10

2.4K 140 1
                                    

Ketukan jari yang mengetuk pada sebuah meja di ruangan yang penuh dengan berkas yang menumpuk di meja tersebut, membuat seorang pria menyandarkan punggungnya pada kursi kebesarannya dengan mata memejam, serta kepala yang menengadah ke atas.

Hatinya bergemuruh dengan kencang, serta rahang yang mulai pria itu keras kan, saat mengingat jalan hidupnya.

Jalan hidup yang dirasanya benar-benar tidak adil baginya. Bagaimana tidak, pria itu baru saja menikah dan harus menelan pahit kenyataan dari di sentuhnya sang istri oleh adik tirinya, sang istri yang mengalami depresi yang tidak main-main, dan kini istri tercintanya menghilang entah kemana.

Lengkap sudah, penderitaannya.


"Sweetie, kamu dimana?"

"Saya kangen." 

Jarinya berhenti mengetuk meja. Dan kini Jeffan, pria itu beralih meraih sebuah pena hitam di samping tangannya dan mematahkan pena tersebut menjadi dua dengan satu tangannya.

Hatinya bergemuruh, rasa kesal dan marah benar-benar Jeffan rasakan saat bayangan sang istri yang menjerit kesakitan saat Rajendra memperkosa istrinya itu membuat mata Jeffan menajam. 

"Semua terjadi karena Rajendra,"

"Saya kehilangan separuh nyawa saya."




Ceklek..

Pintu ruangan Jeffan terbuka, pria itu masih betah dengan pejaman mata dengan tangan yang terus meremas pena yang telah hancur ditangannya itu.

"Gak sopan."

Gumamnya, yang membuat seseorang yang membuka pintu tersebut menatap tajam kearah Jeffan dan berjalan menghampiri pria itu.

"Saya Ayah kamu!" Balas seseorang pembuka pintu itu, yang ternyata adalah sang Ayah.

Jeffan tersenyum masam, "Mungkin karena itu, Rajendra mengikuti sikap buruk Ayah." Balas Jeffan, kini mulai membuka matanya perlahan, lalu mengarahkan tatapannya pada sang Ayah yang sudah menatap tajam kearahnya itu.

"Berhenti menyalahkan semua orang karena hilangnya istri murahan kamu itu!" Jeffan mengeraskan rahangnya, saat kalimat itu keluar dari mulut sang Ayah.

"Kalau seandainya Ayah bukan Ayah saya,"

"Mungkin saya sudah merobek mulut lancang Ayah." Lanjut Jeffan, yang memuat sang Ayah melangkah kearah Jeffan dan menggebrak meja.

"Jangan kurang ajar pada Ayah!" Kata sang Ayah, sembari menunjuk marah kearah Jeffan.

Jeffan tersenyum masam, lalu menatap tajam Ayahnya itu, "Dan Ayah jangan kurang ajar pada perempuan saya." Balas Jeffan.

"And now,"

"Kalau Ayah datang kesini hanya ingin mengajak saya bertengkar, akan jauh lebih baik Ayah kembali ke perusahaan Ayah." Lanjut Jeffan, sang Ayah mulai menghembuskan nafas panjangnya.

"Bantu Ayah." Kata sang Ayah, Jeffan tersenyum masam.

Apa katanya?

Meminta bantuan setelah mulut itu memaki dan menghina istrinya?

Yang benar saja!

Jeffan terkekeh, yang membuat sang Ayah merasa di permalukan akan kekehan yang Jeffan perlihatkan.

"Kenapa?"

"Tidak mau membatu Ayah?" Tanya sang Ayah.

Jeffan tersenyum masam, "Kenapa tidak meminta bantuan pada putra kesayangan Ayah saja?"

DESIRE [NC 21+] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang