11. Hazel, Haysel and Kids

46 6 2
                                    

Pada musim gugur, dedaunan pohon di tepi jalan berubah warna menjadi merah atau kuning sejak pertengahan bulan Oktober.

Seorang gadis menghitung banyaknya daun maple yang ia kumpulkan sejak awal kedatangannya ke Amsterdam pada tahun ini.

"Twenty-seven," teriak gadis itu langsung berdiri dan berputar-putar mengelilingi daun-daun maple yang sudah ia susun rapi.

Akibat mendengar teriakannya, seorang anak kecil laki-laki datang dengan raut wajahnya yang khawatir.

"Sis Hazelnut why?" tanya anak kecil laki-laki itu. Membuat Hazel berhenti berputar-putar.

Ya, gadis yang menghitung daun-daun maple itu adalah Hazel. Ia sedang menghitung jumlah daun maple yang dikumpulkan setiap hari, untuk mengingatkan setiap waktunya yang habis selama musim gugur.

"I'm okay, hahaha. Seharusnya aku yang bertanya, kamu kenapa Louis? Came with worried faces." Hazel tertawa geli. Begitu perhatiannya Louis dengan dirinya, padahal gadis itu hanya berteriak kegirangan.

Mendengar perkataan Hazel, anak itu langsung menunjukkan raut wajahnya yang cemberut. Ia sudah pede bahwa Hazel sedang dalam bahaya.

"I just went back to the room!" rajuk Louis saat terus mendengar Hazel menertawainya.

Namun, sebelum Louis berbalik badan, Hazel menahan pergelangan anak itu. Hazel berlutut dengan satu kaki dan membisikkan sesuatu ke telinga Louis.

"Louis mau!" seru Louis tanpa penolakan.

"Nice! Ajak Nike juga, jangan sampai tahu Vinna dan Sally. Kamu tahu alasannya kan?"

"Louis tahu, karena Vinna dan Sally baru datang di sini satu tahun lalu, dan sering diambil lagi sama orang tuanya. Kak Hazelnut hanya takut terkena amarah orang tua Vinna ataupun Sally, karena di perjanjian tertulis anak yang titipkan di sini tidak boleh dibawa kemana pun selain persetujuan orang tua. Mama Vinna dan Mama Sally memberikan centang di bagian itu," jelas Louis dengan polosnya. Padahal dia tidak perlu dijelaskan lagi kalau sudah tahu alasannya.

"Good boy!"

"Cepat berkemas-kemas, aku akan meminta izin ke Tuan Alex," ujar Hazel yang langsung dituruti oleh Louis.

"I love you, Sis Hazelnut!"

"I love you more, My Little Hero," balas Hazel sembari tersenyum manis.

🍁🍁🍁

Setelah Haysel kembali membaik, tidak murung lagi. Hazel mengajak Haysel untuk mampir ke sebuah taman yang jauh dari rumah mereka bersama dua anak kecil yang tinggal bersamanya.

Wajah Hazel terlihat cerah seperti langit yang mewarnai daun-daun yang berwarna orange dan merah itu. Louis dan Nike masih keheranan dan tidak percaya saat melihat sosok Hazel hari ini. Gadis itu mengenakan A-line dress, dress yang memiliki potongan yang sempit di bagian pinggang sampai atas dan melebar di bagian bawah. Tak lupa leaf crown green yang selalu ia kenakan kemanapun dengan jarak yang jauh dari rumah keluarga Anderson.

Padahal mereka hanya ke Vondelpark, taman kota umum yang berada di Amsterdam, bagian barat dari Leidseplein dan Museumplein. Hazel pernah diceritakan oleh orang asing yang ditemuinya 2 tahun lalu di ... oke, Hazel melupakannya. Seingatnya, kata orang asing itu Vondelpark digunakan untuk bersantai, bermain olahraga di padang rumput, dan menikmati ikan haring sandwich, berpiknik, berjemur, hingga bermain skateboard. Vondelpark adalah taman yang terkenal sekaligus terluas di Amsterdam.

"Kak Hazelnut kapan selesai berkemasnya, sih?" protes anak laki-laki yang tak lain dan tak bukan adalah Louis yang duduk di atas kasur Hazel.

"Iya, tunggu sebentar," kata Hazel sambil melanjutkan kegiatannya yaitu merapikan leaf crown-nya. Ia harus tampil cantik. Entah apa yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut, tetapi ia tidak menolak keinginan itu.

Hays-Zel Autumn「 END 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang