3. Tentang Adira

566 51 4
                                    

Adira Azzahra akrab di panggil Adira. Gadis yang baru saja lulus SMA ini bekerja di minimarket. Adira ingin melanjutkan ke jenjang perkuliahan seperti teman-temannya yang lain. Namun, itu semua hanya keinginanya semata.

Adira termasuk anak yang pintar dan berbakat. Adira berhasil masuk SMA favorit dengan beasiswa. Namun, dia harus bekerja untuk membantu ibunya, Mardina. Ibunya hanya seorang penjual di kantin sekolah.

Padahal, Adira dapat mencari beasiswa untuk kuliah. Tapi menurutnya, itu tetap memerlukan biaya juga dan dia tidak ingin melihat ibunya bekerja terlalu keras untuk dia. Iya, Adira hanya di asuh oleh ibunya. Ayah bernama Ajimas sudah lama meninggal sejak dia berusia 15 tahun.

Sekarang Adira tengah tertidur sambil duduk di hadapan Ibunya yang terbaring di kasur rumah sakit. Mardina mulai membuka matanya secara perlahan beberapa kali dia memerjap matanya, dia melihat Adira yang tengah tertidur lalu membelai rambut putri sulungnya itu.

Tak lama, Adira terbangun dari tidurnya. Melihat Ibunya yang sudah sadar, dengan segara dia berdiri dari kursinya dan ingin keluar mencari dokter. Namun saat dia berdiri berbalik badan, tangannya di pegang Mardina. Sadar akan tangannya di pegang Ibunya dia kembali duduk.

"Ada apa Bu? Ada yang sakit?" tanya Adira sambil melihat keadaan Mardina. Mardina hanya menggeleng-geleng pelan dengan senyum tipis.

"Kalau nggak ada, Rara tinggal bentar. Rara panggilin perawat atau dokternya dulu ya Bu." senyum Adira sambil memegang tangan Mardina.

Adira memang memiliki nama kecil yang biasa dipanggil oleh keluarganya.

"Aldi ada di luar?" tanya Mardina sambil melihat ke arah pintu.

Adira yang awalnya ingin keluar langsung kembali memegang erat tangan Mardina dan meletakkannya ke wajahnya.

"Ibu, bisa nggak jangan mikirin Abang dulu? Kesehatan Ibu lebih penting." jawab Adira dengan senyum sembari mengecup telapak tangan Mardina.

Nama itu, nama yang dulu membuat Adira bangga dan kagumi di matanya. Nama yang begitu penuh kasih sayang dengannya. Sekarang menjadi nama yang begitu dia benci dan tidak ingin dia dengar. Aldiandra Mahreeza, nama sosok itu. Sikap Aldi berubah drastis setelah meninggal Ayahnya. Dia menjadi sosok yang kasar dan bejat.

Namun, seperti kata pepatah darah lebih kental dari pada air. Sebenci-bencinya Adira dengan Aldi, Adira tetap ingin Aldi menjadi sosok yang dia kagumi seperti dulu. Sosok yang tersenyum penuh kasih dengannya, bukan senyum yang menyeringai yang ingin menerkam siapapun. Sosok penuh tawa yang menenangkan perasaanya, bukan tawa yang membuat dia kecewa.

"Rara, bagaimana pun kalian berdua adalah yang terpenting bagi Ibu." ucap Mardina sambil membelai kepala Adira.

"Tapi Bu, Abang yang membuat Ibu kayak gini. Abang nggak pernah mikirin perasaan Ibu. Perasaan Rara juga. Abang juga nggak pernah pulang. Dia pulang cuma cari uang Ibu aja. Rara benci Abang." tangis Adira.

"Sttt... Rara... Sudah sayang... Sudah. Dia tetap kakak kamu. Kamu dan Aldi adalah segalanya bagi Ibu. Ibu tidak pernah marah saat dia mengambil uang Ibu. Ibu hanya berpikir dia hanya lagi kesusahan karena masalahnya. Makanya Ibu berusaha bekerja agar dia nggak kesusahan lagi. Ibu nggak ingin melihat anak-anak Ibu kesusahan. Terutama kamu Rara, Ibu ingin sekali kamu bisa kuliah seperti teman-teman kamu." jelas Mardina sambil menahan tangisnya.

Adira mulai mengusap air matanya dengan kasar, "Kan Rara sudah bilang kalau Rara lebih suka bekerja daripada kuliah. Lebik enak. Nggak mikirin pelajaran" senyum Adira.

Mardina hanya tersenyum tipis melihat putri bungsunya. Adira langsung memeluk Mardina yang masih terbaring di kasur.

"O iya, kamu dapat uang dari mana sampai bisa masuk ruangan VIP?" tanya Mardina heran.

"Bukan Rara yang bayar. Ada orang baik yang bayar semua kebutuhan Ibu di rumah sakit dari obat, makanan, ruangan sampai dokter dan perawat khusus" jawab Adira.

"Kok bisa. Pacar kamu atau calon suami kamu yang bayarin," tanya Mardina dengan gaya sedikit menggoda.

"Nggak usah calon suami, pacar aja nggak punya Ibuku tersayang" jawab Adira dengan wajah datar. Mardina hanya terkekeh melihat raut wajah putri bungsunya itu.

"Rara cari dokter dulu ya Bu," cium Adira sambari keluar dari kamar rumah sakit.

"Iya. Semoga orang baik itu jadi menantu Ibu," tawa Mardina.

"Ibu..." rengek Adira.

Setelah melakukan pemeriksaan, dokter masih menyarankan untuk tetap di rumah sakit dalam waktu 2 atau 3 hari ke depan.

Sementara di tempat lain

"Kok aku merinding ya Mas?" tanya Azzam ke Mas Agha.

"Paling kamu lagi di omongin" jawab Mas Agha.

"Siapa?" tanya balik Azzam sambil mengingat-ingat kejadian yang di alaminya akhir-akhir ini.

"Mantan" jawab Mas Agha.

"Aku jomblo dari zigot mas" jawab Azzam dengan wajah datar.

***

Adira kembali ke tempat dia bekerja. Dia masih sibuk di meja kasir melayani para pembeli. Hari ini dia berganti jam kerja dengan teman kerjanya---Etta, karena dia harus menjaga Ibunya yang masih terbaring di rumah sakit.

"Adira" ucap pembeli itu sambil mengeja nama di name tag di baju Adira.

Adira yang merasa di panggil langsung melihat ke arah pembeli yang ada di hadapannya. Seketika Adira langsung mengerutkan alisnya melihat orang yang sekarang ada di hadapannya itu.

"Rifan" ucap Adira wajah yang heran. Lelaki bernama Rifan itu hanya tersenyum manis melihat ekspresi wajah Adira.

"Lo ngapain kesini?" tanya Adira sambil menghitung belanjaan Rifan.

"Ya belanja. Emang lo maunya gue ngapain?" tanya balik Rifan.

"Lah, malah nanya balik. Gimana kabar Nazrin?"

"Ngapain nyari dia sih. Cari yang ada di depan mata aja dong," jawab rifan dengan wajah cemberut.

"Ngapain cari yang di depan mata, mencari orang itu yang nggak ada di depan mata." Rifan yang mendengar hanya diam.

"Dimana dia sekarang?" tanya Adira dengan senyum.

"Di jepang, kuliah disana. Masa nggak tau."

"Nggak."

Rifan Rasy Nugraha, biasa di panggil Rifan. Dia teman Adira waktu SMA. Dia memiliki wajah yang tampan dan dari keluarga yang kaya, membuat dia terkenal di kalangan wanita. Dan dia terkenal dengan sifat playboy. Menurut cerita yang beredar, Rifan playboy hanya karena ingin di lihat dan di perhatikan oleh satu wanita yang dari dulu sampai sekarang dia suka. Tapi, semua orang tidak tahu siapa wanita yang berhasil membuat sosok Rifan menjadi playboy.

"Totalnya Rp. 345.000" ucap Adira dengan memasukan belanjaan Rifan ke kantong kresek.

"Nggak ada diskon nih?" tanya Rifan sembari mengambil uangnya di dompet.

"Maaf untuk hari ini tidak ada diskon" jawab Adira mengambil uang yang di letakkan Rifan di meja kasir.

"Nggak usah formal gitu dong mbak" senyum Rifan.

"Iya, Rifan" ucap Adira melihat ke arah Rifan dan kembali membuka laci kasir sembari memasukkan uang.

Rifan yang melihat juga tersenyum lalu langsung mengambil belanjaannya di atas meja kasir dan melangkah keluar dari minimarket.


Assalamualaikum 🤗
Ra kembali lagi walau nggak ada yang cariin, Ra bakal ada kok 😚😂🤭
Klik bintang di pojok kiri sama komen juga ya. Itu semua sangat membantu jalannya cerita ini 🥰
See you next chapter 🤗

Adira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang