7. Bimbang

359 33 6
                                    

Azzam dan Agha sampai di depan rumah makan sederhana pinggiran jalan, Azzam tidak ingin pulang terlebih dulu. Dia masih belum siap mendengar tentang perjodohan. Azzam duduk di kursi dengan menutup wajahnya dengan tangannya. Agha memesankan makanan untuk mereka.

Agha mulai duduk di sebrang Azzam. Azzam masih setia menutup wajahnya.

"Coba kamu bilang ke Abi Azmi kalau kamu sudah ada orang yang kamu suka" Agha mulai membuka pembicaraan.

"Mas jamin dia suka sama aku? Kenal juga enggak. Pasti dia bilang kayak gitu" tukas Azzam dengan wajah lesu.

"Makanya aku kasih nomor dia ke kamu biar kamu makin dekat"

"Mas?"

"Apa?"

"Aku malu chat dia duluan"

"Astagfirullah Azzam. Biasanya juga kamu chat cewek lain gimana? Lancar-lancar aja kan? Nggak ada hambatan dan rintangan kan?" tanya Agha dengan wajah kesal.

"Aku nggak pernah chat cewek duluan Mas, yang ada cewek yang chat aku duluan" jawab Azzam dengan sebagian wajah tertutup oleh tangannya.

Agha bisa menarik nafas yang panjang dan menggeleng-gelengkan kepalanya setelah mendengar jawaban Azzam. Dia hanya berpikir Azzam yang biasanya tidak punya malu menyapa atau bercengkrama dengan orang ternyata tidak pernah menchat cewek duluan.

"Trus maunya dia yang duluan chat kamu?" tanya Agha. Azzam tidak menjawab dia memilih untuk menenggelamkan wajahnya. "Lemah. Kalau kamu memperlakukan dia seperti wanita yang lain sama saja kamu merasa dia sama seperti wanita-wanita itu" ucap Agha.

Azzam langsung mengangkat wajahnya dan mengacak-acak rambutnya. Hela nafas Agha terdengar jelas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Nasi goreng dan es teh pesanan mereka datang. Mereka mulai menyantapnya. Selama makan mereka tidak bicara sama sekali. Setelah makan Azzam mulai membayar pesanan mereka lalu berjalan beriringan ke mobil dengan Agha tanpa berbicara sedikit pun.

Sesampai dalam mobil Azzam terus diam. Dia mulai menatap tepi jalan di balik kaca mobilnya. Agha hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat sikap Azzam dan mulai melajukan mobil.

"Mas"

"Kenapa?"

"Kalo aku ikutin perkataan Abi gimana mas?"

"Menurut kamu gimana?

"Aku bingung mas, Aku nggak mau kecewain Ninda sama Om Vian. Dari dulu, Om Vian selalu baik sama aku dia itu kayak Papa yang selalu ngebela aku dan dengar semua permasalahan aku. Aku nggak mau dia kecewa. Ninda juga teman aku dari kecil. Dia orang pertama yang aku ajak main waktu itu. Dan, Abi sosok yang aku hormati. Aku nggak mau melihat mereka kecewa dengan keputusan aku."

"Trus dia gimana?"

"Dia. Mungkin perasaan aku ke dia cuma sebatas bertemu dan kenal aja. Sama seperti yang lain."

"Aku cuma mau bilang. Jangan membuat keputusan yang gegabah. Ini bukan soal uang, jabatan atau karir kamu. Tapi ini soal perasaan seseorang. Perasaan yang mungkin bisa menjadi kebahagiaan atau sebaliknya. Jadi kamu pikirkan baik-baik."

***

Adira mulai masuk ke dalam cafe dan mulai melihat sekitarnya. Mencari tempat yang nyaman untuk dia duduk. Dia memilih kursi di dekat pintu cafe dan mulai menunggu. Kali ini Adira akan bertemu dengan dua sahabatnya yaitu Dinda Hilwa Sultan atau akrab di panggil Dinda dan Syafira Aulia Fitria atau akrab di panggil Fira.

Dinda dan Fira adalah teman Adira dari SMA. Awalnya mereka bertiga ingin kuliah di kampus yang sama. Namun takdir berkata lain, Dinda kuliah di salah satu Universitas Negeri dengan jurusan bisnis ekonomi. Dan Fira kuliah di salah satu Universitas Islam Negeri dengan jurusan bahasa Arab. Sedangkan Adira, dia memilih untuk bekerja.

Suara lonceng di pintu cafe berbunyi pertanda ada pelanggan yang masuk. Adira langsung melihatnya dan yang masuk itu adalah sahabatnya Dinda dan Fira.

Adira langsung melambai untuk mengisyaratkan mereka untuk cepat duduk di kursi tempat dia pesan. Mereka langsung menghampiri Adira dan mulai duduk.

"Sorry ya, tadi gue ada kelas" ucap Dinda sambil menaruh tasnya di kursi.

"Gue nggak bisa lama-lama nih, ada kelas lagi" ucap Fira sambil melihat jam di tangannya.

"Tau kok. Kalian kuliah. Kalian sibuk sama tugas-tugas sama kelas kalian" ucap Adira sambil menaruh wajahnya di tangannya.

Tanpa aba-aba, Dinda dan Fira langsung memeluk Adira. "Nggak gitu juga kok. Waktu buat kita ketemu masih ada kok," ucap Dinda. Adira hanya memasang wajah cemberut.

"Btw. Tumben lo ngajak kita ngumpul? Biasanya kan gue yang ngajak kalian" tanya Dinda sambil meranggangkan pelukannya.

"Dia lagi kangen kita Din, peka-peka dong jadi temen" sahut Fira yang merenggangkan pelukannya.

"Nggak mungkin deh Fir" ucap Dinda melihat ke arah Fira. "Lo ada masalah ya Dir?" lanjut Dinda melihat ke arah Adira.

Adira langsung memperlihatkan giginya. "Tau aja lo. Ternyata pekaan Dinda ya daripada lo Fir" ucap Adira melihat ke arah Fira.

Fira hanya memasang wajah kesal sambil memainkan ponselnya.

"Emang ada masalah apa Dir?" tanya Dinda.

"Kalian ada info loker nggak? Kalo nggak gue kerja di rumah kalian bersih-bersih juga boleh" jawab Adira sambil tersenyum.

"Lo kenapa Dir? Ada masalah apa? Cerita ke kita Adira" ucap Fira memegang pundak Adira.

Adira langsung menceritakan keadaanya sekarang. Dia harus bating tulang karena ibunya harus tinggal di rumah sakit tapi dia tidak menceritakan Ibunya di rumah sakit karena ulah Abangnya melainkan hanya bercerita Ibunya sakit biasa. Setalah mendengar cerita Adira, dua sahabatnya yang mengenakan hijab itu langsung memeluk Adira kembali.

"Sabar ya, Allah pasti tau kamu bisa melewatin semua ini" ucap Fira. Adira hanya mengangguk dan tersenyum.

"Lo mau nggak kerja di minimarket bokap gue?" tanya Fira merenggangkan pelukannya. "Tapi sama-sama di minimarket sih. Nggak jadi deh. Gajinya juga kurang lebih sama aja kaya minimarket tempat lo kerja" lanjutnya.

"Dia yang nawarin, dia yang batalin" celetuk Dinda.

"Hahaha... Tau nih, belum di jawab malah di jawab sendiri" ucap Adira menahan tawa.

"Mau gimana lagi" ucap Fira mengangkat kedua alisnya.

"Gimana kalo lo kerja di kantor bokapnya Dinda?" tawar Fira.

"Boleh juga tuh. Gimana Dir?" tanya Dinda.

"Boleh. Nggak papa nih?" tanya balik Adira.

"Nggak tau sih, gue belum nanya sih ke bokap gue. Ntar gue kabarin gue kelanjutannya ya" jawab Dinda. Adira langsung mengangguk cepat sambil tersenyum.

"Gue baru ingat kalian nggak pesan minuman dari tadi malah dengerin gue aja"

"Santai aja kali. Dari tadi juga minuman lo yang gue minum" ucap Dinda sambil memperlihat giginya.

"Sama gue juga. Gue duluan ya, bentar lagi kelas gue mulai nih. Assalamualaikum" ucap Fira sembari berdiri dari kursinya.

"Iya. Waalaikumsalam" ucap Dinda.

"Waalaikumsalam. Hati-hati Fir, jangan tabrak tiang lampu jalan ya" ucap Adira menahan tawa. Fira hanya melambaikan tangan tanpa melihat ke arah mereka.

"Mau gue antar?" tawar Dinda.

"Boleh. Ke minimarket ya" jawab Adira. Dinda hanya mengangguk membalas jawaban Adira.

Mereka mulai berdiri dan menuju ke arah kasir. Adira mulai membayar dan Dinda memilih untuk ke parkiran mengambil mobilnya. Setelah pembayaran selesai, Adira langsung menghampiri Dinda dan masuk ke dalam mobil Dinda dan mulai melajukan mobilnya di jalan.

🍃🍃🍃

Adira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang