Dream-Twenty Four

56 13 16
                                    

Jeongin mengembuskan napas kasar, memalingkan muka kala mendengar suara pintu terbuka, menampilkan sosok pria berjas putih serta perawat di belakangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeongin mengembuskan napas kasar, memalingkan muka kala mendengar suara pintu terbuka, menampilkan sosok pria berjas putih serta perawat di belakangnya.

Jongseong segera menghampiri sang pahlawan-; dikenali sebagai doktor.

“Bagaimana dengannya?” Jongseong bertanya, dengan kerutan sendu terlihat jelas di mukanya.

“Dia baik saja, tapi maaf, dia koma dan kehilangan kedua bola matanya untuk saat ini.” Jongseong nyaris tak tertahankan lagi untuk bergerak; tubuhnya hampir lemas akibat mendengar penjelasan dari sang lawan bicara.

“Apa tak bisa melakukannya memulihkan kembali dan dengan harga mahal pun aku sanggup membayarkannya asalkan dia pulih dan dapat melihat dunia ini lagi, doktor. Kumohon.”

“Maaf, di sini kami tidak bisa melakukan itu, di sini tiada pendonor mata lagi.” Dengan putus asa mendengar itu, Jongseong menjauhkan tangannya dari lengan dokter tersebut hingga pria itu menjauh setelah izin.

Jongseong mengacak rambutnya frustasi, memandang Jeongin dari luar ruangan itu. “Tunggu, Jeong. Jangan khawatir, aku tetap bersamamu.”

Jeongin terdiam. Memerhatikan bagaimana Jongseong menatapnya kacau. Sementara Yuna dikebumikan saat itu dia tidak pergi melainkan teman Jeongin bersama Beomgyu; sahabat dekatnya.

“Jeongin, ini saatnya kau pergi ke duniamu,” saran Sunghoon menepuk bahunya. “Kau sudah terlanjur hidup dalam mimpi. Maka ini saatnya kau bangun dan keluar dari mimpi—”

“Tak akan!” Jeongin menengok kebelakang, “aku sangatlah mencintai Yuna, meski kita tak di dunia yang sama, aku tetap mencintaimu apa adanya. Dan kumohon tetapkan seperti ini.”

“Itu tidak bisa, Jeong! Apa kau tak kasihan melihat keluargamu, Jongseong dan Beomgyu menunggumu terbangun dari koma!” Sunghoon tidak suka melihat sosok Jeongin begini.

“Jika kau tak mahu, maka biarkan aku memaksamu pergi,” Jeongin menatapnya tak percaya, “kau tak bisa melakukannya!”

“Jelas aku bisa!” Sunghoon menatapnya, “jika kau bangga hidup dalam mimpimu, maka aku menyesal telah memberikan mataku padamu, bahkan jantungku aku berikan padamu!”

Jeongin terdiam kelu, menatap wajah Sunghoon tak percaya. “Kau berbohong padaku, kan!”

“Kau jelas mendengar pembicaraan kami waktu itu, kau lupa, Jeong?”

Jeongin ingat begitu jelas, dimana suara itu memenuhi gendang telinganya sebelum dirinya jatuh pingsan.

“Tapi aku sempat mendengar bahawa aku—ah, maaf, maksudku Sunghoon sampai kapan dirimu tertidur?”

Sunghoon menatap Yuna sejenak, “waktu aku benar-benar kacau hingga tak makan dan minum berakhir aku pingsan dan tak sadar diri beberapa hari,” jelas Sunghoon.

“Tapi kalimat itu merasa diriku adalah Sunghoon sebenar, tapi mengapa aku bisa berada di sana?”

“Mungkin waktu itu aku menderma darahku padamu, ingat darah kita sama sebelum besoknya aku sadar.” Jeongin terdiam lagi, jawabannya terjawab semua.

[III] Another Dream • Sunghoon Yuna ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang