Cactus

60 9 2
                                    

Gadis itu seperti kaktus. Ia akan tetap hidup jika diberi air yang cukup, ia akan tetap menyimpan cadangan air dalam tubuhnya. Cahaya adalah sumber yang ia butuhkan. Namun, jika sang pemilik tidak merawatnya dengan baik, ia akan mati dengan sia-sia. Menghilang seperti dirinya tak pernah ada.











Jeongyeon yang masih duduk termenung di kafe sore itu sedang mencerna kejadian yang baru saja terjadi. Sudah lama ia tidak pernah melihat kakak laki-lakinya setelah kejadian ia meninggalkan dirinya dan kakak perempuannya. Tak lama, kakak perempuannya yang meninggalkan dirinya bersama dengan Ryujin.


"Kenapa aku harus menangis...?"


Kata itu keluar dari bibirnya tanpa sadar. Pipinya basah. Ada rasa yang ia sendiri tidak bisa menjelaskannya. Dirinya sangat bingung sebenarnya apa yang baru saja terjadi pada dirinya. Benar, ia sedang bermimpi bukan? Atau ini adalah kenyataan yang harus ia terima bulat-bulat setelah ia sadar bahwa dirinya tidak pernah menghadapi kenyataan seperti ini setelah sekian lama? Rasa yang tak bisa ia jelaskan oleh dirinya sendiri.

Ia melihat kedua tangannya. "Aku tak banyak berbicara." ucap Jeongyeon pada dirinya, "...namun keadaan bisa menjelaskan apa yang sedang aku alami saat ini, bukan? Sungguh, aku masih tak mengerti apa yang terjadi." ia terdiam.

Seseorang melihat Jeongyeon sedang duduk sendirian dari luar jendela kafe. Ya, itu Nayeon. Kebetulan Nayeon baru saja pulang bekerja dan memang kafe itu dekat dengan kantor Nayeon. Nayeon akhirnya berniat menghampiri Jeongyeon yang duduk sendirian.

"Yoo Jeongyeon!" sapa Nayeon dengan senang. Namun Jeongyeon tak bisa mendengar itu, ia masih larut dalam dirinya sendiri. Nayeon yang melihat itu langsung tahu apa yang sedang dialami Jeongyeon. "Ya, Yoo Jeongyeon! Kamu habis bertemu dengan siapa??" tanya Nayeon khawatir. "Kakak laki-lakiku." Jeongyeon menjawab itu dengan tatapan kosong dan juga tanpa melihat pada Nayeon.

Nayeon yang mendengar itu sontak terkejut karena ia tahu bahwa kakak laki-laki Jeongyeon sudah lama menghilang. Nayeon mulai khawatir karena ia juga tahu bahwa Changkyun sedang tidak di Korea saat ini. Biasanya ia akan langsung menelfon Changkyun jika keadaan seperti ini. "M-mau menginap dirumahku?" tanya Nayeon. Jeongyeon hanya mengangguk tanpa berbicara sepatah kata pun.

Mereka akhirnya keluar dari kafe. Saat Nayeon melihat sebuah kartu di atas meja, ia cepat-cepat mengambilnya. Nayeon dan Jeongyeon saat ini sedang menuju apartement milik Nayeon yang letaknya tidak begitu jauh. Hanya perlu satu kali naik bus dari halte di dekat sini. Apartement Nayeon adalah apartement tempat berkumpul, ini akan jadi penghilang keresahan Jeongyeon sore itu.


20 menit sudah perjalanan mereka dan Jeongyeon masih duduk diam dengan tatapan kosong. Entah mengapa, Jeongyeon seperti kembali ke dirinya yang dahulu. Ini sangan membuat tak nyaman Nayeon.

Mereka akhirnya turun di halte pertama karena memang apartement Nayeon sangat dekat. Nayeon menggandeng tangan Jeongyeon, "Jangan melamun! Perhatikan jalan!" ucap Nayeon lantang. Jeongyeon menatap Nayeon yang membuat dirinya terlihat sedikit canggung, Jeongyeon lalu tersenyum pada Nayeon. Jeongyeon tahu bahwa sahabatnya ini akan melakukan apapun agar dirinya lepas dari semua pikiran.

Akhirnya mereka sampai di apartement Nayeon. Nayeon pun berinisiatif menelfon Changkyun. Meski ia tahu bahwa perbedaan jam tidak akan membuat Changkyun mengangkat telfon darinya. Nayeon melihat Jeongyeon sedang terduduk sendiri di sofa, ia melamun lagi.

Pik!

"Hallo? Siapa?" terdengar dari sebrang mengangkat telfon setengah sadar. "Ya! Sesibuk itukah sampai melupakan yang disini?" tanya Nayeon geram. "Aku ingin menelfonnya tapi perbedaan waktu ini membuat diriku sedikit gelisah. Ada apa kakak menelfon? Ada yang terjadi." Nayeon melirik Jeongyeon. Ia menghampiri Jeongyeon dan memberikan telfon itu pada Jeongyeon. Jeongyeon hanya menatapnya bingung dan segera mengambil handphone Nayeon.

"Hallo?" sapa Jeongyeon. Changkyun sempat diam sesat sebelum.. "Baterai tenagaku hampir habis. Aku butuh diisi dengan suaramu." ucap Changkyun yang membuat Jeongyeon tersadar bahwa itu adalah lelaki yang selama ini ia tunggu. "Bagaimana kabarmu?" tanya Changkyun. Suara Changkyun itu telah membuat air mata Jeongyeon jatuh kembali, rasanya rindu.

"Ya ya, Yoo Jeongyeon, kenapa menangis?" Changkyun terkejut saat mendengar Nayeon bilang kalau Jeongyeon menangis. "Jeongyeon, aku janji akan segera pulang." ucap Changkyun. "Jangan, jangan pulang." Jeongyeon hanya bisa mengatakan itu. Ia tidak ingin Changkyun melihat dirinya dalam keadaan seperti ini.

"Aku tahu. Aku akan segera ke Korea begitu kegiatanku selesai. Jangan menangis ya. Sebentar lagi di Korea sudah mau masuk malam, kan? Jangan tidur terlalu larut." suara Changkyun cukup menenangkan hati Jeongyeon. Benar, hatinya memang memilih lelaki ini. Meski mereka tahu jika mereka masih belum bisa bersama tapi mereka akan selalu bersama. "Terima kasih. Sebaiknya kamu tidur kembali. Aku akan segera tidur begitu selesai makan." Jeongyeon tersenyum dan mematikan telfonnya.

Nayeon menatap Jeongyeon takjub, "Wow." Jeongyeon menatap Nayeon. Mereka kini saling bertatapan. "Aku tidak tahu bahwa menenangkan dirimu sesederhana itu. Memang benar kata orang kalau seseorang jatuh cinta pasti apapun bisa terjadi." Nayeon masih menatap Jeongyeon takjub. Jeongyeon hanya bisa mengangkat kedua bahunya. Memberi jawaban yang tak pasti.

Hari ini seseorang telah menyiram kaktus yang hampir mati itu. Ia diselamatkan hanya dengan suara. Kaktus itu kembali hidup dan melupakan apa yang terjadi sebelumnya. Seseorang menyelamatkannya dengan cinta dan kasih sayang.

DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang