21

1.8K 132 12
                                    

Tiga bulan berlalu begitu cepat. Aul, gadis itu kini duduk di samping ranjang rumah sakit tempat seorang pria dengan wajah dan sebagian tubuhnya yang tertutup perban putih tengah terbaring tidak sadarkan diri dengan banyaknya selang infus yang menancap di tubuh kekarnya.

Tangan mungilnya yang kini di sibukkan mengusap lembut dan perlahan lengan Jeffan dengan kain basah itu, sesekali mengusap kasar air matanya dalam diam.

Air mata yang terus menuruni pipinya itu, kini membuatnya menghentikan aktivitasnya dan mulai menundukkan kepalanya sembari terisak disana.

Tiga bulan sudah, Jeffan berbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan banyaknya selang infus yang membantunya tetap bertahan.

Isakkan yang terdengar menyayat hati itu, membuat Aul mendongak, menatap wajah sang suami yang kini terbalut perban putih, bahkan sudah tidak bisa dikenali itu.

"Jeffan kapan bangun?"Lirihnya, mengambil tangan Jeffan untuk di genggamnya, sesekali mencium tangan kekar itu.

"Jeffan pernah ngomong sama Aul kalau Jeffan enggak akan pergi dulu kan?"

"Jeffan bakal pergi bareng-bareng sama Aul, kan?"

"Jeffan enggak bakal ninggalin Aul sendiri sama bayi kita kan?"

"Enggak kan, Jeffan?"

"Jeffan akan bertahan buat Aul dan bayi kita, kan. Iya kan?" Kata Aul bertubi-tubi, yang di selingi degan isakkan membuat nafasnya kembang kempis menahan rasa nyeri yang menyelimuti hati.

"Aul takut, Jeffan." lanjutnya, kembali menundukkan kepalanya dan terisak disana.





Ceklek.

Pintu kamar rawat Jeffan terbuka, Aul memejamkan matanya rapat saat gadis itu sudah hafal betul, siapa dalang dari terbukanya pintu kamar rawat sang suami tepat pukul empat sore hari selama tiga bulan terakhir ini.


"Honey."

Isakkan Aul tertahan, saat suara beriton itu kini tertangkap di rungunya dengan tangan yang semakin erat menggenggam tangan Jeffan.




Cup

Kecupan singkat tepat di kepalanya, telah Aul dapatkan dari seseorang itu, yang kini mulai menyentuh bahunya seolah ingin Aul menghadap kearahnya menyambut kedatangannya.

"Saya pulang dari kantor, tapi kamu tidak menyambut saya, Aul?" Tanyanya, mata kelam itu kini menatap wajah cantik Aul yang terus menunduk.

Tangan kekarnya kini menyentuh dagu Aul, di arahkannya keatas agar menatap manik kelamnya.

"R-rajendra.." Lirih Aul, mulai menatap mata kelam Rajendra dengan mata berbinarnya yang kini mengeluarkan air mata.

"Sudah sore, saatnya kamu pulang dan berganti menemani saya." Ujar Rajendra, berbicara selembut mungkin itu, namun Aul menggeleng perlahan, air matanya kini mulai bebas terjun kembali di pipinya.

"Rajendra tolong, untuk malam ini saja saya ingin bersama Jeffan." Lirih Aul, senyum miring Rajendra terlihat, dan kini pria itu mulai menarik pinggang Aul posesif lebih mendekat kearahnya.


"Membantah permintaan saya, Aul?"

"Mau saya bunuh suami tidak berguna kamu itu, Hem?" Lanjut Rajendra, Aul semakin terisak sembari menggeleng.

"Turuti kemauan saya selagi saya berbaik hati untuk tidak membunuh suami kamu itu, Aul!" lanjut Rajendra lagi-lagi, semakin mengeratkan cengkraman tangannya pada pinggang Aul, yang membuat Aul meringis kesakitan.

DESIRE [NC 21+] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang