Pergi

1.8K 278 82
                                    


Menjadi tegar didepan orang lain tidak menjadikan diriku kuat. Bahkan sebuah batu besar yang keras lama-kelamaan akan hancur jika selalu terkena tetesan air hujan. Begitupun perasaan anak perempuan.

-Elin Zyian.


Elin tidak pernah menyangka, ternyata Papa yang selama ini ia kira sebagai sosok cinta pertamanya  memutuskan untuk pergi dari rumah untuk waktu yang cukup lama. Entah sampai kapan tapi, saat sebulan setelah kepergian Papa ada surat dari pengadilan agama. Kak Dhiva juga jarang mengunjungi rumah, hanya ada Elin yang setia untuk Mama.

Setiap hari banyak perubahan dalam diri gadis itu, Elin mulai mencoba berfikir dewasa terhadap keadaan. Elin selalu berusaha untuk menjadi penyemangat Mama meskipun itu adalah sesuatu yang tidak mungkin.

Mungkin diluar sana masih banyak orang yang lebih menderita dari pada Elin, tetapi sekarang ini bukan saatnya untuk membandingkan nasib seseorang.

Hal yang paling sulit diterima seorang anak adalah kenyataan bahwa orang tuanya tidak bisa lagi hidup bersama, apalagi jika anak tersebut yang menjadi alasan dari perceraian. Kehilangan kasih sayang orang tua adalah hal yang paling tidak dinginkan siapapun didunia, tetapi bagaimana jika kasih sayang yang selama ini ia terima hanya kebohongan? Mungkin keharmonisan keluarga Elin semuanya hanya palsu tetapi tidak dengan kasih sayangnya.

Papa dan Mama sangat tulus  menyanyangi putri kecilnya.Mama yang murung hanya berdiam diri dikamar. Sangat jelas terlihat dari tatapannya bahwa ia sangat kesepian, penyesalan tentu selalu ada yang pasti datang belakangan.

"Mama kenapa? Kok aku perhatiin semenjak Papa pergi selalu sedih mulu? Aku gak akan pergi kok Ma," ucap Elin menggenggam erat tangan Mama tetapi tidak direspon sama sekali.

Sekarang suasana rumah menjadi lebih suram, Elin yang sudah berusia 18 tahun terpaksa harus menjalani hari-hari sunyi sendiri tanpa merasakan sosok orang tua yang utuh. Untuk pertama kalinya Elin memberanikan diri untuk bersosialisasi dengan lingkungan baru, ia menjadi salah satu donatur di panti asuhan dekat rumahnya.

Di setiap minggu Elin selalu menyempatkan diri mengunjungi Panti, entah untuk sekedar duduk santai atau berbincang dengan beberapa anak disana. Betapa senangnya melihat senyuman tulus dari anak-anak, semua membagi tawa canda bersama.

Tanpa rasa bersalah orang tua membuang dan membiarkan anaknya hidup terlantar, padahal anak adalah titipan yang harus dijaga. Setelah selesai tiba-tiba Elin berpapasan dengan seorang laki-laki misterius, dia memakai kaos oblong berwarna hitam dan celana pendek.
Itu adalah Ifal, teman masa kecil Elin dia tersenyum dan ingin memulai percakapan.

"Hai," ucap Ganesha tersenyum canggung pada Elin.

"H-hai," jawab Elin tersenyum kecil.

"Maaf tapi kayaknya kita pernah kenal deh?" tanya Ganesha dengan sopan.

"Iya, aku dulu yang pernah ikut festival ramadhan beberapa tahun yang lalu." Elin menjawab dengan ramah.

"Bener dong, wah akhirnya ketemu juga disini," ucap Ganesha senang dan merasa lega.

"Loh inget aku?" tanya Elin sekali lagi untuk memastikan.

"Inget banget, kamu Elin Zyian kan? Yaampun dulu aku pengen kenalan cuma malu. Eh malah kenalan disini," ucap Ganesha tidak dapat menyembunyikan kegembiraanya.

Untuk mempersingkat pembicaraan Elin dan Ganesha mengobrol sambil berjalan pulang, mereka terlihat sama sekali tidak canggung. Sesekali laki-laki itu menatap mata Elin dengan tatapan penuh makna, ia juga tersenyum kecil saat Elin berbicara.

KEMBALI SMP (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang