Hari ini adalah hari pertama matahari kembali menampakkan diri menghangatkan tanah Las Vegas setelah beberapa bulan ini terus turun salju.
Cerahnya langit memang tak secerah hati seseorang yang tampak menikmati sarapannya di atas kursi roda.
Seorang lelaki berumur dengan seluruh rambutnya yang memutih tampak duduk santai menghadap keluar jendela di kamar rawat inapnya.
Luka bekas operasi akibat tertembus beberapa peluru di perutnya sudah mulai pulih dan mengering.
Bahkan lelaki tua itu sudah bisa melakukan segala aktifitas sehari-harinya sendiri tanpa bantuan suster di rumah sakit.
"Ini obatnya untuk diminum pagi ini ya, Mr," ucap seorang suster yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu. Dia meletakkan dua butir tablet di atas nampan kecil di nakas.
Lelaki tua itu menoleh dan mengangguk kecil.
Saat sang suster hendak keluar tiba-tiba si Kakek memanggil suster tersebut.
"Ya, ada yang bisa saya bantu Mr?" tanya suster itu ramah. Dia berjalan mendekati sang pasien lansia itu.
"Boleh saya meminjam telepon? Saya ingin menghubungi cucu saya," beritahu si Kakek.
Kedua bola mata sang suster membola. "Jadi anda sudah mengingat jati diri anda Mr?"
Si kakek hanya tersenyum. "Saya ingin pinjam telepon, Sus?" ulangnya.
Sang suster pun merogoh ponsel di saku pakaian dinasnya dan memberikan ponsel pribadinya pada sang pasien.
"Silahkan pakai ponsel saya Mr,"
Si kakek menerima ponsel itu dan langsung mengetik sederetan nomor telepon berkode +62.
Panggilan pertama tidak di jawab.
Panggilan kedua pun sama.
Si kakek masih mencoba.
Hingga pada panggilan ke lima, barulah telepon itu dijawab.
"Hallo, assalamualaikum, Fadli? Ini Kakek..."
*****
Hari ini Sammy menerima gaji pertamanya sebagai pelayan Bar. Walau tak seberapa, setidaknya Sammy bisa membuat Rheyna percaya padanya, itu sudah cukup.
Besok dia libur dan Sammy sudah menyusun rencana untuk mengajak Rheyna pergi berkeliling Las Vegas.
Hubungan Sammy dengan Rheyna semakin dekat sejak percakapan yang terjadi di balkon tempo hari.
Setiap malam, Rheyna tidak pernah absen menunggu kepulangan Sammy sambil menonton acara televisi di ruang tamu.
Layaknya seorang istri, begitu Sammy pulang Rheyna langsung menghangatkan masakan yang dia masak untuk makan malam dan menyajikannya untuk Sammy.
Terkadang Rheyna juga mencuci pakaian Sammy, membuatkan lelaki itu kopi dan menyediakan apapun kebutuhan Sammy sebelum lelaki itu berangkat bekerja.
Mendapat perlakuan seperti itu Sammy merasa hidupnya lebih berarti.
Hari itu Sammy pulang saat waktu hampir tengah malam.
Seperti biasa keadaan flat selalu sepi karena para penghuninya yang kebanyakan bekerja di malam hari.
Saat menaiki anak tangga menuju flat miliknya di lantai tiga, Sammy berpapasan dengan George, tetangganya.
Lelaki itu tersenyum lebar pada Sammy. Mereka saling sapa meski hanya sekedar basa-basi belaka.
Sammy mempercepat langkahnya, dalam genggamannya saat itu dia menenteng sebungkus pizza keju favorit Rheyna.
Gadis itu pasti senang karena sudah dibelikan makanan favoritnya.
Seperti biasa, Sammy mengetuk pintu karena biasanya Rheyna memang selalu mengunci pintu dari dalam.
Setelah mengetuk beberapa kali dan memanggil Rheyna, pintu tak kunjung dibuka oleh Rheyna.
Mendadak, perasaan Sammy was-was.
Terlebih saat dia tahu kalau pintu itu ternyata tidak dikunci.
Setengah panik Sammy masuk ke dalam dan mencari Rheyna.
Saat itu Sammy mendapati Rheyna sedang melipat selimut di kamar.
"Rheyna, kenapa pintunya tidak dikunci?" tanya Sammy yang berdiri di ambang pintu kamarnya yang kini ditempati Rheyna.
"Maaf, aku lupa," Rheyna menjawab dengan suara yang sangat pelan dan sedikit serak, bahkan dia sama sekali tidak menoleh.
"Lain kali jangan lupa lagi. Kamu membuatku khawatir," kata Sammy yang langsung beranjak ke dapur.
Dia menaruh bungkusan pizza yang dibawanya ke atas meja dapur dan mengambil air bening di kulkas.
Saat itu Sammy melihat beberapa sayur mayur tergeletak di dapur dan masih dalam keadaan terpotong-potong.
Beberapa ayam mentah yang masih terbungkus rapi di wastafel seperti hendak di cuci tapi tidak jadi.
"Kamu sedang memasak?" tanya Sammy setengah berteriak. Meski dia merasa janggal dengan hal ini. Sebab biasanya setiap kali dia pulang, Rheyna pasti sudah selesai masak. Dapur sudah rapi dan hidangan sudah tersedia di meja dapur.
Sementara malam ini, dapur itu terlihat masih berantakan bahkan tak ada satu pun menu masakan matang di meja.
Rheyna tidak menjawab pertanyaan Sammy. Merasa ada yang tidak beres, Sammy pun kembali ke kamar dan melihat Rheyna sedang mengemasi barang-barangnya.
"Loh, kamu mau kemana Rheyna?" tanya Sammy bingung.
"Di sini sudah tidak aman. Kita harus pergi," Rheyna menoleh dan Sammy terkejut saat melihat lebam di wajah Rheyna yang berkulit putih. Bahkan sudut bibir Rheyna bengkak.
Sammy mendekat dan menarik tubuh Rheyna agar berdiri.
"Apa yang terjadi?" tanyanya serius.
Satu bulir air mata Rheyna terjatuh. Mengalir cepat di pipi diikuti buliran-buliran berikutnya yang kian deras.
Rheyna menangis sesenggukan di hadapan Sammy.
"Jawab pertanyaanku! Apa yang terjadi?" tegas Sammy seraya mengguncang kedua bahu Rheyna.
"George..." gumam Rheyna pelan. "George tahu siapa aku sebenarnya, dia mengancam akan melaporkan aku pada Mami Grace,"
Tanpa perlu Rheyna jelaskan lebih lanjut, Sammy tahu apa yang terjadi.
"Lelaki itu memperkosamu?" tanyanya tajam. Nada suara Sammy berubah sinis. Kepanikan lelaki itu menghilang tertutup amarah yang teramat sangat.
Rheyna mengangguk dan tangisnya semakin pecah.
Sammy meraih tubuh Rheyna dan memeluknya.
Mengetahui hal itu, seketika instingnya sebagai seorang pembunuh pun muncul.
*****
Yuk ramaikan dgn vote dan komentarnya...
KAMU SEDANG MEMBACA
BURONAN (End)
RomansaTentang Sammy. Seorang buronan interpol yang melarikan diri dari penjara karena ingin mencari adik angkatnya yang hilang. Sammy adalah mantan perwira militer yang dipecat secara tidak hormat akibat fitnah keji seseorang yang kemudian menjebloskannya...