CHAPTER 6

60.2K 1.7K 36
  • Didedikasikan kepada putriayuningtyasxx
                                    

Restoran tidak begitu ramai hingga pukul sepuluh tiga puluh, Caroline patut bersyukur akan hal itu tapi di sisi lain dirinya juga menyesal akan aktivitas restoran yang tampak lengang, kenapa? Sudah jelas kan, gadis itu tidak akan bisa melupakan Zayn Weston jika keadaan mengharuskannya berpusat pada si penguasa tampan itu. Dan oh satu lagi, si penguasa tampan yang memberinya harapan palsu. Caroline menggeleng, memutar pemikiran, pria itu mungkin tidak sepenuhnya bersalah justru Carolinelah yang terlalu berharap. Tuhan! Seharusnya-kan Caroline membenci lelaki itu karena pernah mencampur minumannya dengan obat perangsang?-sialan! perasaannya seperti diaduk dan digiling. Ia tahu ini semua salah, Caroline bahkan sudah mengetahui kejanggalan ini sejak pertemuan panas di awal mereka beradu, tapi demi langit dan bumi gadis waras mana yang mampu menolak pesona Zayn Weston? Terlebih pria itu sudah memberi sinyal positif padanya, tapi ia begitu membingungkan, Zayn seperti bukan Zayn yang mendatangi apartemennya kemarin malam dan dia juga bukan Zayn yang menyetubuhinya tanpa ampun di klub waktu itu. Lantas, Zayn Weston mana yang ada di dunia ini sebenarnya? Ataukah Tuan Weston yang baik, perhatian, lembut sekaligus posesif adalah hanya sebuah gambaran di dalam mimpi Caroline?

Mungkinkah mereka adalah orang yang berbeda?

Syalnya terasa mencekik leher, Caroline membenarkan kembali dan menghembuskan nafas yang dirasa cukup membantu untuk menenangkan pikiran. Malam ini, ia bertugas di restoran dimana situasinya tidak seramai dan panas seperti saat ia bertugas di klub. Biasanya gadis itu sangat senang saat shift bertugas di restoran tiba, tapi malam ini untuk pertama kalinya ia merindukan keramaian klub. Bagaimanapun juga ia harus menjauhkan pikiran tentang si megalomaniak kaya raya itu dari pikirannya. Waktu yang sangat tidak tepat karena sekarang Caroline melihat Cameron berjalan tepat ke arahnya. Oh, ia berhutang banyak penjelasan mengenai kejadian kemarin malam.

"hai Cara, manis. Kupikir kau tidak akan bekerja malam ini." pria itu masih terlihat tampan meski rambutnya sedikit acak-acakan, Caroline menduga Cameron langsung mendatangi klub sepulang dari tempat fitness, seperti yang pria itu biasa lakukan semenjak Caroline berkata lewat candaannya bahwa menurut dirinya seorang pria akan terlihat berkali lipat lebih tampan dan panas saat usai berolahraga. Padahal gadis itu tak sepenuhnya jujur mengatakan hal demikian, mantan kekasihnya-Ramond-penggemar berat olahraga tinju, bisa terbayangkan bagaimana otot-otot yang terbentuk di bagian depan tubuhnya, tapi kenyataan bahwa luka masa lalu dan sikap yang ditunjukkan pria itu, membuat Caroline selamanya akan membenci dan takut melihatnya. Kembali pada Cameron, tatapannya santai seperti tak terjadi apapun.

"well, kau melihatku berdiri di sini sekarang dan itu artinya... Ya aku bekerja." Caroline memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celemek restoran sambil mengangkat bahu, menyeringai kekanakan pada Cameron-bos sekaligus sahabatnya.

"menikmati malam yang indah bersama Weston?" tanya Cameron lengkap dengan sarat penuh selidik, "um-" tidak adakah pertanyaan lain yang lebih kejam dari itu? Caroline membatin. Sayangnya, seindah apapun malam yang ia lalui bersama Tuan Weston tetap saja akan terlupakan esok harinya. Bukankah sampai detik ini Tuan Weston belum membicarakan apapun mengenai pertemuan awal mereka? Memalukan karena hanya Caroline yang masih ingat jelas kejadian itu.

"kupikir kau tidak ingin bertemu dengannya." Renung Cameron, jejak usil dan tawa mengejeknya telah hilang, ekspresinya sekarang adalah kecewa. Oh Tuhan, Cameron yang muda dan periang telah digantikan oleh pria muda yang rapuh. Caroline berkedip memainkan kedua jarinya di dalam saku celemek. "ceritanya panjang." Adalah kalimat untuk menegaskan ketidakinginannya menceritakan hal ini terhadap siapapun terutama Cameron namun disisi lain ia memang harus mengatakannya.

"Zayn Weston adalah bosku di kantor." Cameron mendengarkan dengan seksama sembari meneguk air dingin yang disediakan di atas meja konter, sementara itu Caroline masih tetap menunduk bertanya-tanya kenapa seolah-olah apa yang akan ia ceritakan ini sangat memalukan? Mungkin karena sikapnya yang begitu labil? Ataukah ketertarikannya pada Tuan Weston sangat menonjol? Murahan. Murahan. Ia bisa mendengar dengan jelas makian itu mengisi telinganya sangat keras.

ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang