3. Aneh

13.1K 1.4K 130
                                    

Nungguin ya? Wkwk

Absen dulu yuk.

*

3. Aneh

Oke, setelah ditimbang-timbang, akhirnya aku mengurungkan niat untuk resign. Selly benar. Meski apartemen studio yang kusewa biaya per bulannya tergolong murah, tapi bayarnya tetap pakai uang. Belum lagi biaya makan dan lain-lain. Sedangkan untuk cari kerjaan baru, itu kelihatannya akan sangat sulit.

Menghela napas, aku masukkan kembali amplop berisi surat resign ke dalam tas. Ya, semalam memang dengan nekat aku membuatnya. Namun sekarang sepertinya harus kusimpan dulu. Aku akan menuruti Selly untuk bersikap biasa saja di depan Wisnu.

"Pagi."

Aku spontan mendongak dan menemukan Mas Damar yang meja kerjanya bersebelahan denganku, baru saja datang. Teman-teman yang lain juga sudah mulai berdatangan, duduk di meja masing-masing.

"Pagi, Mas."

Alih-alih di kursinya sendiri, Mas Damar malah duduk di tepi mejaku. "Lecek amat tuh muka, Kai. Belum sarapan?"

Memasang muka memelas, aku mengangguk. "Kesiangan, gue, Mas."

"Kesiangan mulu hobi lo." Mas Damar mengulurkan tangan untuk mengambil tasnya dan mengeluarkan kotak makan dari sana. "Nih, nasi uduk."

Aku menerimanya dengan berbinar. "Buat gue?"

Mas Damar mengangguk. "Marissa tadi masaknya kebanyakan, terus gue ceritain tentang lo yang sering skip sarapan. Dan dia nitipin ini."

"Wah taratengkyu!" Aku tersenyum lebar. "Rezeki anak solehah, alhamdulillah."

Mas Damar tertawa, kali ini meraih stoples kecil di atas mejaku. "Minta permennya, Kai."

"Ambil." Aku langsung berbinar melihat isi kotak makan yaitu nasi uduk lengkap dengan lauk berupa semur ayam, orek tempe dan tumis buncis. Tanpa pikir panjang aku melahapnya. "Enyak!"

"Pelan-pelan, Neng, makannya. Nanti kesel—"

Sebelum Mas Damar selesai mengucapkan itu, aku sudah benar-benar tersedak hingga batuk-batuk. Dia kaget tapi sambil tertawa, membuatku kesal.

"Kenapa, Kai?" Mbak Nita, salah satu teman kami mendekat.

"Kesenengan dikasih sarapan nasi uduk sampai keselek, dia." Masih tertawa, Mas Damar mengangsurkan botol air mineral. "Minum dulu nih."

Aku langsung meneguk minuman itu dan menulikan telinga dari suara tawa beberapa teman yang kini sudah mengerubungi mejaku.

"Kalian ya, temennya sengsara malah diketawain. Kualat, tahu rasa."

"Keseleknya lo tuh lucu, Kai, aestetik."

"Makin cantik, kalau muka lo merah gitu."

Aku mendengus ke arah Mas Wahyu dan Mas Bram. "Bubar ah, kayak mau antri sembako aja!"

"Iya-iya."

Tapi sayangnya sebelum pergi, mereka menyempatkan diri untuk mengambil permen kopi yang ada di stoples. Memang punya teman kerja macam ini, harus ekstra sabar.

"Ada apa nih rame-rame?" Selly yang baru datang, mendekat dengan heran. "Kenapa muka lo merah, Kai?"

"Keselek nasi uduk cinta dari gue," sahut Mas Damar yang sudah duduk di kursinya.

"Kaia."

Suara itu membuat Selly yang sudah ingin bicara, mengatupkan bibir. Sedangkan aku langsung menoleh ke sumber suara, pada sosok yang berdiri di pertengahan anak tangga. Menatap tajam hanya ke arahku.

Way Back To You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang