CHAPTER 10

49K 1.4K 26
  • Didedikasikan kepada nz-malik
                                    

Haaalo everyone, im back! well sebelum kalian baca, gue cuma mau bilang ini ngga panjang, cuma seribu++ words, haha. ngga papa ya? baca aja deh dulu thanks anyway buat yang setia nungguin ALONE. 


happy reading!!!





Mobil mahal yang membawanya pulang melambat, Caroline memeluk erat tas selempang di dadanya untuk meredam perasaan gugup. Matanya seakan-akan telah diberi mantra untuk tak henti-hentinya berkedip, fakta tak terduga malam ini adalah seorang Zayn Weston sudah terbilang berhasil menyelamatkannya dari si penguntit bermobil itu-entah siapa. Jika pria itu tidak datang mungkin sekarang Caroline sudah berada di dalam mobil asing itu dan meronta meminta belas kasihan. Menggeleng, ia berusaha kembali sekuat tenaga membuang pemikiran terburuk di dalam tengkoraknya. Sementara itu Zayn tetap fokus, mencengkram kemudi dengan jemari panjang berototnya yang besar, Caroline merinding, jari itu sudah pernah menyentuh tubuhnya-secara menyeluruh. Tidak, balikan tatapanmu jangan memperhatikan Zayn secara terang-terangan, kau gadis kecil yang tak tahu apapun tentangnya. Setelah sekitar empat puluh lima menit perjalanan, mobil berhenti di depan apartemen sederhana; tak mewah namun juga tidak terlalu buruk-menurut Caroline dan seluruh warga Amerika yang punya uang sewajarnya. Mesin berhenti meraung, napasnya berhembus lega. Zayn bahkan tidak perlu repot-repot menanyakan alamat tempat tinggal Caroline karena sebagai penelusup hebat, pria itu sudah pernah masuk sekali dengan lancar.


"Te-" Zayn menahan telapak tangannya untuk menghentikan ucapan terima kasih yang hendak dilontarkan Caroline, ditutupnya segera mulut yang masih terbuka canggung dan Zayn membuka pintu kemudi dan melompat keluar, mengitari bagian depan dan membuka pintu Caroline.


"Ayo." Ekspresinya tegas, dingin, dan santai. Caroline keluar dengan anggun, membawa tasnya ke depan dada. Tepat ketika Caroline menginjakkan kaki di pelataran apartemen, sebuah minivan hitam berhenti di belakang Bentley yang dikendarai Zayn-sepertinya mobil itu sudah mengikuti mereka sejak tadi. Seorang pria berambut cepak dengan jas formal berdasi keluar dan matanya menyala dengan penyesalan.


"Sir." Angguknya dan Zayn seperti mengangguk sebagai balasan, keduanya seperti saling melempar tatapan aneh dan bertukar informasi, membuat Caroline mengerutkan kening. Gadis itu berdehem.


"baiklah, Terima kasih Tuan Weston, sekali lagi. Aku harus masuk dan beristirahat."

"boleh aku ikut ke dalam? Kupikir kau ingin membahas mengenai uang itu, negosiasi." Sejenak Caroline menganga, apa dia serius? apakah itu artinya klub milik McDonough masih berkesempatan mendapatkan uang pinjaman itu? tatapannya bergantian mengarah pada Zayn dan pria yang berdiri tegak di sisi kemudi minivan, namanya Marco tertera di name tag jas formalnya.


"Ayo." Lagi, Zayn menarik pergelangan tangannya menjauh dari mobil, Marco mengangguk sopan pada tuannya yang pergi meninggalkan dirinya mematung di sisi kemudi. Keheningan mengisi ruangan ketika lift menutup, suara ping menandakan bahwa mereka sudah sampai di lantai dimana kamar apartemen Caroline berada. Kombinasi angka rumit pribadi milik Caroline menekan beberapa tombol dan pintu terbuka. Baik Caroline ataupun Zayn menganga melihat kondisi ruangan yang sangat berantakan, bungkus makanan ringan dibiarkan menganga di atas meja kopi, selimut menyebar di lantai, televisi menyala. Ya Tuhan! Caroline langsung panik, semuanya berantakan, Caroline tidak pernah sekalipun meninggalkan apartemen dalam kondisi seperti ini, dan itu artinya... tidak, ya Tuhan! Caroline menerobos masuk tanpa menunggu Zayn menyusul. Wajahnya langsung pucat, beberapa detik kemudian Zayn melesak ke dalam dan mencengkram pergelangan tangan Caroline kuat-kuat dan membawanya keluar dari kamar.

ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang