Tidak ada hal yang lebih menyenangkan dari pada bertemu dengan seseorang yang sangat kau rindukan sudah sejak lama. Caroline memeluk Harriot begitu erat hampir mematahkan tulang sahabatnya. Harriot tidak kalah senang, ia tak hentinya dibanjiri kebahagiaan sejak bertemu dengan Caroline, dan terutama semenjak hari-harinya dihiasi dengan cinta bersama Jody—tunangannya. Yah, Jody melamarnya saat mereka di Malibu, berlibur demi merayakan keberhasilan Jody yang baru saja menjabat sebagai kepala bagian keuangan di perusahaan tempatnya bekerja. Saking senangnya, Caroline tanpa sadar membiarkan setetes air mata keluar dari pelupuknya, demi Tuhan… ia begitu emosional hingga tak bisa menahan perasaan lega luar biasa bisa melihat sahabatnya ada di hadapannya.
“oh sayang, sebegitu besarkah kau merindukanku?” goda Harriot, Caroline tertawa kering seraya mengusap air matanya.
“senang melihatmu kembali.” Gumamnya tersenyum.
“yah, aku melihatnya dan terimakasih. Aku juga merindukanmu.” Harriot kembali berucap ceria, Caroline mendadak tidak tega jika harus merusak kebahagiaan sahabatnya dengan mencurahkan semua cerita kepedihan hidupnya—berbanding terbalik, sungguh tragis bukan?
“biar kutebak, berat badanmu bertambah semenjak lamaran Jody kemarin itu?” tanya Caroline tersenyum bangga, Harriot menampik dengan seringai kekanakan. “Aaah, kau berlebihan. Mana mungkin begitu.” Dan mereka kembali berpelukan. Caroline tahu ini bukan waktu yang tepat, merusak kebahagiaan sahabatnya adalah hal terakhir yang ingin ia lakukan. Harriot mempersilahkan Caroline duduk di kursi letter L di ruangannya yang lumayan megah sementara dirinya berkutat dengan cindera mata yang ia bawakan untuk Caroline dari dalam tasnya. “tunggu sebentar.”
“Ya Tuhan, sangat cantik.”
“sudah kuduga, gelang itu cocok untukmu.” Cengir Harriot bangga. Caroline mengagumi bunyi gemerincing dari partikel-partikel kecil yang mengelilingi gelang. Tatapannya terpesona seperti anak kecil yang baru dibelikan mainan seumur hidupnya—tapi kali ini tulus, lebih tulus. Ia mulai membuka pengaitnya dan melingkarkan di pergelangan tangannya yang kurus. Sangat cantik.
“well, jangan kaget jika aku sudah tahu tentang kepindahanmu dari apartemen.” Oh, secepat itukah? Caroline yang sebelumnya hanyut dalam keindahan gelang, kini berkedip bingung.
“semalam aku mendatangi apartemenmu. Aku terkejut mendapati seorang pria mantan militer membukakan pintu. Kupikir sesuatu sedang terjadi padamu hingga membutuhkan bantuan seorang militer. Dia mencegahku untuk masuk.” Tatapan Harriot mulai menyelidik. Kedua tangannya bersedekap di depan dada.
“itu pengawal pribadi Tuan Weston.” Jawab Caroline, rendah di tenggorokan. Harriot menganga terkejut, apa dia tidak salah dengar?
“Tunggu, Tuan? Tuan siapa?” sialan, sebegitu anehnya kah?
“Tuan Weston.”
“Demi Tuhan, Cara! Tuan Weston? Zayn Weston? Bujangan panas kaya raya itu? pemilik perusahaan ini juga?” Harriot memekik tidak percaya sekaligus takjub. Caroline mengangguk. Harriot tidak tahan untuk tidak nyengir kuda, kepalanya yang cantik mengangguk halus namun penuh selidik kemudian menarik nafas bersiap memulai interogasi langkanya dengan Caroline, sahabat yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. “Ok, dan ada urusan apa pengawal Tuan Weston berada di apartemenmu? Dimana kau menginap semalam? Jangan bilang…” ada senyum di sudut mulutnya yang indah saat sebuah gambaran melintas di kepala Harriot. Caroline berkedip lagi, kali ini lebih gugup dan bingung bagaimana ia harus menjawab.
“aku menginap di rumah Tuan Weston.” Jawabnya, Harriot bersiap mengeluarkan kalimat penghargaan saat Caroline kembali menyela khawatir. “Tidak lebih Harriot! dia hanya berbaik hati pada salah satu karyawannya.” Sambungnya mengingat ucapan Janice semalam, bahwa tidak ada maksud lain selain untuk membantu, ya, Tuan Weston sangat dermawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALONE
Romance2014 Indonesian - One Direction Fanfiction, adult story. WARNING: [21+] Jadilah pembaca yang bijak, its an adult content, i swear. Caroline Jane Scott terjebak dalam satu kondisi membingungkan. Bersama Zayn Weston, yang terlahir sebagai seorang peng...