Malam berlalu, hari kemarin terjadi begitu cepat. Satu hari, namun disana kita bisa menemukan suka dan duka saat bersamaan.
Hening.
Bau obat obatan yang menusuk.
Kepalanya berdenyut sakit.
Juga, tangan yang kebas.
Ia tahu, dimana ia berada.
Rumah Sakit, lagi.
Matanya mengerjap pelan untuk menyesuaikan cahaya, tenggorokannya terasa sakit, sehingga ia merasa sangat kesulitan untuk mengeluarkan suara. Nafasnya pun masih terasa berat dan sesak.
"Nyusahin."
Dan satu kata yang masuk indera pendengarannya, berhasil membuat mata bulat itu terbuka lebar sempurna. Ia pandang sendu Abang pertamanya yang berdiri tepat di sampingnya.
Setelah kemarin, nafasnya seakan berhenti begitu saja, dan ini yang di dapat ketika ia bangun?
Kini ia merasa sesak yang berbeda. Ngilu di hatinya hanya sebuah satu kata yang diucap dari mulut orang yang ia sayang.
"Bisa ngga? Lo, sekali aja jangan bikin orang repot! Lo nyusahin njing! Beban." Lanjutnya.
Tanpa sadar, ia berlinang air mata, itu tanpa bisa dicegah olehnya.
Mark yang melihat itu mendecih. Ia muak, muak sekali dengan orang di depannya ini. Tangannya mengepal, kemudian membawa langkah menjauh.
Haevan melepaskan masker oksigen yang sedari tadi menempel pada wajahnya. Kemudian mengambil posisi sedikit duduk, ia tatap kosong langkah kaki Mark.
"Bang.. Kenapa kemarin aku ngga langsung mati aja ya?" lirih Haevan membuat tangan Mark yang hendak meraih ganggang pintu itu menggantung di udara. Mark menarik sudut bibirnya, tersenyum miring.
"Itu juga harapan gue kemarin. Eh, tapi lebih baik kalo lo kesiksa di dunia dulu ngga sih Haev?"
"Bang, Haev ngga bisa.. Haev ngga kuat hidup Bang. Capek." Suaranya parau, itu karena tenggorokannya yang membengkak, disertai tangis yang kini sebisa mungkin ia tahan.
"Tolong, bunuh aja aku sekarang." Lanjutnya sudah putus asa. Kali ini, ia benar benar lelah. Rasanya tidak kuat, di paksa bertahan dikeadaan yang selalu menyiksa seperti ini, Haevan benar-benar tidak sanggup.
Katakanlah ia lemah.
Katakanlah ia cengeng.
Sebab sekarang, ia sungguh mati rasa, sudah tidak memperdulikan apapun lagi.
Yang Haevan mau ialah, segera menghilang dari sini. Ia ingin menyerah.
Dengan terburu Mark menghampiri Haevan dan mendorong sang Adik hingga membuat Haevan kembali berbaring di ranjangnya, tak sampai disitu Mark menekan kerah baju khusus Rumah Sakit yang kini sedang Haevan pakai.
"Lo beneran nggabisa bersyukur ya jadi orang?! Lo hidup belasan tahun cuman bisa ngeluh aja?!"
"Uhukk.."
Haevan terbatuk hebat, ia tak bisa bernafas, pegangan Mark benar benar sekuat itu hingga membuatnya tercekik. Kendati begitu, Haevan benar benar tak memberontak sedikitpun, ia sudah pasrah.
Lagi, Mark menekan kerah baju Adik tirinya ini lebih kuat.
"Uhukk." Terbukti dengan suara menyakitkan yang keluar dari mulut Haevan.
"Kalo itu mau lo--"
Belum sempat Mark melanjutkan ucapannya, tubuhnya sudah terdorong kesamping.
"MARK!" Jeffrey berteriak marah. Tak habis pikir dengan apa yang baru saja dilakukan oleh putra sulungnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Dark Sun (hiatus)
FanfictionSemesta, kehadirannya memang tak diharapkan, namun ia ada, mengapa tak dianggap? Adalah suatu kalimat yang sering terlintas di otaknya. Dunia, ia juga tak mengharapkan hadir, namun tuhan berkehendak, lalu untuk apa ia menyerah? Adalah suatu kalima...