CHAPTER 4

81.3K 1.5K 47
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Caroline masih bisa merasakan Zayn di sekujur tubuhnya yang bergetar hebat. Pria itu dengan segala keahlian yang dimilikinya membuat Caroline sampai pada titik dimana tak seorangpun pernah sejauh itu terlempar kesana. Rintihannya lolos seperti sesuatu yang tak bisa ditahan-tahan. Percintaan—er dengan apa sih Ia harus menyebutnya? Mereka berdiri dan bergerak sesuai ritme yang dirasa terbaik sampai saat ini dan pemandangan seperti ini sangat panas sekaligus menjijikan, tidak ada yang perduli jika tiba-tiba ada karyawan yang masuk dan menyaksikan peraduan gairah mereka, oh kamera CCTV. Benar, CCTV? Caroline langsung panik.

"Zayn—kameranya?" suara Caroline bercampur rintihan liar yang tidak ia ketahui sebelumnya Ia miliki. Zayn sekalipun tak pernah merubah ekspresi kenikmatan berkombinasi dengan tekad yang ada di matanya.

"Zayn..."

"ya sayang?" napasnya keras seperti usai lari marathon.

"CCTV..."

"aku tidak perduli." Dorongannya semakin brutal membuat Caroline beberapa kali menabrak wastafel di punggungnya, roknya tersingkap ke atas. Zayn seolah-olah kehilangan seluruh kekuatannya untuk menyembunyikan gairah yang sudah lama ingin meledak. Caroline semakin dekat, napasnya berhembus pendek-pendek bebarengan dengan jeritan parau.

"sudah dekat, sayang?" napasnya masih kasar dan sadis, Caroline tak dapat mengeluarkan suaranya, dadanya tertahan dan matanya nyaris terpejam dengan berat. Zayn tersenyum miring.

"bagus, aku juga..." ujarnya, dorongannya semakin cepat dan keras hampir menyakiti. Mereka datang bersama diiringi dengan suara paling liar dari keduanya. Zayn memejamkan mata sambil mendongak sementara Caroline menjerit, sangat keras...

"Zaaaaaaaayn!"

Tersadar, Caroline membuka mata. APA? Beberapa detik matanya menelusuri dinding putih yang mengelilinginya. Ia masih duduk di kloset yang ditutup, tangannya juga masih berada di kedua sisi tubuhnya, semuanya tampak biasa-biasa saja kecuali keringat mengucur dan napas tersengal. Pipinya merona malu seolah-olah orang-orang akan tahu apa yang ada dalam pikirannya, sekaligus jijik. Caroline bermimpi, mimpi yang sangat erotis dan itu bersama Zayn Weston. Bahkan dalam mimpinya, Ia mendapatkan orgasme yang sangat luar biasa. Demi Tuhan, apa yang terjadi padanya? Ia tertidur di dalam kamar mandi selama beberapa menit dan mimpi itu datang dengan sendirinya, mungkin karena Caroline terlalu memikirkan pria brengsek itu—bisa saja kan? Ia langsung teringat janjinya datang ke ruangan Harriot, dilihatnya jam kecil di pergelangan tangan... mungkin sekitar lima menit ia tertidur. Lupakan mimpi itu, Cara. Yakinnya lebih seperti mantra. Ia sangat malu. Semoga Ia tidak benar-benar merintih dalam tidurnya barusan. Ya Tuhan, sangat memalukan jika ada orang yang mendengarnya.

Kenapa pria itu memberikan dampak yang begitu hebat padanya? Bahkan tanpa menatap, hanya dengan menyebutkan namanya saja sudah membuat siapapun luluh lantah dan rela menjadi pelacur untuknya. Caroline menggeleng. Ia harus membenturkan kepalanya dengan kuat ke dinding agar pikiran kotornya musnah. Ia memijir pelipisnya dua detik sebelum benar-benar keluar dari pintu toilet.

ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang