"Berhenti menangis, Lilianne. Sebentar lagi selesai,"
Aku sungguh tidak mengindahkan permintaan Edgar baru saja. Pasalnya, pergelangan kakiku terasa begitu sakit. Tidak hanya itu, juga terasa panas dan kebas. Ini semua terjadi karena pengobatan kuno yang dilakukan olehnya, di samping efek benturan setelah terjatuh dari tangga.
Sejujurnya aku tidak tahu model pengobatan yang dilakukan Edgar. Ia membakar logam dengan api hingga berpijar, kemudian menempelkannya pada pergelangan kakiku. Tentu tidak langsung ditempelkan. Ia masih melapisi pergelangan kakiku dengan kain yang cukup tipis sehingga panasnya terasa sekali. Setelahnya, ia mengoleskan cairan pada permukaan pergelangan kaki, dan mengurutnya beberapa kali.
Ini sakit, sebanding dengan diselingkuhi mas Bintang dulu.
"Ed, sakit!" aku mengerang sekali lagi padanya. Berharap ia akan berhenti menyembuhkan kakiku. Aku tidak sanggup. Sangat tidak sanggup lagi.
"Iya. Sebentar lagi," balasnya, lalu berbalik untuk membakar logam.
Meski ia tidak dapat melihatnya, aku menggelengkan kepala. "Aku tidak mau, Ed! Sakit! Sakit sekali! Tolong!"
Edgar kembali berbalik. Ia menatapku dengan sorot mata sendu. Mungkin ia kasihan denganku yang sudah banjir air mata, seluruh wajah memerah dan tidak berhenti meronta.
"Baiklah. Aku tidak akan melakukannya lagi," sahutnya.
Lelaki tampan itu kemudian membuang logam panjang miliknya ke sembarang arah, namun tidak jauh dari perapian sederhana buatannya. Ia lantas bangkit dari tempat duduknya, dan mendudukkan diri di sebelahku. Edgar pun mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Sebuah kain berwarna cokelat tua muncul dari sana.
Ternyata, dengan kain itu, Edgar membersihkan wajahku yang basah akan air mata. Ia turut membersihkan ingusku hingga bersih. Aku tertegun mendapati perlakuan Edgar yang begitu lembut dan penuh afeksi.
"Sudah selesai," ucapnya.
Alih-alih berterima kasih, aku malah menatap wajahnya. Tepatnya pada kedua manik matanya yang abu-abu sedikit kebiruan. Dari kedua matanya, aku menemukan suatu perasaan. Perasaan menyejukkan yang seperti pernah kurasakan. Entah kapan, aku tidak tahu.
Kupikir, perasaan ini sedikit familiar.
"Kenapa kamu lari tadi saat melihatku?" tanya Edgar, memecah fokusku. "lihat akibatnya setelah kamu lari! Kakimu jadi terkilir!" ia lanjut mengomel.
"Aku baru ingat kalau kita tidak sepantasnya bertemu," jawabku sambil membenarkan posisi duduk.
Edgar mendengkus. "Jadi benar kalau Edward menyuruhmu untuk melupakanku dan menjauhiku,"
Aku tidak menanggapi saat ia menuduh Edward. Pada kenyataannya bukan Edward yang menyuruh, tetapi adiknya. Putri Arabella, adik tiri si menyebalkan Edward. Akan tetapi, mungkin Edward juga pernah menyuruhku untuk menjauhi Edgar. Satu sisi, Edgar sudah bertunangan. Di sisi lainnya, ia harus memihak adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arcane ft Han Jisung
FanfictionLelaki itu misterius. Sejak kepindahannya ke sebuah rumah di samping rumahku, banyak keanehan yang terjadi. Salah satunya, aku masuk ke dalam masa lalu dan bertemu seseorang bernama Edward. Dia mengaku sebagai seorang raja dari kerajaan Elysian tahu...