二 | Kiriman Cheesecake Untukku

2.8K 591 167
                                    

"Wajahmu lesu sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Wajahmu lesu sekali. Listrik di rumahmu sedang diputus?" Azura bertanya saat aku baru datang ke perpustakaan di hari Minggu pagi.

Aku tidak langsung menjawab pertanyaan Azura, melainkan duduk di kursi yang berhadapan dengannya. Kubuka jaket terlebih dahulu, lalu melipatnya dan meletakkannya di atas meja. Azura masih mengamatiku di balik kacamata bundarnya.

Seperti biasanya, aku dan Azura akan ke perpustakaan di hari Minggu untuk membaca buku atau sekedar menumpang Wi-fi gratis. Seperti sekarang ini. Aku janjian untuk ketemu di perpustakaan jam setengah sepuluh pagi.

"Bukan. Ini lebih parah," balasku dengan lesu kemudian. Bukan soal listrik diputus oleh PLN yang membuatku begini, tetapi mas Bintang-lah pelakunya.

"Lantas?" tanya Azura lagi. Ia tampaknya masih penasaran dengan kelesuanku pagi ini.

Aku menghela napas berat, kemudian membasahi bibir. Bibirku rasanya panas setelah adu cekcok dengan mas Bintang soal pekerjaan tadi pagi sebelum berangkat ke sini. Bukan hanya cekcok sepertinya, dapat ciuman juga.

"Mas Bintang semalam ke rumah. Dia minta makan dan menawariku pekerjaan." jelasku padanya. Belum pada intinya.

"Kok, bisa? Kalian masih saling kontak, ya?"

Aku menggelengkan kepala. "Aku sudah ganti nomor telepon. Tapi dia datang ke rumah, minta nomor telpon juga. Selain itu, dia minta makan dan menawariku kerja di perusahaannya. Dia langsung mengangkatku sebagai general manager."

Azura melebarkan matanya. Kaget karena ceritaku tentang mas Bian yang datang ke rumah semalam. Namun, lebih kaget aku karena mantan suamiku itu berhasil masuk rumah seperti hantu.

"Terus? Kamu terima?" tanya Azura lagi seraya menutup novel yang ia baca.

Kebiasaan seorang Azura sukanya baca novel.

"Enggaklah! Ngapain kerja sama dia. Sekalipun gajinya lima belas juta. Aku gak sudi." tandasku. Azura manggut-manggut, mengerti alasanku menolak pekerjaan mas Bintang.

Aku, sih, memang tidak mau bekerja dengan lelaki itu. Berhubungan lewat telepon saja aku tidak sudi. Aku sudah muak dengan mas Bintang. Menghindarinya kurasa adalah jalan terbaik daripada menambah dosa dengan mencaci maki lelaki itu acap kali berjumpa.

Akan tetapi, tadi malam dan pagi ini aku sudah menabung dosa dengan berbuat kasar padanya. Aku mendebatnya, mengusirnya hingga mencacinya tiada ampun gara-gara tindakan bebalnya. Dia semalam tidak pulang, melainkan menginap di rumahku—meski minta tidur di sofa ruang tamu. Paginya, dia tidak juga pulang. Dia malah numpang mandi, numpang makan dan barusan mengantarku ke perpustakaan (dengan paksaan tentunya). Sungguhan tidak ada angin, tidak ada hujan mas Bintang mengacau lagi. Aku benar-benar marah dengan tindakannya yang seolah-olah diriku masihlah tempatnya untuk singgah.

Pagiku benar-benar dibuat buruk oleh lelaki berotot, tetapi tidak berotak ini.

"Aturan, sih, memang gak usah diterima. Biarin aja. Tapi gajinya lumayan besar, sih." komentar Azura, disusul cengirannya. Aku hanya merotasikan mata jengah.

Arcane ft Han JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang