Dear Name

193 35 3
                                    

Jimin disana sambil memeluk hadiah besar untuk Ryujin. Jeongyeon hanya menatapnya. Dingin. Datar tanpa ekspresi.

"Aku datang. Sepertinya ada pesta." ucap Jimin.

Jeongyeon masih menatapnya, tatapan tanpa bahasa. "Mm." jawabnya singkat.

"Boleh aku masuk?" tanya Jimin sambil tersenyum.

Jeongyeon menatapnya ragu tapi akhirnya ia memperbolehkan Jimin masuk.

Disana terlihat Ryujin sedang tersenyum cerah ceria bersama dengan Changkyun dan juga yang lainnya. Ekspresi Jeongyeon tidak berubah, ia hanya menatap datar.

"Oh, siapa ini?" tanya Jimin menunjuk Changkyun.

Ryujin yang tidak nyaman dan melihat kearah Jeongyeon langsung memeluk lengan Changkyun, "Ini paman Changkyun, orang favorite terbaruku setelah ini ibu." ucap Ryujin tiba-tiba.

Melihat kata yang dilontarkan Ryujin, Jeongyeon tentu saja tersentak. Jimin pun sama hal dengan Jeongyeon. Mukanya terlihat sedikit kesal. Changkyun pun sama halnya. Ia melihat Ryujin yang tersenyum padanya dan memberikan senyumannya kembali.

Acara ulangtahun Ryujin dimulai dengan Jeongyeon duduk disebelah sisi kanan Ryujin, Changkyun disisi kirinya.

"Oh! Ayo foto dulu! Lihat, terlihat seperti keluarga bahagia." ucap Nayeon sedikit menggoda.

Jeongyeon dan Changkyun saling melempar pandangan. Mereka hanya saling menatap dan tiba-tiba Ryujin merangkul lengan Changkyun dan Jeongyeon, "ini ayah dan ini ibu. Keluargaku lengkap!" jawab Ryujin sambil tersenyum.

Jimin yang melihat itu keluar diam-diam tanpa sepatah kata pun. Seperti ada sebuah pedang yang menusuknya secara tiba-tiba. Apapun itu, terasa sangat menyakitkan baginya.



Disana, Jeongyeon dan Changkyun masih duduk bersama, mereka hanya menatap kearah luar, kearah taman belakang yang sangat luas.

"Ryujin bukan anakku. Dia... anak kakakku yang ditinggalkan bersamaku."

Changkyun menatap kearah Jeongyeon. Tak ada ekspresi yang keluar darinya. Hanya tatapan harapan yang ia keluarkan.

"Aku.. hanya takut... Sekarang aku hanya takut pada diriku sendiri. Aku takut kalau dunia tidak bisa melindungi Ryujin bahkan saat nanti ia tahu bahwa aku bukanlah harapannya." jelas Jeongyeon.

"Kenapa kau bicara seperti itu?"

"Saat ia berumur 2 tahun, dimana aku masih seorang mahasiswa yang diragukan, ia terserang demam tinggi. Ia terus memanggil 'ibu! Ibu!' aku mulai terdiam dan menangis. Ada sedikit perasaan untuk memberikannya pada oranglain untuk dirawat, tapi... kekuatan untuk melindunginya.. didalam sini... didalam hati.. sangatlah besar."

Changkyun tertegun dengan jawaban yang diberikan Jeongyeon.

"Aku terus berjuang seorang diri. Mencari jati diri, belajar menjadi seorang ibu, merindukan kasih sayang oranglain tanpa aku tahu apa artinya diberi belas kasihan. Aku... terus menangis... menangis tanpa ada yang tahu bahwa perasaan sakit ini hanya aku pendam sendiri."

Jeongyeon tersenyum pada langit. Dia menunjuk pada langit yang mulai gelap dan tampak sendu.

"Disana.. ibuku bernafas. Aku sangat berterima kasih dan akhirnya aku tahu rasanya perjuangan seorang ibu. Aku memanggilnya sangat keras 'ibu!' meski aku tahu dia tak akan datang. Rasanya menyedihkan, bukan? Tapi apa yang bisa aku perbuat selain menatap langit dan berpura-pura bahagia bersama apa yang ada."

Changkyun sedikit memutar badannya dan menatap Jeongyeon. Jeongyeon menatap kembali Changkyun. Matanya berekspresi, mata sedih itu, mata sedih milik Jeongyeon.

"Jeongyeon-ah, terima kasih." Jeongyeon menatap Changkyun bingung, "Terima kasih untuk bertahan sejauh ini. Terima kasih telah mengalah pada dunia. Terima kasih untuk tetap berjalan dijalur yang telah disiapkan Tuhan. Apapun yang kamu perbuat sejauh ini adalah usaha terbaikmu." ucap Changkyun.

Mata yang semulanya hanya menatap dengan tatapan sedih penuh kerinduan, kini berlinang air mata. Mata itu, mata yang menahan tangis selama ini akhirnya mengeluarkan apa yang harus dikeluarkannya. Air mata.

























Writer note:

Jujur, chapter kali ini aku ngetiknya sambil nangis. 😭 thank you to mbak IU udah kasih inspire baru untuk me-remake cerita ini lebih kesisi point Jeongyeon.

DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang