01 - Awal dari Masalah

1.6K 56 0
                                    


Nyonya Maxbell akan membunuhnya.

Ten melihat ke arah arloji yang bertengger di lengannya dan tersenyum kecut. Waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 pagi. Sebelumnya ia sudah berjanji tidak akan pulang larut malam apalagi lewat dari tengah malam.

Sambil memberanikan dirinya, ia membuka pintu sepelan mungkin, berusaha tidak menimbulkan suara karena salah satu adiknya, Kelly mudah terbangun jika mendengar suara.

Ten menutup pintu dan mengerutkan keningnya saat pintu itu mengeluarkan suara berderit yang cukup keras. Sialan.

"Tuan Lee?", ucap Nyonya Maxbell sembari mengucek kedua matanya dan mengubah posisinya menjadi posisi duduk di sofa.

Ten melirik ke arah kedua adik kembarnya dan tampaknya mereka tidak terbangun saat Ten membuat suara. Lalu ia berjalan mendekat ke arah Nyonya Maxbell, pengasuh dari kedua adiknya. Hanya memerlukan waktu sebentar saja untuk mengahmpiri Nyonya Maxbell, ini dikarenakan ukuran apartement itu cukup kecil.

Nyonya Maxbell terlihat cukup marah, ekspresi tidak senang terukir jelas di wajahnya. "Maaf", ucap Ten sebelum Nyonya Maxbell mengatakan sesuatu. "Saya benar-benar minta maaf Nyonya. Hal seperti ini tidak akan terjadi lagi, saya berjanji. Saya tidak bisa pulang dengan cepat dikarenakan shift kerja saya belum usai dan saya tidak mendapatkan cukup banyak tip. Saya tidak memiliki cukup uang untuk membayar anda dalam minggu ini oleh karena itu saya bekerja sampai larut malam."

Bibir Nyonya Maxbell terlihat mengerucut. Ia menghela napasnya. "Tuan Lee tidak, Ten. Aku sangat mengerti kondisimu sekarang. Hal inilah yang membuatku masih berada disini. Tapi, kau juga harus mengerti kondisiku, aku juga memiliki keluarga dan aku menghabiskan hampir 15 jam disini setiap harinya untuk merawat dan mengawasi 2 gadis mungil berusia 4 tahun yang sangat aktif dan kau tidak cukup membayarku untuk melakukan tugas ini."

"Saya akan mencari pekerjaan lain", ucap Ten dengan cepat, berusaha menekan panik yang mulai muncul. "Saya akan mencari pekerjaan yang memiliki bayaran lebih bagus dan saya akan membayar jasa anda lebih banyak."

Nyona Maxbell menghela napasnya sekali lagi dan menggelengkan kepalanya. "Aku sudah mendengar kalimat itu bulan sebelumnya, Ten." Lalu ia melihat ke arah 2 gadis mungil itu. "Aku sangat mengagumi dan menyukai dedikasimu Ten. Tapi kau tidak bisa terus seperti itu. Kau baru berusia 21 tahun dan kau sangat layak mendapatkan yang lebih baik. Begitu juga dengan mereka, kenapa kau tidak mencarikan keluarga baru yang lebih baik untuk mereka?"

"Tidak", ucap Ten dengan suara yang cukup keras. "Mereka memiliki saya, saya ada keluarga mereka."

"Mereka berdua jarang bertemu denganmu, mereka berdua juga sering mencarimu sepanjang waktu. Mereka sangat merindukanmu."

Ten mengalihkan pandangannya ke arah kedua adiknya. Kelly dan Nelly yang sedang tertidur dengan posisi meringkuk. "Saya juga sangat merindukan mereka." Lalu menatap Nyonya Maxbell. "Saya akan menemukan sebuah solusi dan saya berjanji hal ini tidak akan terjadi lagi."

Ten mengeluarkan dompetnya dari saku celananya dan memberikan seluruh uang yang ia miliki kepada Nyonya Maxbell. "Ini, tolong terima ini, hanya ini yang saya punya", ucap Ten yang langsung dijawab dengan gelengan kepala dari Nyonya Maxbell. "Tidak perlu, aku tau kulkas di apartement ini kosong, belilah beberapa makanan dan sayuran.", ucap Nyonya Maxbell sambil mengambil tasnya dan berhenti sejenak. "Tolong pikirkan lagi apa yang kuucapkan, Ten. Selamat malam." Lalu Nyonya Maxbell melangkah keluar dari apartement itu.

Ten mengunci pintu apartement itu lalu kembali ke tempat tidur.

Ia berlutut di samping tempat tidur, meletakkan dagunya di kasur, dan menatap si kembar yang sedang tertidur.

Cahaya redup dari ruangan itu membuat si kembar terlihat seperti malaikat kecil dengan rambut hitam yang pekat yang sangat indah. Ten memejamkan matanya sejenak. God, ia sekarang sangat lelah, tapi tidur tidak masuk ke dalam opsi pilihannya. Ia harus mencari uang lebih untuk menjalani kehidupannya. Dan dalam waktu yang singkat rasa benci dan marah memenuhi dirinya. Marah kepada orang tuanya karena memiliki banyak hutang, mati, dan meninggalkan mereka tanpa uang sepeserpun. Ia butuh uang dan mulai memikirkan apa lagi yang harus ia lakukan untuk mendapat lebih banyak, pekerjaan apa lagi yang harus ia lakukan, sedangkan saat ini ia sudah melakukan 2 pekerjaan.

"Ten?"

Ten membuka matanya. Salah satu gadis mungil itu terbangun, dengan cepat ia mulai menghapus air matanya dan kepanikan mulai melanda dirinya saat ia tidak dapat membedakan apakah itu Kelly atau Nelly. "Baby?", suara serak keluar dari tenggorokan Ten.

Gadis mungil itu duduk dengan perlahan, berusaha untuk tidak membangunkan saudaranya, dan Ten terlihat sedikit lega karena itu adalah Kelly, ia lebih dewasa dan lebih pengertian dibandingkan Nelly yang lebih kekanakkan dan tidak tahu apapun.

Kelly mengulurkan keduanya tangannya ke arah Ten dan dengan segera langsung mengangkat gadis mungil itu kedalam pelukannya. "Hey, princess", bisik Ten lalu mencium pelipis Kelly. "Kau sudah pulang", ucap Kelly, melingkarkan lengan kecilnya dileher Ten. "Aku merindukanmu". "Aku juga merindukanmu", gumam Ten sambil membelai punggung Kelly. "Apakah kau bersenang-senang saat aku keluar?"

Kelly menganggukan kepalanya. "Kami banyak bermain, tapi Bell tidak mengizinkan kami untuk keluar dari sini."

"Kelly, jangan panggil Nyonya Maxbell seperti itu." Meskipun sekarang Ten menahan senyumannya. "Apakah ada kejadian lain?"

"Seorang pria bertubuh besar datang kemari setelah sarapan. Pria itu menitipkan surat untukmu, tapi Nyonya Maxbell tidak mengizinkan kami untuk menyentuh surat itu."

"Sebuah surat, huh?", Ten bangkit dari duduknya sembari menggendong Kelly menghadap dadanya dan berjalan ke meja dimana surat itu diletakkan. "Mari kita lihat."

Ten mengambil surat itu dan kembali ke bagian tempat tidur yang diterangi lampu kecil. Saat ia membaca asal dari surat itu sudah cukup membuat jantungnya tidak lagi berada di tempatnya.

"Apa itu?", tanya Kelly.

Ten membuka amplop itu, mengeluarkan secarik kertas didalamnya, dan mulai membacanya. "— Nilai yang rendah — gagal dalam memperbaiki nilai — dan beasiswa akan dicabut kecuali mahasiswa mampu mencapai —", kertas itu jatuh ke lantai dan Ten tidak menyadarinya. "Ten, apakah sesuatu yang buruk telah menimpamu?", tanya Kelly dengan mata khawatirnya. Ten memaksakan sebuah senyuman, tidak ingin membuat gadis kecilnya khawatir. "Tidak princess. Semuanya baik-baik saja." Berlawanan dengan ucapan yang keluar dari mulut Ten, ia mulai membenamkan wajahnya ke rambut Kelly dan memjamkan matanya, berusaha menahan tangisnya.

Your Body is Intoxicating Potion - JohnTen [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang