Dream-Twenty Five

61 12 15
                                    

Yuna membelakkan bola matanya, menggeleng keras kala menolak kalimat Jeongin begitu gila menurutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yuna membelakkan bola matanya, menggeleng keras kala menolak kalimat Jeongin begitu gila menurutnya. “jangan Jeong,” pintanya pelan.

Jeongin tersenyum getir, menatap kebawah dipenuhi manusia-manusia serta mobil-mobilan berlalu lalang di sana. Diam-diam ia meremas pegangan dinding separuh itu.

“Kau tahu, aku tak bisa hidup tanpamu, Na. Rasanya mati rasa.” Jeongin mendesah pelan, melirik bangunan itu dengan tatapan hangat, “aku tidak menyesal jika telah meninggalkan mimpi ini ... Tapi yang aku menyesal karena aku telah mencintaimu pada orang yang jelas aku tak bisa memiliki.”

Pemudi itu diam; memerhatikan pemuda itu terus menatap bangunan itu. Entah mengapa dirinya sangat bersyukur ketika ada orang mencintainya setulus hati.

“Jeong, kau akan beritahu Jay sebelum pergi.” Jeongin teringat, Jongseong merupakan sang kekasih Yuna dalam mimpi. Dirinya belum menceritakan segalanya.

“Jika kau pergi tanpa kabar, maka Jongseong makin merasa bersalah telah menganggap dirinya lalai menjagaku sepenuhnya. Kumohon, jangan kau pergi dahulu.”

Jeongin tetap diam. Mengigit bibir bawahnya, sebelum toleh ke Yuna, “aku harus berbuat apa, menceritakan dirimu telah tiada dan aku pergi dari dunia ini itu akan membuatnya sakit hati, Na.”

Jeongin membuang muka, “lebih baik pergi tanpa kabar daripada pergi setelah memberi kabar.”

“Keduanya menyakitkan hati, Jeong. Kau tidak mengerti bagaimana perasaan orang saat orang yang ia sayangi pergi tanpa kabar, mereka akan bertanya pada diri mereka; apa salah mereka, apa kesilapan mereka hingga orang itu pergi meninggalkan tanpa ada alasan.”

Jeongin kembali tatapan wajahnya, dengan mata menajam, serta bahunya naik-turun seakan terpancing dengan ucapan Yuna. Lelaki itu mendekat, “bagaimana denganmu, jelas-jelas kau pergi tanpa kabar. Kau pergi meninggalkanku sendirian, Na.”

Yuna diam, matanya menatap pemuda itu dengan penuh bersalah. “Jeong, aku—”

“Berhenti meminta maaf, aku tahu,” potong Jeongin mundur selangkah, Yuna hendak mendekat, Jeongin menggerakkan tangannya memastikan gadis itu tidak melangkah setapak pun.

Pemuda itu menetes secairan bening asin mengeratkan kepalan tangannya, “aku bodoh ya,” ujar Jeongin dengan nada bergetar.

“Jeong—”

“Aku bodoh, kenapa harus dirimu aku cinta, Na?! Kenapa?!” Jeongin menatap Yuna sendu, “aku bingung, apa ini diriku ... Atau sekadar meminjam mimpi kekasihmu?”

“Aku kira kamu benar Shin Yuna, ternyata hanyalah karakter imaginasiku, aku bodoh karena lupa kalau Yoon Yuna itu adalah tuli dan bisu!”

Bibir Yuna bergetar, menunduk mendalam dengan isakan tanpa suara itu, makin diselimuti rasa salahnya.

[III] Another Dream • Sunghoon Yuna ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang