TDS. 5

3.8K 353 2
                                    

Hari itu, ketika rintik gerimis berjatuhan, Jeffrey dengan tenang duduk sembari menatap guyuran air yang tak terkira membasahi seluruh benda bumi, melalui kaca dari gedung tinggi milik perusahaannya sendiri.

Entah apa yang terjadi, namun hatinya terasa sakit dan takut, ia resah.

Jari-jari lentik itu mengetuk meja kerjanya hingga menimbulkan satu suara berirama lagi selain hujan.

Terus-menerus, hingga seorang wanita dengan perut buncit masuk tanpa mengetuk pintu ataupun permisi. Kecewa, marah terlihat bersamaan dalam ekspresi itu. Tangannya sedikit bergetar, ketara sekali sedang menahan sesuatu dalam diri yang siap meledak kapan saja.

"Ileana.." Panggilnya sedikit terkejut. "Ada apa?" Lanjutnya, sedangkan yang di tanyai masih terdiam, Jeffrey bisa melihat ada cairan bening yang perlahan meluruh dari mata cantik milik wanita itu, ia berdiri menahan pundak Ileana yang mulai luruh.

Namun segera ditepis, Ileana menggeleng. "Kak, kenapa kamu ngga bilang sama aku?"

Jeffrey menatap lekat obsidian cantik di hadapannya, sesungguhnya pikiran berkelana, menebak-nebak apakah ini waktunya? Ia seolah paham kemana arah pembicaraan Ileana. Tak dipungkiri bahwa ia merasa takut yang teramat takut, pengecutnya semakin ketara.

"Na, aku ngga paham. Kamu bicara apa?" Ia seolah bodoh, pura-pura bingung, ia hanya mencoba untuk mengelak. Ia rapalkan doa, semoga bukan ini waktunya.

"Aku marah. Kamu jahat, kenapa kamu nikah sama aku kalau kamu udah punya istri dan dua anak?"

"Kamu ngga tau, kan? Istri kamu itu temen aku sewaktu aku kecil. Kenapa kamu bikin semuanya jadi rumit?"

Jeffrey hanya menggeleng pelan, ia masih menyimak cerita dari Ileana, terlihat tenang, namun hatinya kini semakin takut, ia dirundung rasa bersalah. Ia akui bahwa dirinya adalah pria brengsek.

"Ini alasan aku ngga boleh datang ke kantor kamu? Ini alasan aku harus sembunyi? Kamu takut orang-orang tau kalau kita punya hubungan suami istri? Iya, Kak?"

"Maaf.."

"Aku harus gimana? Carissa datang dan langsung nampar pipi aku, dia marah besar. Aku takut.." Lantas Ileana menarik pelan tangan Jeffrey, menempelkan pada perut yang dihuni oleh putranya. "Aku takut.. " Bisiknya.

Jeffrey segera memeluk erat wanitanya, ia menahan sekuat mungkin, agar cairan bening tak keluar dari matanya. "Maaf.." Hanya itu yang bisa ia ucapkan.

Ileana hanya menganggukkan kepalanya pelan, ia sendiri pun bingung harus bagaimana, hatinya sakit. Carissa mendatangi rumahnya, masuk tanpa permisi dengan perut yang bahkan lebih besar darinya, langsung menamparnya mengucapkan kata-kata yang sangat menyakiti hatinya, setiap kata yang keluar berhasil menancapkan luka di hati.

Sungguh ia tak tahu menahu mengenai Jeffrey yang sudah memilik istri dan dua anak, namun mengapa Carissa menuduhnya ini dan itu dengan Jeffrey?

Ileana tak bercerita kepada suaminya jika orangtua Jeffrey ikut andil saat itu.

"Jangan takut, Na. Aku akan melakukan yang terbaik untuk rumah tangga kita." Jeffrey mengusap lembut rambut halus Ileana.

"Gimana sama Carissa? Kamu masih punya dua putra yang harus kamu tuntun jalan hidupnya, Kak. Belum lagi anak yang dikandung oleh Carissa. Kalau kita egois mempertahankan rumah kita, apa Carissa dan putramu ngga hancur?"

"Rumah kita memang belum jadi, tapi kalau memang ini akhirnya, aku ikhlas kalau harus hancur.."

"Na.. Jangan bicara begitu.. Aku mohon.. "

"Dari awal kita udah salah, Kak. Hubungan ini ngga bisa dilanjutin."

"Na.."

"Kamu tega sama aku, kamu tega sama Carissa, kamu tega sama putra kamu sendiri.. "

"Ileana, tolong maafin aku. Aku salah, aku berdosa, Na.."

Ileana masih terdiam sembari menahan diri agar tak lepas kendali.

"Maaf.. "

"Aku yakin, setelah ini kita ngga bisa lagi bersama, gimana pun yang dapat restu dari orangtuamu itu Carissa, bukan aku. Aku tahu, rumah kita yang belum sempat utuh akan hancur, Kak. Di saat kaya gini, aku cuman mikirin putra kita--"

Ucapan yang belum sempat usai terpaksa terhenti sebab suara dering telpon milik Jeffrey mengambil alih perhatian. Setelah tahu siapa yang menelpon, tanpa pikir panjang ia segera menekat tombol hijau, tak memperdulikan Ileana yang belum menyelesaikan ucapannya.

Mereka masih dalam posisi yang sama, Jeffrey masih menatap netra yang memancarkan luka dihadapannya. Ia mengeraskan volume di ponselnya.

"Jeff, datang ke Rumah Sakit Neo Universal." 

"Ma?" Jeffrey mengernyit bingung.

"Datang Jeff, Carissa sedang berjuang untuk anakmu."

Detik itu juga, Jeffrey semakin menatap Ileana dengan tatapan memohon agar diizinkan menemui Carissa juga calon anaknya. Ileana hanya mengangguk dengan cepat, tanda memberi izin.

Jeffrey dengan panik langsung pergi, tanpa pamit pada Ileana, sosok wanita yang ia hancurkan hatinya.

Walaupun percakapan itu belum sempat tuntas, namun dengan keluasan hatinya ia biarkan sang suami menemui istri pertamanya sebab ia adalah wanita pintar yang masih bisa memahami situasi. Ia hanya berfikir, jika percakapan ini bisa dituntaskan nanti, namun kelahiran seorang anak tak bisa di tunda begitu saja.

Tanpa tahu, bahwa percakapan dan permasalahan itu memang tak akan pernah usai.

🎥🎞

Hai? Selamat sore?

Maaf ya baru bisa update, aku sibuk bgt haha..

Part ini agak berantakan, ya?

Btw stay safe and stay healthy ya! <3

The Dark Sun (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang