Bahkan ketika aku hidup sendiri didunia ini, aku terus merasa sakit. Tak ada yang melambaikan tangan padaku. Aku ditakdirkan hidup tanpa dicintai. Hanya Ryujin satu-satunya yang membuat aku bertahan sejauh ini. Aku terus diliputi ketakutan terbesarku untuk bertahan. Apa yang bisa aku pertahankan? Benakku selalu saja memberikanku pikiran yang tak baik. Aku sakit. Aku sedih. Bahkan kalau aku ditakdirkan untuk matipun, siapa yang peduli.
— Siang itu —
"Oh, Jeongyeon-ah. Makan siang bareng?" tanya Nayeon menghampiri ruangan Jeongyeon.
Jeongyeon menggeleng. "Aku ada janji, unnie! Unnie makan siang dengan Momo saja." ucap Jeongyeon.
"Oh.. baiklah!" Nayeon meninggalkan ruangan Jeongyeon.
Jeongyeon meraih handphonenya.
From: Changkyun.
Aku tunggu dicafe dekat kantormu ya. Ditempat kemarin.
Entah sejak kapan senyum itu terkembang begitu hangat dari bibir manis Jeongyeon. Matanya yang dulu sendu kini terlihat bercahaya.
————
Jeongyeon memasuki cafenya. Ia melihat Changkyun yang melambaikan tangannya. Ia tersenyum tipis meski tak dilihat oleh Changkyun. Begitu hangat.
"Wah, siapa wanita cantik didepanku ini?" tanya Changkyun tersenyum sambil menopang dagunya dimeja.
"Jangan menggodaku. Apa sudah memesan?" tanya Jeongyeon.
Changkyun mengangguk lalu mengeluarkan sebuah kantong, "Ini, aku sempat diberi produk oleh agency, aku berikan untuk Ryujin karena menurutku produknya cocok untuk remaja."
Melihat Changkyun bersikap begitu hangat pada Jeongyeon dan Ryujin, Jeongyeon menatapnya begitu lama. Tatapan yang tidak pernah ia lempar untuk siapapun.
"Apa... ada sesuatu yang menempel diwajahku?" tanya Changkyun.
Jeongyeon menggeleng, "Tidak. Aku hanya bingung. Saat ini aku bingung. Apa aku harus bahagia atau harus merasa sedih? Apa aku harus tetap pada jalanku atau melawan arus? Aku hanya... bingung." jawab Ryujin.
Changkyun memegang tangan Jeongyeon dan menggenggamnya. Hangat.
"Aku tidak mau memaksakan sesuatu darimu. Kamu tau, aku tidak mau ending yang begitu menyakitkan untukmu. Aku hanya ingin kamu dan Ryujin bahagia. Siapapun nanti yang mendapatkanmu, aku turut bahagia. Tapi, sebelum orang itu datang, izinkan aku untuk melindungi kalian berdua." ucap Changkyun.
Jeongyeon tersenyum dan mengangguk.
Ada kalanya hatiku sedikit gentar dan runtuh. Apa hari itu akan datang? Hari dimana saatnya aku membaringkan diriku dan menatap langit. Bertanya pada langit apa yang sebenarnya terjadi hari ini dan seterusnya. Apa memang benar ini jalan yang sedang ditulis Tuhan? Ada kalanya aku ingin mengubur dalam-dalam kebahagian itu dan membiarkan diriku dalam ruang yang gelap. Tanpa aku sadari, banyak tangan yang mulai meraih diriku untuk menarik diriku untuk ketempat yang lebih terang. Disini, didunia ini, aku merasakan hal yang sangat menyakitkan dan menyenangkan. Dua perasaan yang seimbang, dua perasaan yang bisa mengombang-ambing hatiku. Entah dari keluargaku, temanku, atau bahkan orang yang aku cintai. Perlahan, aku menarik diri dari dunia dan mulai menyalahkan diriku sendiri. Namun kini, aku percaya bahwa banyak sekali orang yang akan memegang tanganku dengan erat ketika aku jatuh dan tak mudah bangkit. Aku berdoa pada Tuhan untuk tetap melindungi orang-orang disekitarku yang selalu membuatku dalam kebahagiaan dan selalu jadi tujuan utamaku untuk bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream
Fanfiction"Aku hanya takut kalau aku tidak begitu baik untuk duniaku dan duniamu."