Part 3

96 15 8
                                    

Pindah sekolah ke tempat yang asing dan harus beradaptasi dengan lingkungan baru bukan keinginan Josie. Dia terpaksa, semenjak satu persatu anggota keluarganya meninggal akibat wabah penyakit yang langka, dia memberanikan diri untuk meninggalkan Helliconia, kota kelahirannya.

Kini, Josie tinggal di Negara Sunmoon, tepatnya di Kota Rainy, kota ini dikenal memiliki curah hujan yang sangat tinggi, bahkan hampir setiap hari hujan datang tanpa permisi. Tapi, jangan salah, meskipun sering diguyur hujan, sinar matahari tetap datang menyapa pada bulan bulan tertentu.

Bangunan SMA Sunmoon sangat berbeda dari bangunan sekolah lain. Arsitekturnya sangat menawan, seperti bangunan yang ada dalam cerita dongeng tentang kisah putri dan pangeran.

Sekolah ini menyediakan asrama terpisah dari bangunan sekolah yang bisa ditinggali gratis untuk anak-anak berprestasi. Asrama ini bisa dikatakan cukup mewah. Kemewahan itu nampak dari gedung asrama bertingkat, ruangan kamar dilengkapi dengan pendingin ruangan, tempat tidur spring bed, lemari pakaian yang bagus, dan yang lebih istimewanya lagi, satu kamar diperuntukkan untuk satu orang saja. Asrama ini juga menyediakan ruangan laundry.

Kalau dilihat dari nilai rapor dan prestasi non akademik yang diraih Josie selama hidup di dunia, dia benar-benar layak mendapatkan semua fasilitas itu.

Saat ini, Josie terlihat sedang duduk di depan meja belajarnya, bukan untuk bermain ponsel seperti yang dilakukan siswa-siswa lain, melainkan mempelajari materi matematika yang akan dipelajari esok hari. Belum dijelaskan oleh guru yang bersangkutan, dia sudah berusaha memahami terlebih dahulu.

Cairan berwarna merah perlahan mengalir dari rongga hidung gadis bernetra cokelat itu. Josie menggerakkan tangannya untuk mengambil tisu yang tersedia di atas meja. Dia sudah menduga hal ini akan terjadi, karena cuaca yang dingin bisa menyebabkan kulit yang melapisi bagian dalam hidungnya menjadi kering, jadi mudah terluka dan berdarah.

Josie menyumpal rongga hidungnya dengan tisu sambil melirik pada jam digital yang ada di depannya. Pikirnya, "Jam 23.45, masih ada waktu 15 menit lagi untuk mengerjakan satu soal latihan." Josie memang begitu, dia akan berhenti belajar ketika jam menunjukkan angka 12 malam. Ini seperti aturan yang dia buat untuk mendisiplinkan diri sendiri.

Entah mengapa perasaannya mendadak jadi resah tak menentu, Josie menoleh ke arah luar jendela, seperti ada yang memperhatikannya dari balik pohon tinggi, letaknya sekitar 30 meter dari asrama yang dia tinggali. Josie berjalan menghampiri jendela, mendekatkan wajahnya pada kaca sambil menyipitkan mata.

Di luar sedang hujan deras, sesekali petir menyambar-nyambar. "Mungkin ini hanya perasaanku saja. Tidak mungkin ada orang yang berani keluar di tengah derasnya hujan seperti ini."

Josie menepis pikiran buruk yang singgah sebentar memenuhi kepalanya, dia segera menutup tirai jendela dan mematikan lampu kamar utama, hanya menyisakan lampu tumblr berwarna warm white untuk menemaninya tidur malam ini.

Dikarenakan pendarahan di rongga hidungnya sudah berhenti, Josie membuang tisu yang penuh dengan darah ke dalam tong sampah yang ada di samping meja belajar.

Selimut tebal menutupi separuh badannya, alarm untuk bangun besok sudah Josie aktifkan. Berhubung matanya sudah tidak bisa diajak kompromi, tidak sampai lima menit, Josie tertidur pulas. Dia tidak tahu bahwa ada sosok yang memperhatikan gerak geriknya sejak pertama kali Josie duduk untuk belajar.

"Andai kau tahu sudah lama aku menunggu kedatanganmu ke tempat ini," ucap sosok misterius itu sambil mengambil tisu yang dibuang oleh Josie tadi.

1000 Years || Lee Haechan - SUDAH TERBIT✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang