Udara sejuk dan daun hijau yang sudah berganti warna mulai berguguran menyambut kedatangan seorang gadis dari pohon maple di pusat kota Amsterdam, Belanda. Sudah lima tahun berturut-turut dia datang ke kota ini. Perhatiannya seolah terkunci pada kapal perahu yang dikelilingi daun dari pohon maple berguguran.
"Aku harus mencari tempat tinggal dulu," batin Hazel sembari terus tersenyum melihat pemandangan musim panas berganti ke musim gugur.
Langkah kaki Hazel terus berjalan hingga ia mendapatkan feeling bahwa rumah yang berada di hadapannya itu adalah tempat tinggalnya beberapa tahun terakhir. Sebelum mengetuk pintu, ia merapikan pakaian dan juga penampilannya.
"Selamat pagi, Tuan dan Nyonya," sapa Hazel setelah mendapati kedua pemilik rumah tersebut. Belum si pemilik rumah mengizinkan Hazel masuk, seorang anak kecil datang dengan nada yang gembira.
"Wah, Kak Hazel datang lagi!" seru salah seorang anak kecil dan langsung memeluk Hazel yang disambut hangat oleh gadis itu.
"Hei, my Little Hero," sapa Hazel sembari mengusap rambutnya.
Namun, ternyata seruan dari si Little Hero yang terlalu riang gembira, membuat anak-anak yang lain datang untuk menyambut Hazel.
"Wah, meriah sekali, ya," sahut Tuan si pemilik rumah.
Di rumah itulah Hazel menginap selama musim gugur berlangsung. Rumah itu adalah rumah titipan gratis tanpa biaya yang disarankan oleh Hazel lima tahun yang lalu.
🍁🍁🍁
"Tuan Alex dan Nyonya Maria, bagaimana rumah ini dijadikan rumah tempat tinggal atau titipan anak-anak yang orang tuanya sibuk. Gratis saja tanpa dibiayai oleh si pemilik anak. Kalian kan bingung untuk dimanfaatkan apa uang sebanyak itu dan dari lubuk hati pasti ingin mengurusi anak," saran Hazel yang saat itu berumur dua belas tahun dengan sangat bijak.
"Tapi kalau kami kesusahan mengurusi anak kecil bagaimana?" tanya Nyonya Maria.
"Tenang saja. Aku yang akan mengurus mereka selama aku bisa. Mengajarkan hal kebaikan kepada mereka semua," ujar Hazel dengan sangat meyakinkan.
Akhirnya, setelah persiapan selama tiga bulan dan rencana selama setahun, rumah keluarga Anderson telah berganti menjadi penginapan anak-anak.
🍁🍁🍁
Seharian penuh Hazel bermain di dalam rumah bersama empat anak-anak-Vinna, Louis, Nike, dan Sally-tanpa keluar dari rumah. Raut wajah Hazel terlihat begitu bahagia.
Saat bermain dengan dengan anak-anak itu, Hazel tak ada waktunya untuk istirahat kecuali ketika waktu makan siang tiba.
"Everyone, let's have lunch together," ajak Nyonya Maria menginterupsi kegiatan bermain keempat anak kecil dan Hazel.
"Baik, Nyonya."
"Baik, Bunda."
Mereka berlima termasuk Hazel masuk bersama-sama ke dalam dan menuju ke arah ruang makan. Ternyata di sana Tuan Alex sudah duduk rapi menunggu mereka berlima. Untung saja Hazel segera menyuruh anak-anak itu untuk berhenti bermain untuk makan siang setelah beberapa detik sesudah dipanggil Nyonya Maria.
Di pertengahan makan, Tuan Alex banyak bertanya kepada Hazel tentang kegiatan dan aktivitas sebelumnya. Sudah lima tahun ia kenal Hazel dan sudah lima tahun juga seisi rumah itu mengetahui identitas Hazel yang sebenarnya.
Tuan Alex bertanya, "Apa ibumu hingga sekarang masih bersikap acuh tak acuh?"
Hazel menggeleng. Andaikata Tuan Alex tepat, dia pasti akan menjawabnya hanya dengan anggukan. "Bukan acuh tak acuh, Tuan. Hanya saja ... Ibunda dari awal memang tidak menerimaku, kan, jadinya sampai sekarang beliau masih seperti ibu tiri. Ya, memang beliau ibu tiriku."
"Sama aja. Lagian ... ibu tirimu itu seharusnya bersyukur karena sudah diterima raja untuk jadi ratunya," celoteh Nyonya Maria yang sakit hati dan kesal akan sikap Ibu Hazel yang menurutnya tidak tahu diri.
Tuan Alex pun menertawakan istrinya yang berceloteh terus tanpa henti. Hazel juga tidak berusaha untuk menghentikan Nyonya Maria berceloteh yang terkadang menunjukkan rasa kesalnya kepada ibu tirinya itu. Hazel merasa setuju dengan segala ocehannya.
"Nyonya, sesudah makan siang, aku ingin istirahat dulu sebelum nanti sore ingin jalan-jalan ke luar," izin Hazel saat tinggal satu suap lagi di piringnya.
Tuan dan Nyonya pun mengizinkan Hazel. Walaupun Hazel tidak meminta izin pun akan tetap diizinkan karena Hazel di suruh untuk menganggap rumah sendiri.
"Di kerajaan Ha ... di rumah Hazel tata krama itu penting. Kalau ingin keluar rumah harus meminta izin walaupun kita yang si pemilik rumah, itu kata Ibunda Hazel."
"You're an adult, aren't you an eleven year old kid anymore. Ah, so forget me," balas Tuan Alex sembari terkekeh pelan. Ia akan terus menganggap Hazel itu anak kecil sebelas tahun, karena Hazel yang saat itu sangat bijak dan bisa mengambil keputusan.
"By the way, aku menemukan amplop jatuh dari ransel Kak Hazelnut!" seru Louis sembari berlari dari kamar yang Hazel tempati hingga ke meja makan karena Hazel masih duduk di sana.
"What is that?" tanya Hazel sambil mengambil amplop kecil itu dari tangan mungil Louis. Ia langsung mengenali siapa si pengirim surat dan bagaimana bisa ada di dalam tas.
"Mau ngasih pesan apa lagi dia tahun ini?" batin Hazel bertanya-tanya.
Setelah mengambil amplop kecil itu dari Louis, Hazel langsung menatap anak itu dengan tatapan yang seperti akan menginterogasi seseorang. Targetnya kali ini adalah Louis sendiri, si penemu surat.
"Kenapa bisa Louis dapat surat ini?"
"Tadi Louis nggak sengaja lewat dan melihatnya."
Hazel pun mengabaikan penjelasan Louis dan membaca isi dari amplop itu.
Hazel Autumn, berikanlah benda itu kepada seseorang yang menarik perhatianmu. Pesanku hanya satu dan singkat, bahagiakan orang tersebut dengan kebahagiaanmu. Percayalah padaku yang bisa meramal masa depan.
Leon Bramastya
HandsomeYa ampun, Leon! Teka-teki apaan ini? pikir Hazel kesal.
🍁🍁🍁
865
KAMU SEDANG MEMBACA
Hays-Zel Autumn「 END 」
Fantasy「Season Series」 Hazel Autumn, gadis penikmat musim gugur dari dunia lain datang ke Bumi untuk menikmati daun yang berguguran. Di sela menikmati pemandangan musim gugur yang indah, tanpa disengaja dia bertemu ... bukan, dia menemukan seorang laki-lak...