i + u = ?

711 59 6
                                    

Tak selamanya mereka yang benar mencinta akan selalu memiliki.

Aku terbangun dari mimpi yang sangat panjang, kemarin saat pemakaman mama. Daun berguguran layaknya mengantarkan mama ke peristirahatan terakhirnya. Cermin selalu berkata bahwa aku adalah gambaran dari sebuah kegagalan. Setiap langkah baru hanyalah omong kosong. Lagu kasih ibu, pasti ada maknanya. Setiap kali lagu itu diputar, aku selalu apa makna dari setiap bait yang dinyanyikan.

"Bahkan aku gak sempet untuk meluk mama yang terkahir kalinya."

Rumah hanya sebutan untuk tempat dimana seseorang menetap. Kata orang jika ibu sudah tidak ada maka satu-satunya cahaya penerang mu sudah padam. Ada benarnya juga. Sekarang aku merasa seperti itu. Rasanya jauh lebih sakit ketimbang aku harus patah hati. Sangat sakit.

Setelah bertahun-tahun akhirnya aku tau alasan mengapa mama tak pernah memperlakukan ku sama seperti kakak. Semua perlakuan manisnya membuat hati kecilku sedikit iri. Aku tau ini jahat, ketika seorang adik merasa iri terhadap kakaknya sendiri. Aku tidak haus akan perhatian. Sudut pandang ku sedikit berbeda saat mama lebih sayang terhadap kak Dhiva. Aku senang.

Papa yang sangat sederhana, menurutku ia adalah lelaki terhebat. Saat aku masih kecil, aku sangat suka membaca. Aku penggila dongeng. Bagi sebagian orang dongeng memanglah sangat membosankan. Tetapi, bagi seorang anak yang kurang mendapat perhatian seperti ku ini. Dongeng adalah gambaran saat dunia berjalan sesuai apa yang diinginkan. Dimana semua orang berhati baik, sihir dapat membantu segala. Semua orang menjadi teman dan masih banyak lagi.

"Aku benci saat dunia bilang kalau aku ini gak bisa apa-apa. Semua orang selalu menjadikan ku sebagai musuhnya, menyalahkan ku atas apa yang terjadi. Rasanya sangat melelahkan. Aku benci untuk selalu berpura-pura bahagia."

Lantunan ayat suci Al Quran menjadi pengingat. Entah sudah berapa lama, sejak hari itu aku terus berdiam diri di dalam kamar. Meskipun kak Dhiva sudah berulang kali mencoba mengetuk pintu, aku selalu menolak.

"Dia disini karena tulus atau terpaksa?" tanya ku di dalam hati.

Aku berkata seperti itu bukan karena aku benci padanya. Tetapi, rasanya sedikit aneh saat kami semakin dekat.

"Aku tau mulai hari itu, kita harus jadi kakak beradik yang baik. Kita harus saling menjaga satu sama lain. Aku selalu berpikir apa keberadaan kak Dhiva murni karena dia sudah benar-benar sadar kalau di sini rumahnya?"

Kehilangan masa kecil yang berharga. Aku selalu ingin bermain bersama. Bercerita banyak hal dengannya. Suara ketukan pintu lagi-lagi terdengar.

"Elin, aku bawa makanan nih. Kamu makan ga? Udah seminggu loh kamu ngurung diri di kamar. Aku udah masak nih. Emang rasanya gak seperti buatan mama tapi seenggaknya ini gak terlalu buruk." Kak Dhiva masih saja keras kepala.

Mungkin ada sekitar sepuluh menit ia menunggu Elin keluar dari kamar.

"Makasih ya kak," ucap ku dengan keadaan tidak karuan.

Kak Dhiva masuk, melihat adiknya yang kacau balau.

"Kamu makan ya dek, kakak takut kalau kalau kamu sakit. Kakak khawatir sama keadaan kamu. Tolong jangan terus-terusan menyiksa diri. Mama pasti sedih begitu tau setelah dia gak ada, kamu jadi sekacau ini."

Padahal kak Dhiva membawa sepiring nasi goreng. Tapi entah mengapa aku tak memiliki gairah untuk menyenggolnya. Hidangan yang hampir setiap pagi mama buat.

"Kak, aku gak lapar. Buat kakak aja ya. Makasih udah peduli sama aku. Biarin aku sendiri dulu ya kak, aku belum sepenuhnya percaya kalau mama udah gak ada,"

KEMBALI SMP (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang