Don't look at the camera.

4.1K 260 45
                                    

Hari pertama.

Ya, hari pertama di bulan Agustus. Siapa yang menyangka kalau bulan ini ternyata cukup padat? Jadwalku jadi tambah menumpuk karena disatukan dengan list bulan kemarin yang belum terselesaikan. Tetapi untungnya aku mempunyai teman kampus yang memiliki nasib sama.

Temanku bernama Jeongin, dia lebih muda satu tahun dariku tetapi kami sering satu kelas. Dia memang muda, hanya saja sifatnya lebih kalem daripada aku. Ya, teman-temanku mengatakan bahwa aku adalah orang yang cerewet, bahkan tak sedikit dari mereka mengataiku tidak bisa diam. Padahal aku bersikap begitu karena mereka yang terlalu banyak diam, aku tidak salah, kan? Dasar menyebalkan.

Kembali lagi pada jadwal kegiatanku bulan ini. Tanggal tujuh nanti akan ada presentasi, lalu tanggal limabelas temanku ulang tahun, dan acara paling penting adalah tanggal duapuluh tiga, yaitu ujian lisan. Membayangkannya saja sudah membuatku merinding, katanya ujian lisan seperti masuk ke dalam perangkap tikus, alias kau sudah terjebak sebelum menyadarinya. Benarkah itu?

Ya, mau bagaimanapun nanti hasilnya aku akan tetap berjuang.

Hari sudah hampir malam, aku akan pulang ke kos-an ku. Jaraknya tidak terlalu jauh dari kampus. Aku menutup dan memasukan laptop ke dalam tas, lalu menggandongnya sembari berpamitan pada Jeongin.

"Je, aku pulang duluan, ya. Sudah mau malam."

Jeongin mengangguk. Aku mulai melangkah ke arah luar cafe. Sebenarnya kami tidak berada di kampus, melainkan diam di cafe. Dan jarak cafe ke kos-an hanya beberapa menit saja jika ditempuh dengan jalan kaki. Hahaha, dekat sekali, bukan?

Saat di perjalanan aku berkali-kali mengusap mataku yang terasa perih. Rasanya sangat mengantuk setelah berjam-jam menatap layar laptop. Nanti saat sudah sampai di rumah aku mau membersihkan diri, lalu bersiap untuk tidur karena tugasku sudah selesai semua. Palingan hanya mengecek sekali lagi.

Beberapa saat kemudian aku sampai di gerbang tempat kos-an ku. Jika boleh jujur, tempat tinggal ku ini lumayan luas. Kos-an tiga tingkat dengan kamar mandi serta AC di dalam, ada sedikit celah untuk dapur sehingga penghuni kamar tidak perlu pergi ke luar. Satu lantai ada sepuluh kamar. Bentuk tempat ini adalah letter U. Benar-benar tempat yang strategis.

Kamarku berada di lantai dua, nomor empat, dekat dengan tangga. Kanan dan kiri atau kamar tetangga yang untungnya tidak berisik. Rata-rata orang yang tinggal di sini adalah mahasiswa, namun tidak ada yang satu kampus denganku, itu sebabnya aku tidak memiliki teman. Padahal ada beberapa kamar yang kosong, contohnya adalah lantai satu kamar nomor dua.

Ketika aku membuka gerbang, seorang wanita berbalut pakaian rapih muncul. Ternyata dia adalah Nyonya Kim, pemilik kos-an ini.

"Selamat malam." Sapaku.

"Selamat malam, Nak Hyunjin. Baru pulang?"

"Iya, bu. Tumben sekali ibu datang kemari."

Aku sedikit menunduk, karena jarang sekali Nyonya Kim mampir ke sini.

"Barusan ada yang ngisi salah satu kamar kosong, anak baru. Mungkin kamu bakal ketemu sama dia nanti."

"Ohh..." Aku mengangguk-angguk. "Di lantai berapa, bu?"

"Lantai satu, kamar nomor dua yang kosong itu. Orangnya baru dateng padahal barangnya sudah siap dari kemarin."

"Oalah." Ada tetangga baru, semoga dia seumuran denganku atau setidaknya seseorang yang cocok berteman denganku. Itu karena aku tidak punya teman di sini.

"Kalau begitu ibu pergi dulu, ya. Nak Hyunjin jangan lupa istirahat."

"Okay, bu. Pasti nanti saya istirahat, hati-hati di jalan."

Chanjin, Consequences.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang