15

2.3K 146 12
                                    

Suasana hening di meja makan pagi ini, seakan keheningan terus dirasakan sepasang suami istri yang tengah duduk berhadapan. Tidak ada percakapan, hanya ada beberapa pelayan yang menyiapkan sarapan mereka di meja besar tersebut.

Jeffan, pria itu terus menatap sang istri yang terus menundukkan kepalanya di seberangnya itu, sesekali membuatnya tersenyum manis, saat seminggu belakangan ini gadis itu tidak lagi memberontak, apalagi menatapnya dengan tajam. Tidak seperti pertama kali pria itu membawa pulang sang istri.

"Saya senang, kamu enggak.."

"Kalau kamu enggak suka melayani saya, kamu enggak perlu layani saya. Saya bisa ambil sendiri, kamu layani saja tuan kamu." Gadis itu bersuara, menatap datar ke arah pelayan yang berada di sampingnya sembari melayaninya itu, terus saja melirik tak suka ke arah nya tertangkap di sudut mata gadis itu.

"M-maaf Nona?" Lirih pelayan tersebut panik, yang membuat gadis itu membuang wajahnya ke samping, dan Jeffan yang kini menatap sang istri dan pelayan tersebut bergantian.

"Hey, sweetie."

"Ada apa, Hem?" Tanya Jeffan, gadis itu hanya terdiam, lalu mulai menyandarkan punggungnya pada kursi kayu tersebut sembari melipat kedua tangannya di atas perutnya.

"Keras sekali." Lanjut Jeffan, gadis itu mendongak menatap suaminya itu yang sedang memotong daging steak di piring putihnya.

"Enggak suka, ya?" Jeffan seketika meletakkan garpu dan pisau di piring tersebut, sembari menatap istrinya yang duduk di hadapannya.

"Kamu kan sukanya perempuan polos yang kapan saja bisa kamu bodohi." Lanjut gadis itu tersenyum getir, Jeffan membasahi bibirnya sembari terus menatap istrinya itu.

"Sweetie, kamu kenapa?"

"Kamu marah sama saya, iya?" Lanjut Jeffan, gadis itu kembali memperlihatkan senyum getirnya dan mulai mendongak menatap suaminya itu.

"Jeffan, saya sakit." Jeffan terdiam tersenyum tipis, menatap teduh penuh kasih sayang ke arah istrinya yang seakan tengah mengeluarkan kekesalannya.

"Marah, kesal, benci, jijik, ingin terus berteriak saat bayangan-bayangan kejadian itu terus menghujam saya setiap waktu." Senyum tipis Jeffan memudar, tatapannya semakin terfokus pada istrinya.

"Saya sakit, Jeffan." Lanjutnya, mata Jeffan mengedip sembari menelan Saliva yang seakan sangat sulit Jeffan telan.


"Sweetie,"

"Kamu ingat?" Tanyanya lirih, gadis itu hanya menanggapinya dengan senyum getir.

"Kamu tau saya sakit, tapi kamu enggak bisa mengontrol hasrat kamu dan menumpahkannya pada perempuan lain, kenapa Jeffan?"




DEG!

Jantung Jeffan mencelos, mendengar kalimat sang istri dengan suara bergetar hebat saat mengatakan kalimat tersebut.

"Butuh waktu satu Minggu saya mengatakan ini di hadapan kamu, sebenarnya kamu anggap saya ini apa, Jeffan?" Lanjutnya, wajahnya kini gadis itu tundukkan dengan senyum getir seakan menyembunyikan mata memerahnya menyimpan sebutir air mata di dalamnya.

Jeffan kembali menelan pahit Saliva nya sembari membuang wajahnya ke samping sekilas, lalu mulai menatap sang sekretaris pribadi yang berdiri di belakang meja makan bersama beberapa pelayan disana.


"Winata, handle semua jadwal saya hari ini dan.."

"Enggak perlu." Pangkas gadis itu, Jeffan kembali menatap istrinya.

DESIRE [NC 21+] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang