Chapter 09

132 15 0
                                    

Hari ini Arka berniat untuk lari pagi, sudah lama ia tidak lari membuat tubuhnya aga kaku karna sudah terbiasa dengan lari pagi. Maka saat tidak dilakukan kegiatan itu membuat badannya aga kaku.

Arka menghentikan larinya saat melihat tukang bubur, ia pikir lebih baik sarapan terlebih dahulu, karna memang ia belum sarapan.

"Pak, satu mangkok yaa."

Tukang bubur itu mengangguk lalu sibuk dengan pekerjaanya. Arka duduk disebuah kursi plastik, tanpa ada meja. Ia mengeluarkan ponselnya dan melihat room chatnya dengan Disya.

Menghela nafas berat, saat melihat pesan yang ia kirim belum kunjung dibalas oleh gadis itu. Sejak kejadian itu entah kenapa Disya seperti menjauhinya.

Arka heran dengan sikap Disya itu yang menurutnya berlebihan. Hanya tidak masuk sekolah hampir seminggu, dan Disya seperti marah besar. Sungguh berlebihan menurut Arka. Lagipula dia bukan siapa siapanya Arka bukan?

Tapi Arka juga heran dengan sikap Disya yang berlebihan itu, karena menurutnya Disya seperti mengetahui sesuatu tentang keluarganya. Apakah Aldi yang memberitahu Disya?

Pikiran Arka terus melebar kemana-mana hingga suara tukang bubur menyadarkannya. Ia mengucapkan terimakasih, lalu memakan buburnya dengan pikiran yang masih menghantuinya.

Setelah beres dengan sarapan buburnya, Arka berniat pulang saja, lagi pula matahari sudah muncul. Karna ia lebih suka berlari pagi, benar benar pagi. Maksudnya mungkin berlari saat subuh(?)

Saat sudah sampai rumah, Arka melihat box berukuran sedang didepan gerbang rumahnya. Arka mengerutkan dahinya bingung, jika ada paket kenapa disimpan didepan gerbang? Apakah satpam dirumahnya tidak ada?

Arka mendekati box itu, dan mengangkatnya berniat membawanya kedalam rumah. Arka heran kenapa saat ia mengangkat box itu, seperti tercium bau bangkai? Yah sebenarnya ia sedaritadi mencium bau itu, namun ia berpikir jika bau itu dari tong sampah tetangganya, tapi saat ia mengangkat box itu, baunya benar benar sangat menyengat.

Karna Arka penasaran ia langsung membuka box itu, Arka terkejut saat melihat isinya, isinya terdapat sebuah bangkai burung gagak dan juga sebuah potonya ditusuk oleh paku hingga menembus burung itu.

Arka langsung cepat cepat membuang itu ke tong sampah, ia benar benar terkejut, ada yang menerornya? Berarti kata kata yang ia temui di saku jaketnya memang bukan orang iseng saja, melain orang yang menerornya?

Arka bingung, kenapa ia bisa di teror seperti ini. Perasaan Arka, ia tidak mempunyai musuh, walaupun ia anak berandalan sekalipun. Arka yang terus memikirkan siapa yang menerornya hingga tidak menyadari bahwa sedari tadi sepasang mata melihatnya dengan senyuman miring.

•••

"HAH?!! LU DAPET TEROR LAGII?"

Arka  refleks menjauhkan ponsel nya saat suara disebrang sana memekik kencang. Arka mendekatkan lagi ponselnya ketelinga,

"hooh, gw juga kaga ngerti pedahal kan gw ga punya musuh."

"Gw juga gatau sii, tapi lebih baik lu  mulai dari sekarang harus lebih ati-ati sii"

Arka mengangguk, walaupun seseorang disebrang sana tidak melihatnya, "pasti. Tapi menurut lu siapa Di, yang neror gw?"

Aldi, disebrang sana tampak berpikir,

"Menurut gw si orang terdekat lu."

"Hm, iya si gw juga pikir gitu, ta-"

"Udah dulu yee Ka, gw ada urusan bentar"

Aldi memutuskan telepon nya sepihak membuat Arka kesal. Arka lalu beranjak dari duduk santainya di balkon untuk melihat langit sore yang menurutnya sangat indah itu. Ia akan mandi, karna jujur saja, sedari pagi ia belum mandi. Yah seperti itulah jika hari libur, pasti malas untuk mandi.




















Wkwkwk, ak gangerti lgi dengan alur ini. Maafkan jika makin gaje TwT
Jngn lupa vote nya!

ARKANA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang