah saat sedang bersama teman-temannya yang lain. Ya, mau bagaimanapun Minho adalah satu-satunya orang yang mengenal Chris dari luar dan dalam.

Kini mereka memasuki area taman. Minho sedikit menguap dan meregangkan tubuh. Taman memang tempat yang sempurna, suana yang adem membuatnya jadi mengantuk.

"Minho, itu Hyunjin?"

Merasa dipanggil, Minho berbalik dan menemukan Chris yang menatap ke arah taman. Pria itu diam, ia mengikuti pandangan Chris.

Di salah satu pohon, seorang pria berambut hitam tengah duduk sembari bersandar. Salah satu kakinya menekuk yang menjadi tempat sandaran sebuah kanvas putih. Beberapa tempat cat kecil berada di sekitarnya. Jika dilihat dari ciri-ciri, orang itu memang seperti Hyunjin.

"Oh, kau punya mata yang tajam, ya."

"Apa dia selalu diam di taman?"

Minho mengangguk, ia mendekat ke arah Chris. "Dia selalu berkata bahwa taman adalah tempat yang nyaman, jadi, sudah tidak heran." Matanya kembali menatap ke arah Hyunjin, anak di sebrang sana tampak fokus membuat sesuatu. Ia menebak, pasti Hyunjin melukis lagi.

"Dia selalu mendapatkan inspirasi ketika duduk di sana."

Chris terkekeh. Ia tahu bahwa Hyunjin adalah teman masa kecilnya Minho, tapi baru kali ini ia melihat pria itu terduduk di taman bersama beberapa alat lukis di sekitarnya.

"Dia pintar melukis, ya?"

"Bisa dibilang begitu... Hanya saja dia anak yang pemalu. Saat tengah mengobrol dengan orang, ia selalu menjawab seadanya. Wajahnya sangat terpancar ketakutan, haha. Aku rasa, dia hanya tersipu."

Minho jadi ingat saat pertama kali dirinya bertemu dengan Hyunjin. Dulu ketika masih berada di Sekolah Dasar, Hyunjin adalah murid pindahan. Tubuh kecilnya merunduk saat guru menyuruhnya untuk berkenalan di depan kelas. Beberapa murid tampak menunggu, namun Hyunjin tak kunjung juga bersuara. Jadi, salah satu dari murid kelas sedikit mengagetkannya.

"Hei! Kau ini mau berkenalan atau hanya diam saja?!"

Gertakan yang tiba-tiba, membuat ia terpaksa mendongakan kepalanya. Wajahnya memerah kala melihat tampang datar teman satu kelasnya.

"M-maaf... Aku Hyunjin, salam kenal."

"Haaa? Apa yang kau katakan? Aku tidak mendengarnya!"

Hyunjin menutup sebagian wajahnya. Diam seorang diri di depan kelas begini membuat ia mati rasa. Teman-temannya terus mendesak, ia harus mengeluarkan suara sedikit lebih keras.

"Aku Hwang Hyunjin! Salam kenal semuanya!"

Teriak Hyunjin dengan lantang, matanya menutup erat. Seisi kelas langsung tertawa kencang, itu membuat wajahnya kembali memerah bahkan hampir menangis. Namun, pada akhirnya mereka memperkenalkan diri satu-persatu dan berteman dengan baik. Saat itulah ia bertemu anak itu. Mereka akhirnya berteman dan Hyunjin dapat sedikit terbuka padanya, bisa dibilang jika Hyunjin ini sudah Minho anggap seperti adiknya sendiri.

Chanjin, Consequences.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang