TDS. 4

4K 397 16
                                        

"Lo pulangnya naik bus kan?" Tanya Chandra setelah memasukkan kembali ponsel yang sempat ia gunakan untuk menerima panggilan dari sang Papa.

"Iya." Balas Haev sembari meminun susu yang baru saja di belinya, juga memberikan susu yang  satunya lagi untuk diminum Chandra.

"Barengan ya." Chandra mengajak Haev untuk duduk menunggu bus datang.

Haevan mengangguk. "Lo ngga dijemput?"

"Engga, dad ada pasien tadi."

"Papa lo dokter?"

"Iya."

"Ooh baru tau. Cita-cita lo dokter juga?"

"Pelukis sih. Cita-cita lo apa emang?"

"Pianis."

"Keren. Lo kenapa pengen jadi pianis?"

"Karna kata Om Dobby Mama dulu cita-citanya juga jadi pianis".

Chandra mengangguk mengerti.

"Eh nanti main ke rumah gue aja ya? Temenin, Dad bakal pulang malem soalnya."

"Mau. Sama nonton film yaa?"

"Boleh, mau film apa?"

"Harus yang horror."

Kali ini Haevan menarik lengan Chandra untuk masuk bus.

"Buset."

"Kenapa deh? Ngga berani lo?" Haevan menggol bahu Chandra sembari menunjukkan jemarinya yang dibuat jempol terbalik.👎🏻

"Berani lah!" Chandra mengubah posisinya agar jempol tersebut berdiri dengan posisi benar. 👍🏻

"Makan dulu tapi, laper." Haev mengelus perutnya.

"Ayo! Nanti lo ngga dicariin emang?"

"Engga."

"Ya udah. Ayo cari makan dulu."

Haevan mengangguk dengan semangat. Lalu keduanya sama-sama terdiam, menatap jalanan melalui kaca dengan handset satu untuk berdua, lagu beranjak dewasa dari Nadin Amizah terdengar di telinga mereka.

Chandra menyenggol bahu Haevan.

"Om Jeff? Papa lo, sama sodara lo."

"Mana?"

"Lagi makan tuh."

Haevan tersenyum melihat mereka tertawa bahagia, sepertinya perannya sebagai salah satu bagian dari keluarga mereka betulan tak berarti apa-apa. Lalu matanya mendongak menatap langit yang gelap pertanda langit akan menumpahkan jutaan tetesan air.

"Mendung, kayaknya bentar lagi hujan."

Chandra hanya mengangguk, ikut mendongak. Dan benar saja, air dari atas sana langsung turun tak terkira, membuat jalanan menjadi basah, juga pohon yang bergoyang akibat angin yang menggugurkan daunnya.

"Chan, bawa payung?"

Chandra menggeleng sebagai jawaban.

"Bagus, hujan-hujanan mau?"

Chandra menoyor dahi Haev pelan. "Makan lebih penting."

"Tapi ayo deh!"

Haevan tersenyum dan megangguk.

Tak lama kemudian mereka berhenti di halte bus, segera ke-duanya turun dan mulai mencari tempat makan. Haevan menunjuk restaurant di sebrang jalan. "Gue tau tempat makan terbaik dan paling enak! sebenarnya ada banyak sih, tapi yang itu dapet bintang seratus deh."

"Ayo!" Ajaknya menarik Haevan agar cepat sampai dan segera makan.

"Chan, lo mau lagu apa?" Haevan bertanya sembari menuggu makanannya sampai. Mereka duduk berdampingan, dengan handset satu untuk berdua, sama dengan yang dilakukan di dalam bus tadi.

Chandra sempat berfikir, kira-kira lagu apa yang cocok didengar saat suasana hujan dan tenang seperti ini? Akhirnya ia menjawab, "No Longer." Dan diangguki oleh Haevan.

Tepat ketika lagu itu berhenti dan digantikan dengan lagu Orange dari Treasure yang terputar, Chandra mengeluarkan suaranya, menghancurkan suasana yang sempat sunyi tersebut, ia mengutarakan suatu hal yang sedikit mengganjal di hatinya.

"Haev? ini kan pertama kalinya kita jalan-jalan, bahkan ngobrol lama, sampe makan bareng." 

"Terus?" Haevan menaikkan alisnya bingung. Memang benar, ini pertama kalinya mereka menjadi lebih dekat kendati sudah mengenal sejak kecil. Namun ia masih belum mengerti, kemana kah arah pembicaraan ini?

"Kita, jadi temen, ya?" Haevan mengangguk sebagai jawaban. Haevan akui, ia merasa senang sebab ini kali pertama ada yang mengajaknya berteman. Sedari kecil ia tak punya teman walau sudah menjadi orang yang ramah, sebanyak apapun ia mengubah diri tetap saja hanya ia yang menganggap teman sedangkan yang lain? Menganggapnya ada pun tidak. Tak bisa dipungkiri begitu Haevan menduduki bangku SMA keadaan semakin membaik, walau mereka tak menganggapnya teman setidaknya mereka menganggap Haevan ada.

Haevan sendiri teringat ketika Chandra kecil bersama teman dan saudaranya, menghinanya, melemparkan mainan ke arah Haevan hingga timbul luka dari fisik maupun batinnya. Ah mengingat itu membuat nafasnya tercekat juga sesak, ia memiliki trauma tersendiri untuk itu. Masa lalunya memang kelam, sebab itu masa depan adalah harapan Haevan untuk bahagia.

Namun dipikirannya muncul pertanyaan yang tak bisa diutarakan, hal apa yang menyebabkan Chandra berubah sampai mengajaknya berteman?

****

Happy New Year!
Haiii 2022, mari berbahagia bersama~
Doa ku, untuk kalian semoga selalu di lindungi di manapun kalian berada, semoga selalu menjalani hari yang baik dengan bahagia, sehat selalu yaaa! Love you guys...
And
Bye 2021, terimakasih untuk segala kisah yang menjadi kenangan.

23

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

23.40



The Dark Sun (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang