16. Wejangan

1K 99 0
                                    

"Halo Keila, Dokter periksa dulu ya" ucap Alina sembari menempelkan stetoskop ke tubuh Keila

"Berat Baby Kei berapa tadi sus?"

"Beratnya 6,1 kg dan tingginya 59 cm Dok"

"Untuk umur 4 bulan pertumbuhan Kei termasuk ideal Bu, sudah bisa duduk sendiri?"

"Sudah mulai Dok, masih bersandar dan perlu ditopang oleh saya. Sudah menunjukan respon ketika mendengar bunyi-bunyian, matanya mengikuti ketika ada pergerakan dan sudah mulai cerewet"

"Good, tidak apa-apa dia masih belajar menahan" ucap Alina sambil tersenyum.

"Boleh tolong dipegangkan Bu, saya akan mulai menyuntikan vaksin"

Pertama Alina membersihkan dan sterilkan area tubuh yang akan disuntik dengan menggunakan alkohol. Lalu menyuntikan vaksin yang sudah disediakan dan lalu memberi plester. Wajar kalau bayi menangis waktu disuntik penyebabnya kaget karena sakit yang dirasakan. Beginilah yang terjadi di poli anak, akan ada drama nangis menangis setiap harinya.

"Cup cup, sudah kok Kei. Sudah selesai semua" ucap Alina

"Wah, terima kasih Dokter Alin. Mari"

"Iya Bu, hati-hati"

Drtt drrttt drttt

"Halo, dengan Alina Roselyne"

"Ah! An. Ameliana. Benar menjadi 10 puyer, Dexa Mbak itu. Jelek ya tulisan saya"

"Enggak kok, kasih imbost aja mbak kalau engga ada yang lain"

"Ya sama-sama"

PIP

Kejadian begini memang sering terjadi, saking bagusnya tulisan Alina memang sampai tidak bisa terbaca. Bukan sengaja dia menulis seperti itu, sudah menjadi kebiasaan dan ada alasan yang lain juga. Kalau ada kesulitan memang dari apotek akan menelpon untuk mengkonfirmasi obat apa saja yang di pakai.

Beberapa hari lalu Alina memilih untuk kerja full time di rumah sakit, bukan lagi hanya di poli anak atau menggantikan Dokter yang sedang berhalangan hadir. Mungkin efek kehamilan juga dia sering merasa bosan dengan aktifitasnya di rumah. Bukan karena pekerjaan di rumah banyak tapi karena Alina sering sendiri ketika Rakana dan Rila pergi beraktifitas.

Kebetulan juga banyak pasien anak yang datang untuk berobat. Kebanyakan adalah pasien DBD karena memang ini pertengahan musim penghujan. Bisa dibilang tenaga kesehatan agak kurang di bagian anak. Belum lagi saat ada operasi darurat yang tidak tau kapan datangnya.

Rakana sekarang sudah tidak mempermasalahkan selagi Alina bisa mengatur waktu. Waktu untuk di rumah, istirahat dan kerja agar tidak terlalu kelelahan. Rila juga sudah besar, dia tidak terlalu rewel jika tidak bersama dengan Alina. Anaknya itu semakin lama semakin mandiri dan tidak mau bergantung dengan orang lain. Rila juga sudah mulai menolak ketika akan Alina gendong.

"Put, suami saya ada tamu?" tanya Alina

"Tidak Bu, cuma baru saja dr. Nora menemui Pak Raka" jawab Putri

Cklek

Keluar seorang wanita mengenakan dress selutut yang terbalut snelli. Mata mereka bertemu satu sama lain, Nora menampilkan senyum remehnya. Entah arti senyum remeh itu berarti apa, Alina sudah tidak perduli lagi. Dia memasuki ruangan Rakana dengan wajah yang sedikit masam.

"Mas"

"Loh udah di sini aja, padahal Mas mau ke ruangan kamu" ucap Rakana

"Mas tadi udah go***d laksa"

"Laksa apa? Laksa kan banyak jenisnya Mas"

"Laksa singapore"

"Beneran go***d sendiri apa dari Nora tadi?" tatapan Alina penuh selidik.

Breath (Sequel Of Alina Journey) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang