Jakarta, Indonesia
Seorang anak laki-laki remaja sedang berputar-putar di halaman rumahnya. Ia sibuk mengumpulkan berbagai asumsi yang membuat dirinya bimbang berhari-hari belakangan ini. Sementara kakinya sibuk melangkah, tangannya sibuk menggenggam sehelai daun maple yang sudah terlihat layu. Bahkan cocoknya untuk dibuang.
Sudah lebih satu bulan ia berada di Jakarta, sekolahnya ketinggalan, tidak. Haysel tidak memikirkan sekolah, tetapi memikirkan seorang gadis yang membuat ia berubah menjadi sosok yang bahagia, bahkan ia sendiri merasa berbeda dari sebelumnya.
Haysel uring-uringan di halaman rumahnya. Ia sengaja keluar dari dalam rumah, sementara sang ayah sibuk mencari sesuatu yang tidak perlu Haysel tahu. Ia berpikir dengan alasan apalagi yang akan ia gunakan untuk membujuk sang ayah segera pulang ke Amsterdam. Apa perlu Haysel menggunakan alasan bahwa ia merindukan Hazel lagi? Tidak! Hasilnya nanti Haysel akan semakin digoda oleh ayahnya. Bagaimana nasibnya kalau memang hal itu terjadi?
"Arghh, bagaimana ini? Sudah seminggu di bulan Desember, waktuku tidak banyak lagi untuk bersama Hazel," gumam laki-laki itu sambil meremas rambutnya.
Saat melihat sang ayah keluar dari dalam rumah sambil membawa berkas-berkas yang tidak Haysel ketahui, laki-laki itu langsung menyerbu sang ayah dengan tatapan memohonnya. Sejak memasuki bulan Desember, ia semakin uring-uringan tanpa ada yang menenangkannya.
"Hei, ada apa?"
"Aku ingin segera ke Amsterdam, Dad," ujar Haysel sambil memeluk ayahnya dengan erat. Walaupun ia sudah berusia 17 tahun, ia tetap bersikap seperti anak-anak yang selalu memeluk orang tuanya.
Ayah Haysel tersenyum tipis melihat reaksi anaknya yang sudah rapuh seperti bunga dandelion tanpa bertemu dengan gadis musim gugur itu. Enam hari yang lalu, ia sempat memaksa Haysel untuk jujur kepadanya tentang bagaimana laki-laki itu menganggap Hazel. Namun, jawaban yang diterimanya sungguh membuat sang ayah tertawa terbahak-bahak, bahkan paman dan bibi Haysel juga menggoda Haysel.
"Alasannya?"
"Sama seperti hari itu. Hasel merindukan Hazel, Dad. I miss her. Kapan kita kembali ke Amsterdam? Dan juga aku merasa ada yang hilang kalau tidak bertemu dengannya," jawab Haysel memohon dan semakin memeluk erat ayahnya. Tanpa ia sadari, sebulir air mata mengalir dari matanya, menetes ke bahu sang ayah.
"Lagian aku sebentar lagi ujian akhir semester, Dad."
"Dad yakin bukan poin yang kedua itu menjadi alasanmu untuk memaksa Dad segera ke Amsterdam," kata sang ayah yang membuat Haysel melepaskan secara paksa pelukannya.
"Aku serius, Dad. Jangan goda aku," gerutu Haysel sembari memasang tampang masam dan tangan yang didekapkan di depan dadanya.
"Oke, oke. Dad bercanda. Besok kita segera menemui calon kekasihmu," kata sang ayah tertawa setelah mengatakan 'calon kekasih' yang membuat Haysel semakin memberengut kesal.
Lebih tepatnya bukan kesal, tetapi sudah malu setengah mati karena seminggu ini ia disuguhi godaan dari ayah, bibi, dan pamannya. Bahkan sang nenek pun juga ikut sesekali saat ia mengunjungi nenek di rumah sakit. Kenapa semua keluarga dari pihak ayah begitu kompak dalam hal menggoda seseorang yang sedang menikmati masa remajanya.
Melihat putranya yang masih mendiamkannya, ia pun mengajak Haysel untuk mampir ke rumah sakit terlebih dahulu. Menemui nenek sekalian untuk berpamitan sebelum pergi ke Amsterdam.
"Oh ya, Dad. Udah beli tiketnya?" tanya Haysel sambil mengikuti ayahnya dari belakang menuju taksi yang sudah dipesan ayahnya.
"Sudah, besok kita tinggal berangkat saja. Sehabis pulang dari rumah sakit, kamu segera bereskan barang-barang, jangan sampai ada yang ketinggalan. Paham, Hays?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hays-Zel Autumn「 END 」
Fantasy「Season Series」 Hazel Autumn, gadis penikmat musim gugur dari dunia lain datang ke Bumi untuk menikmati daun yang berguguran. Di sela menikmati pemandangan musim gugur yang indah, tanpa disengaja dia bertemu ... bukan, dia menemukan seorang laki-lak...