30. Epilog

658 28 1
                                    

Hari yang di nanti telah tiba, pernikahan Azzam dan Adira berlangsung di sebuah hotel. Wajah bahagia terpacar di wajah para undangan yang berhadir. Bagitu pula dengan wajah kedua orang tua mempelai.

Tak terkecuali Raja dan Ratu hari ini--Azzam dan Adira, mereka terlihat sangat bahagia saat berdiri diatas panggung pengantin. Para undangan turut mengucapkan selamat kepada kedua mempelai saat naik ke atas panggung pengantin.

Acara berlangsung dengan lancar sampai akhir acara. Setelah semua rangkaian acara selesai. Kedua pengantin pulang ke rumah baru mereka yang terletak di komplek Family.

Beberapa bulan sebelum menikah, Azzam sengaja membeli rumah di komplek tersebut. Dia tidak ingin kalau nantinya saat sudah menikah dia harus tinggal bersama orangtuanya atau tinggal bersama orangtua istrinya. Menurutnya setiap rumah tangga pasti ada perkelahian kecil atau besar. Entah itu perkelahian adu mulut saja atau ninja-ninjaan. Kalau dia dan istrinya tinggal di rumah orangtua mereka otomatis, orang tua mereka sedikit-banyak akan ikut campur permasalahan mereka. Dan kita tidak tahu saat ada campur tangan itu, permasalahan akan cepat selesai atau sebaliknya. Kalaupun orangtua mereka ingin menginap di rumah mereka itu tidak masalah. Tapi akan lebih baik kalau rumah itu hanya ada mereka.

Selama perjalanan gelak tawa dan bahagia mewarnai mobil pasangan pengantin baru itu. Mulai dari Azzam yang bercerita bagaimana dia selama satu tahun menunggu Adira. Sampai membuat malu Azzam karena di telpon Adira saat ke rumah.

"Beneran deh sayang, aku nggak kepikiran kalau aku bakal pulang di sambut lamaran. Padahal niat aku kita kayak saling kenalan lagi, kayak orang pacaran gitu," ucap Adira sambil menghapus riasana wajahnya di mobil.

"Kamu bilang apa tadi?" tanya Azzam. Adira terdiam mengingat ucapannya.

"Sayang?" ucap Adira dengan wajah heran.

"Jangan di ulang, hati aku makin melemah." Azzam memegang dadanya. Adira tertawa melihat tingkah Azzam.

"Sayang... Sayang... Sayang..."

"Jahat banget sih, gara-gara panggilan selain Om aja aku lemah."

"Om sayang," goda Adira.

"Astagfirullah Rara, udah dong ah. Makin nggak konsen jadinya ini. Nggak karuan Ra," ucap Azzam mengguncang setiran mobilnya.

"Hahaha... Oke.. Oke..."

"Kok kamu bisa tahu nomor aku?" tanya Azzam.

"Minta sama Mas Agha."

"Jangan panggil Mas Agha dong, panggil Abang atau enggak Kakak atau enggak Agha aja," ujar Azzam yang cemburu.

Adira yang melihat tingkah Azzam, dia langsung memeluknya sambil berkata, "Iya Mas," wajah Azzam langsung memanas mendengar Adira.

Adira langsung tertawa melihat wajah Azzam. Selama perjalanan pulang ke rumah, sepasang pengantin ini diwarnai dengan penuh tawa.

"Mas.."

"Apa sayang?"

"Makasih,"

"Makasih buat apa?"

"Makasih untuk segalanya," senyum Adira.

"Iya, sama-sama sayang."

"Andai kita pernah bertemu waktu dulu, pasti bakal beda cerita," kata Adira.

"Mungkin kita pernah bertemu," senyum Azzam.

"Hehe.. Mungkin."

***

Adira kecil masih mengenakan baju merah putih, tangisnya sangat kencang di pinggir jalan. Tak lama, terlihat seorang anak laki-laki mengenakan seragam yang sama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Adira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang