II: The Devil I'm Dealing With

406 42 2
                                    

Walau pun koneksi pertemanannya luas atau lebih tepatnya banyak orang yang mengenalnya, Chris sama sekali tidak suka mengobrol. Maksudnya, ia bukan tipe orang yang suka bercanda terlalu lama. Teman dekatnya hanya ada beberapa, yang bisa membuatnya mau berbincang lebih dari beberapa menit mungkin hanya Bagas. Sisanya, ia sama sekali tidak tertarik dalam obrolan kecil apa pun. Bagas, salah satu teman dekatnya adalah orang yang paling dekat dengannya sejauh ini. Walau begitu, Bagas tidak tahu banyak tentang dirinya.

Chris baru saja menyelesaikan kelas pertama dan berencana ingin ke taman sebentar, sendirian. Kakinya melangkah keluar dari gedung tiga. Baru beberapa pijakan kaki, seseorang tak sengaja menabrak tubuhnya.

"O- Oh! Astaga, maaf..." Suara halus laki-laki. Dengan reflek, tangannya terulur demi menarik pergelangan tangan lebih kecil dari miliknya itu agar seseorang yang barusan menabraknya tidak terjatuh.

"Santai saja. Hati-hati." Chris berseru setelah melepas genggaman itu.

Seketika, orang di hadapannya mendongak dan pandangan mereka langsung bertemu. Chris mengerutkan alis, merasa tidak asing dengan orang yang kini berdiri di hadapannya.

"Hyunjin?"

"Chris.."

Hyunjin meremas botol minuman yang berada di kedua tangannya kuat-kuat, hatinya berdegup dua kali lipat setelah mengetahui siapa gerangan orang yang barusan tak sengaja bertabrakan dengannya. Sekarang, hatinya menangis tak mengetahui apa yang harus dilakukan. Di saat seperti ini, bertemu dengan Chris adalah situasi yang sebenarnya paling ia hindari.

"K- Kau sedang apa di sini?"

"Aku baru saja menyelesaikan kelas pertamaku, bagaimana denganmu?"

"Aku.. Sebenarnya aku sedang mencari temanmu, Bagas. Aku pikir Bagas akan ada di sekitar sini berhubung ini adalah gedung fakultas kalian, apa kau melihatnya?"

Mendengar hal itu, Chris merubah gesturnya menjadi lebih santai. Ia melirik jam tangannya dan menyadari pukul segini biasanya Bagas masih berkeliling di sekitar kampus. Anak itu memang tidak bisa diam.

"Kau harus mengecek tempat parkiran. Biasanya dia ada di sana, mengobrol dengan teman-temannya."

"Ouh, parkiran di sebelah pintu masuk?"

"Bukan, parkiran dekat tempat biasanya anak karate berlatih. Biar kuantar, kau tidak masalah?"

Tentu saja tidak, Hyunjin malah senang. Namun, dalam hati ia masih meratapi dirinya sendiri. Mau sekeras apa pun dirinya menginginkan Chris setiap hari, berada di samping pria itu secara langsung adalah kiamat.

Mereka berjalan menelusuri kampus menuju tempat Bagas berada. Selama itu pula, Hyunjin terus merunduk mencoba menenangkan hatinya yang masih berdegup kencang.

"Aku membeli minuman tadi, kau mau satu?" Gumamnya, mencoba mencairkan suasana.

Sebelum dirinya mencari keberadaan Bagas, Hyunjin sempat membeli minuman untuk ia bawa jikalau merasa haus. Mengetahui dirinya akan bertemu dengan seseorang, ia berinisiatif untuk membelinya dua. Rencananya minuman itu untuk Bagas, tapi kapan lagi ia bisa berjalan hanya berdua bersama Chris?

Chris menerima minuman kopi yang Hyunjin berikan, lalu berterima kasih padanya. Ia bukan penikmat kopi, namun jika menolak rasanya tidak sopan.

"Maaf untuk yang tadi, ya. Aku tidak melihatmu di belakangku."

"Tidak masalah, Hyunjin."

Dalam pikirannya, Chris mencoba untuk mengingat kapan terakhir kalinya ia berjumpa dengan pemuda di sebelahnya. Ia kira itu sudah lebih dari dua bulan yang lalu, di mana itu adalah ketika Bagas dan Bara sibuk mengobrol yang hanya menyisakan mereka berdua terdiam kaku.

"Kalau boleh tahu, ada keperluan apa kau dengan Bagas?"

"Tugas wawancara. Dosenku menyuruh kami untuk membuat video tentang wirausahawan muda dan sejauh yang aku tahu, Bagas mempunyai bisnis kecil. Jadi, aku berinisiatif untuk meminta bantuannya."

"Kau yakin ingin bekerja sama dengan anak itu?"

"Memangnya kenapa? Bagas sudah menyetujuinya."

"Biar aku kasih tahu, ya. Bagas itu memulai bisnisnya karena ia tidak mempunyai uang saku yang cukup untuk jajan. Setiap akhir pekan tiba, dirinya yang semula sibuk tiba-tiba datang untuk mengajakku jalan-jalan. Lalu ketika pekan berakhir, ia akan kembali sibuk merintis bisnisnya dan mengulangi hal yang sama di Sabtu malam."

Langkah kakinya terhenti seketika. Hyunjin menatap Chris dengan tatapan yang seolah berkata kalau ia harus berhenti berucap yang tidak-tidak. Di situlah tawa kecil keluar. Chris akui, Bagas memang mempunyai bisnis kecil. Namun, lucu rasanya jika sahabatnya itu diwawancarai mengenai hal yang asing bagi mereka berdua ketika bersama. Bagas jarang membahas bisnisnya, pria itu lebih sering mengumpat daripada membangga-banggakan usaha miliknya sendiri, itulah mengapa dirinya tertawa.

"Kau seharusnya tidak berkata seperti itu, Chris."

"Hahaha! Aku bercanda, kau memilih orang yang tepat. Terkadang Bagas memang bagus untuk dijadikan objek penelitian."

"Kau tahu, sulit untuk mencari narasumber akhir-akhir ini. Aku kesulitan menemukan yang mau diajak bertemu di jam yang sesuai dengan jadwal kosongku."

Keduanya larut dalam obrolan ringan, sampai tidak sadar sudah sampai di tempat Bagas berada. Cukup ramai. Ada temannya Bagas. Untuk sejenak, Chris ikut mendudukan diri di antara mereka ingin menyaksikan bagaimana tugas yang Hyunjin kerjakan berlangsung.

Melihat bagaimana anak itu sangat antusias ketika mengerjakan tugasnya membuat Chris jadi membanding-bandingkan sisi mereka. Hyunjin terlihat seperti cahaya. Anak itu hangat, baik dan pintar mencari topik obrolan hingga siapa pun orang yang mengobrol dengannya tidak akan merasa bosan. Anak itu pintar berkata-kata. Kalimat yang keluar dari mulutnya selalu beruntun menciptakan kata-kata baru yang jarang biasanya orang sebutkan.

Beberapa kali tatapan mereka bertemu, Chris sama sekali tidak berkedip. Ia sepenuhnya mendengarkan apa yang dikatakan oleh Hyunjin, meski itu bukan kepada dirinya.

Setelah sesi wawancara yang panjang itu berakhir, Chris tak langsung beranjak untuk segera pergi ke tempat tujuannya, melainkan lanjut mengobrol dengan beberapa orang di sini, atau lebih tepatnya Bagaslah yang memaksanya. Hyunjin pun sama, ia masih berada di sini. Mereka berdua saling berhadapan.

Semuanya mengobrol dengan ringan, saling menimpali. Bagas adalah yang paling jago membuat mereka semua tertawa. Tak jarang bahkan Hyunjin ikut membuat lelucon, meski kesannya aneh. Bahasa yang anak itu gunakan terlalu berat, Chris jadi menyadari mengapa anak itu begitu populer.

Selain karena parasnya, Hyunjin memang suka membuat koneksi pertemanan dengan beberapa orang. Anak itu akan selalu menyambut siapa saja yang ingin berteman dengannya, maka tak jarang jika ada pertemuan kecil bersama teman-temannya setiap selesai menyelesaikan kelas, dari perkumpulan yang tidak direncanakan ini, Chris jadi mengetahui satu hal; Hyunjin memiliki pengalaman asmara lebih banyak darinya.

Itulah yang dari tadi ia pikirkan. Daripada membuka hati dan membiarkan seseorang duduk di sana, Chris lebih suka mengontrol seseorang. Ia tidak suka dengan hal-hal manis seperti bunga atau pun coklat, ia lebih suka sesuatu yang bersifat mutlak. Biasanya jika berjumpa seseorang yang mempunyai kisah cinta begitu banyak, Chris akan merasa ia berada dalam kawasan orang bodoh. Namun, ini berbeda. Di dekat Hyunjin, ia tidak merasakan hal itu sama sekali, yang ia rasakan justru adalah sesuatu yang ingin tahu.

Nalurinya berputar dan beberapa adegan gila mulai muncul di otaknya. Orang yang banyak tingkah cenderung tidak bisa berbuat apa-apa jika harus dihadapkan dengan sesuatu yang genting dan ia cukup penasaran tentang bagaimana bila respon itu terjadi tepat di hadapannya, akankah cukup menyenangkan? Selama ini orang-orang yang bermain dengannya adalah mereka yang memang menyukai hal- hal erotis, lalu bagaimana jika ia bermain sedikit berbeda? Contohnya adalah pemaksaan yang murni.

Bermain dengan orang yang sama sekali tidak menyukai hal bejat, lalu memaksa mereka untuk perlahan mencintainya sepertinya akan menyenangkan, namun agaknya hal itu tidak akan bisa terjadi. Dari awal mereka berdua datang ke tempat Bagas bereda, Chris menyadari satu hal. Semua orang yang berada di meja ini sangat menghargai keberadaan Hyunjin.

•••

19 Sep, 2024.

Chanjin, Consequences.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang