07 - Dalam 2 jam

696 35 0
                                    

Saat ini menurut Ten, mungkin Professor Suh sudah berfikiran jika sudah pernah melakukannya sekali, maka hal itu tidak akan menjadi sebuah gangguan dan tidak ada salahnya jika harus dilakukan untuk kesekian kalinya. Yang Ten maksud adalah ciuman.

Sekarang sangat terlihat bahwa Professor Suh sangat suka untuk menciumnya seperti lebah yang menghisap madu. Menjadi sebuah kebutuhan lebih tepatnya.

Dan karena hal itu, Ten lebih banyak menghabiskan waktunya untuk duduk di pangkuan Professor Suh dengan lidah pria itu dimulutnya dan tangan pria itu di pantat Ten. Sebenarnya yang terakhir cukup membuat Ten merasa tidak nyaman tapi kelihatannya Professor Suh sangat ingin memegang pantat Ten sehingga Ten mengurungkan niatnya untuk berargumentasi dengan pria di depan wajahnya ini. Karena sudah pasti Ten akan kalah jika berargumentasi.

Biasanya setelah beberapa saat mereka saling bertautan lidah dengan intens. Professor Suh akan memerintahkan Ten untuk segera berlutut dan memulai tugasnya. Tapi tidak seperti itu pada hari ini. Professor Suh sangat menikmati waktunya dengan menciumi Ten berkali-kali, menghisap seakan mulut Ten adalah narkoba, dan sangat dalam. Cukup dalam karena membuat Ten kesulitan untuk bernapas.

Anehnya, Ten mendapati dirinya terengah-engah dan beberapa kali mengeluarkan suara kecil saat Professor Suh menggigit atau saling bermain lidah. Dan Ten tidak tahu mengapa dirinya bisa menjadi seperti itu. Ia sendiri juga tidak yakin apakah dirinya menyukai atau membenci perasaan ini — perasaan saat dirinya kewalahan saat berada di dalam pangkuan Professor Suh.

Akhirnya, Professor Suh memberhentikan ciumannya dan menatap Ten dengan intens. Seharusnya sekarang Ten melakukan tugasnya seperti biasa, tapi alih-alih memberikan perintah untuk Ten, Professor Suh mulai menciumi leher Ten, memberikan sensansi menggelitik, dan membuat tubuh Ten merasa aneh.

"Prof. Aku yakin yang kau lakukan bukan bagian dari apa yang kita sepakati." kata Ten dengan suara seperti tertahan.

Tentu saja Professor Suh mengabaikan perkataan Ten dan itu adalah hal yang sudah biasa, pria di depannya tidak pernah mendengarkan perkataannya.

Ten memutar matanya mengingat kembali, sejak semuanya dimulai ia menyadari bahwa Professor Suh benar-benar menjaga wibawa nya saat sedang mengajar, sama sekali tidak menunjukkan bagaimana dirinya. Sangat berbeda dan berbanding terbalik saat bersama Ten. Pria itu sama sekali tidak menahan dirinya dan sangat mendominasi. Apapun yang terjadi atau apa yang harus dilakukan semuanya harus sesuai dengan keinginan Professor Suh.

Ten tidak lagi sibuk dengan pikirannya sendiri saat ia merasakan tangan Professor Suh yang besar dan hangat menyingkap kemejanya untuk membelai punggung telanjang milik Ten.

"Kurasa kau sudah melewati batas. Kau harus berhenti." gumam Ten. Meskipun jika boleh jujur, Ten tidak begitu terganggu dan bisa dikatakan bahwa dirinya menikmati sensasi yang diberikan oleh Professor Suh.

Seharusnya pada saat ini Ten sudah panik, tapi berbanding terbalik dengan seharusnya, Ten sama sekali tidak panik. Namun menurut Ten ini bukanlah apa-apa karena hampir setiap hari ia selalu merasakan kejantanan pria di depannya ini di dalam mulutnya.

Professor Suh masih terus berada di leher Ten, kali ini ia mulai memberikan gigitan-gigitan kecil pada leher yang sudah mulai memerah itu. "Pull me out and jerk me off."

Sebelum Ten bisa melakukan itu, ponsel Professor Suh mulai bergetar diatas meja.

Ten mendengar Professor Suh menyumpah lalu mengangkat kepalanya dari leher Ten, dan mengangkat panggilan telepon itu,

"Ya?"

Ten menyaksikan Professor Suh yang sedang bertelepon, wajahnya berubah menjadi sangat serius. Terlihat jelas bahwa Professor Suh tidak menyukai apa yang dikatakan oleh penelpon itu. "Aku tidak tertarik Grace." Ada jeda sejenak. "Aku tidak peduli dengan apa yang ia inginkan. Simpan ucapanmu dan jangan membuang-buang waktumu untukku. Aku tidak akan datang."

Karena rasa ingin tahu yang cukup besar, Ten membungkuk lebih dekat ke arah Professor Suh agar mendengar apa yang sebenarnya terjadi.

"— ayah sakit parah Johnny." Kata wanita bernama Grace dari seberang sana. "Aku bersumpah bahwa aku sama sekali tidak membohongimu tentang kondisi ayah. Kau sendiri tahu ia sangat keras kepala dan tidak akan mengakui bahwa dirinya — dirinya ingin melihatmu sebelum —Tolong Johnny. Jika bukan demi ayah, maka demi aku."

Rahang Professor Suh terlihat mengeras. "Aku tidak akan melakukan apa yang ia ingin aku lakukan. Aku tidak akan menikahi gadis kecil yang konyol itu."

"Sarah adalah wanita muda yang sangat baik, Johnny." Kata Grace. "Ayah Sarah adalah teman ayah kita, tapi ia sangat berbeda dengan ayahnya. Dia baik —"

"Grace." Professor Suh memotong perkataannya. "Kau melupakan sesuatu. Aku tidak menyukai wanita. Dan bahkan jika aku menyukai wanita, aku tidak akan pernah menikahi wanita yang dia pilih."

"Pulanglah. Ini adalah satu-satunya hal yang kuharapkan."

Professor Suh memegang kepalanya. "Baiklah." Setelah itu ia langsung mematikan panggilan telepon itu dan membanting ponselnya ke atas meja.

"Adikmu?" tanya Ten. Ia melihat bahwa Professor Suh sudah tidak minat dengan aktivitas yang sebelumnya mereka lakukan. Saat Ten akan turun dari pangkuan Professor Suh, pria itu menarik Ten dan mencium Ten kembali.

Ciuman itu sangat menuntut dan untungnya ciuman itu berakhir dengan sangat cepat.

Professor Suh mencengkram dagu Ten dan menatapnya dengan tajam. Kemarahan masih terlihat pada raut wajahnya. "Kau akan menemaniku."

Ten terkekeh. "Aku? Menemanimu? Jangan bercanda."

"Aku akan membayarmu untuk waktu yang kau luangkan." Kata Professor Suh. "$3000, seperti sebelumnya."

Ten menatap pria di depannya ini. "Kau bersedia mengeluarkan uang sebesar $3000 untuk membuat ayahmu semakin sakit? Apakah kau bercanda?"

"Itu bukanlah urusanmu." Lalu ia melirik jam tangannya. "Sudah hampir jam 2 siang. Pulang dan berkemaslah. Aku akan menjemputmu dalam 2 jam."

Ten meletakkan tangannya di bahu Professor Suh. "Whoa, tunggu sebentar. Aku tidak bisa ikut denganmu. Aku serius. Aku tidak bisa."

Professor Suh menatap Ten dengan pandangan yang kesal. "Kenapa tidak bisa?"

Ten ragu-ragu apakah ia harus mengatakan alasannya atau tidak. "Aku mempunyai 2 adik perempuan. Mereka masih berumur 4 tahun. Aku tidak bisa meninggalkan mereka. Mereka tidak mempunyai orang lain selain aku."

Ten tidak bisa membaca raut wajah Professor Suh. "Carilah pengasuh. Aku akan membayarnya."

Ten mendengus kesal lalu segera bangun dari pangkuan Professor Suh. "Apakah itu jawabanmu untuk semuanya? Kau tidak bisa membeli semuanya. Aku tidak akan meninggalkan anak-anak dengan seseorang yang tidak mereka kenal. Pengasuh yang biasanya menjaga mereka sedang sakit."

Professor Suh menghela napasnya, alisnya sedikit mengkerut, dan rahangnya terlihat mengeras. "Baiklah, bawa adik-adikmu."

Ten terlihat bingung. "Menurutku itu bukanlah ide yang bagus. Mereka takut saat berada disekitar orang asing dan kau —"

Senyum yang terlihat masam muncul di wajah Professor Suh. "1 hal yang perlu kau ketahui. Aku tidak memakan anak-anak." Lalu ia berdiri dan berjalan mendekati Ten. "Kau ikut denganku." Kata Professor Suh saat berhenti tepat di depan Ten. "Aku tidak peduli dengan anak-anak, tetapi kau akan ikut denganku."

Sebelum Ten bisa mengatakan apa-apa, Professor Suh menarik kerah kemeja Ten dan menarik tubuhnya untuk mendekat ke arah Professor Suh kemudian menciumnya.

Beberapa menit kemudian Professor Suh akhirnya membiarkannya bernapas lagi, dan Ten menemukan bahwa jari-jarinya terkepal di baju Rutledge.

"Baiklah." ucap Ten dengan lemah sambil mengedipkan matanya beberapa kali, berusaha menyadarkan dirinya dari perasaan aneh yang mulai memasuki tubuhnya.

Professor Suh mendorong Ten ke arah pintu. "Aku akan menjemputmu dalam 2 jam, aku tahu dimana kau tinggal, jadi jangan macam-macam."

"Baiklah." Kata Ten lagi lalu beranjak pergi dari ruangan itu.

Your Body is Intoxicating Potion - JohnTen [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang