"Kenapa lo bawa gue ke sini?"
Pemuda ini terdiam, tidak! Lebih tepatnya mengabaikan pertanyaan gadis shappir itu. Ia menatap ke depan, menghiraukan gadis yang terus menatapnya.
Taufan yang merasa diacuhkan berdecih kesal. Ia membalikan badannya dan berniat untuk pergi, sebelum cekalan tangan menghentikan langkahnya.
"Maaf..."
Satu kata membuat Taufan mengernyit bingung. Ia membalikan badannya, dilihatnya Halilintar yang membelakangi sembari masih mencekal tangannya.
"Untuk apa?" tanyanya singkat.
Hening tidak ada jawaban dari pemuda ini, membuat menghembuskan nafas kesal. Ia meminta untuk dilepaskan cekalan tangannya, namun Halilintar tak kunjung melepaskan cekalan itu, seakan tidak ingin gadis yang ada dalam genggamannya pergi. Buktinya semakin erat cekalan yang dirasakan Taufan pada tangannya.
"Woy, Lin! Lepasin, tangan gue sakit!?"
Cekalan tangan itu sungguh erat, gadis shappir ini meringis kesakitan. Halilintar yang sadar langsung melepaskan cekalannya, ia membalikan badannya, terlihat Taufan yang sedang mengelus pergelangan tangan.
"S-sorry, Fan. G-gue gak sadar tadi," gugup Halilintar, merasa bersalah.
Taufan meliriknya. "Lu kenapa, sih? Sampai gak sadar gitu."
"Gapapa."
Halilintar kembali berbalik membelakangi Taufan. Matanya terpancar luruh ke depan, entah apa yang dilihatnya yang pasti pikirannya sedang berkelana.
Taufan berdiri di samping pemuda itu. Tangannya ia tempelkan di pagar pembatas. Matanya mengikuti arah pandang Halilintar.
"Ada masalah?"
Tanyanya memecah keheningan beberapa saat. Masih tidak ada jawaban, pemuda itu enggan menjawab. Taufan juga hanya dia, tidak memaksa pemuda itu untuk menjawab. Ia tidak mau membuat pemuda di sampingnya merasa terganggu.
'Ni bocah triplek satu kenapa, sih? Daritadi diem mulu.'
..
.
20 menit yang lalu, tepatnya saat jam istirahat berbunyi.Pemuda dengan wajah khas datarnya, membereskan cepat peralatan alat tulis miliknya. Ia berdiri dari duduk nya, dan langsung menyeret gadis yang tadinya sedang membereskan buku. Diliriknya teman sekelas yang diam memandang dirinya dan gadis itu bingung, kecuali saudara si gadis yang sudah mencak-mencak, terutama adik pertamanya.
Gadis yang tengah diseretnya sudah mengeluarkan kata-kata mutiara, menyumpah serapahi dirinya. Ia tidak peduli dan masih terus menyeretnya, hingga tibalah di tempat yang dituju
Rooftop.
Lagi-lagi tempat ini yang menjadi tujuannya. Sepertinya, tempat ini sudah menjadi tempat keramatnya yang setiap di sekolah selalu ia kunjungi.
Sesampainya di sana hanya keheningan diantara mereka. Ia enggan membuka suara, padahal dirinya lah yang membawa gadis itu kesini.
15 menit telah berlalu. Sudah cukup lama keheningan ini menghiasi tembok diantara mereka, sampai akhirnya si gadis lah yang harus menghapus hiasan itu. Menghancurkan tembok diantara mereka dengan satu kalimat.
"Kenapa lo bawa gue kesini?"
Bukannya tidak mau menjawab, tapi ia sedang merangkai kata untuk mendapat kalimat yang sesuai sebelum ia lontarkan. Namun, sepertinya gadis ini tidak membiarkan dirinya berpikir sejenak.
Ia mencekal tangan si gadis, saat dirasa gadis ini akan meninggalkan dirinya.
"Maaf..."
Hanya satu kata itu yang dapat ia lontarkan, pasalnya belum selesai ia merangkai kalimat, gadis ini sudah memaksanya membuka suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
VAMPIR BUCIN {BBB}
Vampire{HIATUS Bentar} Peperangan antara Bangsa Vampir dengan Bangsa Serigala memang sudah biasa. Namun, bagaimana jika Bangsa Vampir berperang dengan sesama bangsanya sendiri? Kata orang semua vampir itu sama, namun nyatanya, setiap vampir berbeda, salah...