05. See You Later

64 9 0
                                    

Sepasang teman baru masih bermain di sekitar kanal Prinsengracht, mereka juga menyewa sepeda yang berada di sekitar kanal. Kalau menurut orang Indonesia, serasa dunia milik berdua.

Tanpa disadari oleh mereka berdua, langit hampir menggelap, saat Haysel melihat jam di lockscreen ponselnya sudah hampir menunjukkan pukul tujuh malam. Akhirnya Hazel dan Haysel pun memutuskan untuk segera pulang ke rumah masing-masing untuk makan malam.

Hazel teringat dengan tradisi keluarga Anderson yang mengharuskan penghuni rumahnya harus mengikuti makan malam bersama jam tujuh malam. Kata Haysel, masih ada waktu lima belas menit lagi sebelum jarum jam mengarah ke angka dua belas.

"Sampai jumpa, Haysel!" seru Hazel dengan tangan yang ia lambai-lambaikan. Namun, jawaban yang diterima dari Haysel membuat Hazel mencak-mencak seperti anak kecil.

"Selamat tinggal!"

"No! Don't say it! Kita akan bertemu lagi, karena kita teman," ujar Hazel terlalu polos membuat Haysel tertawa terbahak-bahak.

"Just kidding, haha." Gelak tawa Haysel membuat Hazel merasa malu sendiri, karena dirinya yang terlalu ketakutan.

Akibat Hazel yang ketakutan saat Haysel mengatakan selamat tinggal membuat laki-laki itu merasakan ada sesuatu yang baru di dalam hatinya. Sesuatu yang seperti ada yang menganggapnya, bukan sekadar dianggap lalu dicampakkan karena tidak berguna, lebih dari itu.

Selama waktu bermain mereka, Haysel melihat Hazel seperti bintangnya yang berkilauan. Bintang yang diharapkan Haysel saat kecil, bintang yang membawa harapannya terwujud.

"Hazel, see you later. Aku harus segera pulang, kamu juga!" seru Hazel sembari melambaikan tangannya fan berlari di trotoar jalan menuju rumahnya yang Hazel tidak ketahui.

"See you later, Hays," jawab Hazel membalikkan tubuhnya lalu berjalan pelan menuju rumah keluarga Anderson.

🍁🍁🍁

"Dad," sapa seorang anak laki-laki dengan napas yang tergesa-gesa. Beruntung baginya tiba tepat waktu sebelum ayahnya menyiapkan makan malam di atas meja persegi itu.

"Maaf aku pulang telat, akan aku ceritakan segala hal yang aku alami hari ini," ujar anak laki-laki itu lagi.

Sang ayah hanya menangguk dan tersenyum. Ia mengode sang anak untuk membantunya menyiapkan makan malam mereka. Nasi yang sudah ditanak oleh si anak laki-laki sebelum keluar rumah, ia keluarkan dari rice cooker.

"Ayah, kita kan udah nggak tinggal di Indonesia, kenapa masih makan nasi?" tanya si anak laki-laki.

Sang ayah hanya meresponnya dengan anggukan dan menggerakkan jari-jari dan raut wajahnya. Si anak laki-laki yang belum tahu apa yang terjadi kepada sang ayah hanya terdiam karena cemberut.

"Biasanya ayah selalu merespon segala perkataanku," batin si anak laki-laki.

Setelah makan malam yang diisi oleh keheningan, akhirnya si anak laki-laki membereskan peralatan makan dan membersihkannya, tak lupa dibantu oleh sang ayah.

Sang ayah pun melihat tersisa sedikit lagi yang bisa dikerjakan oleh putranya itu, melangkahkan kakinya ke ruang kerja dan mengambil sebuah  notebook, lalu menuliskan sesuatu di atas kertas.

Ia yang sadar kesusahan memanggil putranya, segera menemui anaknya di ruang santai. Sang ayah melihat anaknya yang sudah duduk santai di atas sofa sambil melihat layar televisi yang menampilkan film kartun di televisi kabel.

Si anak laki-laki pun terkejut dengan kedatangan sang ayah yang membawa kertas dan langsung ia baca isi tulisannya.

"Maaf ayah mendiamkanmu tadi, sebenarnya ayah tidak bermaksud mendiamkan Hasel gantengnya ayah. Sekarang ayah sedang sakit gigi dan susah untuk berbicara," kata anak laki-laki yang ternyata Haysel membacakan isi tulisan itu.

"Ohh, I'm sorry, Dad. Aku sudah berpikir yang tidak-tidak bahwa Daddy mencuekkan aku," sahut Haysel langsung memeluk ayahnya dengan erat.

Kedekatan antara Haysel dengan ayahnya berubah drastis setelah meninggalkan sang ibu dan pergi jauh dari Indonesia. Haysel sekarang merasakan kasih sayang ayahnya yang melimpah. Namun, sesekali pikirannya tertuju kepada sang ibu yang tega berbuat egois terhadap anaknya.

Memang saat ia kecil, selalu menganggap perbuatan egois sang ibu adalah hal yang wajar. Namun, setelah dibawa jauh oleh ayahnya dan tumbuh dan sekolah hingga remaja di Amsterdam, membuat jalan pikiran Haysel terhadap perbuatan sang ibu semasa kecilnya berubah.

It's okay, bisakah kamu ceritakan yang dialami hari ini? itulah isi tulisan terbaru ayahnya menjawab perkataan Haysel.

"Of course! Saat aku merenungkan nasibku semasa kecil, aku menemukan seorang gadis remaja yang ingin menjadi temanku. Awalnya tentu saja aku tolak, Dad. Bagaimanapun ajaran ibu untuk tidak berteman dengan cewek dari kecil masih terbawa hingga sekarang. Namun, lama-kelamaan aku diamkan dia, dia terus menyapaku dan mengatakan hal-hal yang ia sukai, hingga perkataannya ingin menjadi temanku, langsung aku jawab, Dad. Dia itu suka musim gugur, berbanding terbalik denganku yang setiap musim gugur teringat dengan perbuatan egois ibu, aku bahkan menganggap musim gugur ini sebagai malapetaka. Ayah tahu itu, kan?"

Haysel menceritakannya dengan raut wajah yang ceria. Bahkan kelewat bahagia. Sang ayah tersenyum lebar sembari memegang pipinya sebelah kiri agar giginya tidak nyeri. Menurut sang ayah, itu adalah hal terbaru yang ia dengar. Hal yang sangat langka terjadi kepada Haysel yang notebane-nya jarang bergaul. Hanya seorang gadis yang menyukai musim gugur, bisa membuat Haysel se-gembira itu.

"Nggak sia-sia saya bawa Haysel ke Amsterdam, daripada di Indonesia, saya lebih tidak suka anak satu-satunya dikekang karena keegoisan ibunya," batin sang ayah yang terus menyimak cerita dari Haysel.

Namun, yang ia belum dengar adalah nama si gadis yang diceritakan oleh Haysel. Ia pun menuliskan sesuatu d atas kertas dan menunjukkannya kepada Haysel.

"Namanya Hazel Autumn. Katanya Hazel adalah nama pemberian dari almarhum ibunya yang meninggal karena suatu musibah dan Autumn adalah nama dari ayahnya yang sangat menyukai musim gugur. Hazel juga lahir pada musim gugur. Kalau Hazel lahirnya pada musim gugur, pasti antara tiga bulan ini adalah ulang tahunnya. I want to give him a present! By the way, Dad. Namanya hampir mirip denganku, ya."

Ayahnya mengangguk setuju dan menuliskan sesuatu di atas kertas.

"Sesekali Daddy ingin bertemu dengannya," kata Haysel membacakan isi tulisannya.

"Boleh, Dad. Tapi rumahnya jauh dari rumah kita, dia tinggal di dekat kanal Prinsengracht," jawab Haysel menatap ayahnya dengan tatapan yang dibuat sedih. Memang aslinya sedih.

Ayahnya mengangguk dan mengacungkan jempolnya. Ia bangga dengan perubahan Haysel ke arah yang baik gara-gara seorang gadis yang begitu menyukai musim gugur.

"Hazel, ya. Nama yang indah," batin sang ayah.

🍁🍁🍁

bougenvilleap_bekasi
AulRin_09
LintangPansavialysan
AraaaaKyuddd

Padang, 7 Jan, 991

Hays-Zel Autumn「 END 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang