TDS. 14

4.1K 430 25
                                        

Hari ini, Haevan sudah melakukan aktivitas seperti biasa. Ia sudah bangun pagi sekali untuk menyiapkan keperluan sekolah, ia juga sudah menyiapkan makanan untuk sarapan nanti.

Haevan membuka ransel, mengganti buku-buku di dalamnya dengan buku-buku yang sudah ia siapkan tadi. Tangannya mengambil ponsel yang ternyata sudah sejak empat hari lalu berada di dalam.

Haevan menghela nafas, kemudian ia mencari carger dan mengisi daya ponsel tersebut.

Setelah rapi dengan setelan seragamnya, pemuda tampan itu kini berjalan menuju lantai bawah, tentunya untuk melaksanakan sarapan bersama.

Ia tersenyum senang melihat anggota keluarganya sudah lengkap. Tidak, senyum itu bahkan tidak luntur saat ia tahu, makanan yang sudah ia masak sejak pagi buta tadi belum ada yang menyentuh kendati telah di mulai sarapan pagi itu. Mereka memilih sarapan dengan roti yang dilapisi sela.

"Selamat pagi." Sapanya, seperti biasa.

Haevan mendudukkan diri di samping Mark. Ia mengambil nasi serta lauk yang ia buat tadi lalu menaruh secara bergantian pada empat kotak makan. Ia tidak akan tega jika keluarganya hanya makan roti saja, mereka butuh tenaga untuk beraktivitas hari ini.

Mark memperhatikan itu secara diam-diam. Awalnya sempat bingung, namun begitu melihat Haevan menyodorkan kotak makan itu padanya, Mark menjadi berdecih pelan. Apakah Haev pikir ia mau membawa ini? Tidak, ia tidak akan sudi. Melihat lauknya saja ia sudah mual apalagi tahu bahwa yang memasak adalah Haevan.

"Ngapain lo?" Nathan berucap datar, menatap malas kotak makan berwarna biru yang baru saja di letakkan oleh Haevan tepat di hadapannya. "Lo bikin nafsu makan gue hilang." Belum sempat Haevan menjawab pertanyaan pertama, sudah di susul oleh pernyataan yang sesungguhnya tak ingin Haevan dengar.

"Nathan kan cuman sarapan roti. Ini hari senin, harus upacara juga jadi makan ini biar lebih ber energi."

"Nyenyenye, pagi-pagi udah banyak bicara. Sok perhatian banget. Demi Tuhan, rumah ngga akan bisa tenang kalau ada lo." Dengan bersedekap dada, Nathan melirik ke arah Mark. Memberi kode supaya cepat berangkat.

Pang..

Ia meletakkan gelas kaca berisi susu itu dengan kasar, akibatnya adalah timbul suara tak mengenakkan. Haevan pun sempat dibuat terkejut.

"Yuk, Nath. Kita berangat dulu ya, Pa?"

"Hati-hati ya Bang, Adeknya dijaga." Papa ikut bangkit, sudah mengambil peralatan kantor yang harus di bawa dan hendak berangkat.

Sedangkan Jean sendiri masih menikmati sarapannya walau hanya dengan roti. Tampak cuek dengan drama yang selalu menjadi tontonan geratis itu.

"Hmm." Melihat Mark yang sudah beranjak pergi. Segera Haevan tahan langkah Mark dengan suara halusnya.

"Abang, ini di bawa. Abang butuh energi yang banyak biar semangat kuliahnya." Haev menyusul Mark dan kembali memberikan bekal itu. Haevan tersenyum cerah kala melihat tangan Mark terangkat, pikirnya Mark akan menerima. Namun sayang, ekspetasi memang tak seindah realita, Mark menampik bekal itu dengan kasar, isinya telah berceceran kemana-mana.

Papa melihat hal itu, pun dengan saudaranya yang lain. Namun mereka memilih abai. Papa melewati keduanya dengan santai.

"Ngga sudi. Makan tuh sampah." Ucapnya yang kali ini benar benar pergi, Haevan tidak akan menahan langkah itu lagi. Tidak apa-apa, ia sudah biasa, dan hatinya sudah mati rasa.

"Abang semangat ya kuliahnya. Sebelum belajar, Abang beli makanan dulu di kantin. Biar tambah semangat. Papa juga. Nathan juga ya. Semangat!" Kendati begitu, Haevan adalah Haevan yang selalu perhatian walau dirinya sendiri tak mendapatkan perhatian itu.

The Dark Sun (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang