"Apa yang baru saja aku lihat?"
Jimin terdiam. Otaknya bekerja lebih cepat sekarang.
Saksi harus dimusnahkan, itulah aturan yang Jimin terapkan dalam melakukan aksinya. Jimin dengan langkah pasti menuju kearah Chaeyoung.
Tangannya sudah siap dengan pisau lipatnya.
Chaeyoung yang merasakan bahaya lalu membuang sisa rotinya.
'Bye roti krimku yang malang' batin Chaeyoung.
Kurang dari 10 langkah lagi Jimin berhenti hanya sekedar untuk mengamati wajah Chaeyoung. Tidak terlihat ada ketakutan dimatanya.
Jimin melanjutkan langkahnya namun lebih pelan. Mencoba membangun rasa takut untuk korbannya. Tapi yang sudah Jimin tebak tadi bahwa Chaeyoung tidak takut.
Kedua tangan Chaeyoung yang berada disamping badan mulai mengeluarkan bayangan hitam. Mengitari telapak tangan hingga pergelangan tangan. Bayangan hitam itu tidak terlalu terlihat juga tidak terlalu pudar.
Jimin sontak berhenti. Mata Jimin turun kearah tangan Chaeyoung.
"Kenapa berhenti?" tanya Chaeyoung.
Jimin masih diam mengamati keanehan dalam diri Chaeyoung. Mencoba menebak dengan logika.
Karena Jimin yang berhenti maka sekarang Chaeyoung yang perlahan bergerak maju.
Saat jarak mereka sudah 3 langkah Chaeyoung mengangkat tangan kanannya dan mengarahkan pada Jimin.
Lalu Jimin merasakan hawa dingin disekitar tubuhnya. Bayangan hitam mulai menyelimutinya. Awalnya seperti asap lalu dengan jelas menjadi lilitan seperti tentakel gurita. Merayap dari kakinya, bergerak keatas dan berhenti diarea lehernya dengan posisi melilit lehernya.
"Ya Jimin-ah kurasa kau salah sasaran sekarang. Benar?" tanya Chaeyoung.
Tangan kanan Chaeyoung sedikit mengepal membuat lilitan bayangan itu mencekik Jimin. Jimin masih diam.
"Apa kau benar-benar psikopat?" Chaeyoung kagum karena Jimin masih diam saja ketika bayangan hitam itu semakin mencekiknya.
Tangan kiri Chaeyoung lalu mengeluarkan bayangan hitam lainnya. Mengumpul ditangan kirinya hingga menjadi lebih tebal dan pekat. Lalu dengan cepat bayangan hitam itu menerjang Jimin dan membuat tubuh Jimin terpental menabrak bangunan kayu dibelakangnya.
Bahkan saat Jimin menabrak bangunan itu mulutnya tetap terkunci rapat.
Saat Jimin akan berdiri lalu sebongkah kayu yang cukup besar menimpa kepalanya dari atas.
Bruk!
"Sialan" lirih Jimin sebelum pingsan.
Jimin merasakan pusing yang amat sangat saat matanya mencoba terbuka.
Tangannya memegang kepalanya erat. Pening.
"Kepalamu tidak akan lepas, tanganmu bisa biasa saja saat memegangnya"
Jimin mengedipkan matanya beberapa kali lalu terlihatlah, "Chaeyoung" lirih Jimin.
Chaeyoung datang dengan membawa air putih untuk Jimin, "Aku harus bersyukur atau takut saat psikopat mengingat namaku?"
Jimin hanya diam.
Tangan lelaki itu lalu ditarik Chaeyoung untuk menerima gelas air putih.
"Aku sudah membawanya untukmu, jadi minumlah atau buang saja jika tidak mau" balas Chaeyoung lalu mulai menutup jendela apartementnya. Hujan deras diluar.